8

17 1 5
                                    

Sekitar pukul sebelas kami baru pulang dari tempat pemandian air hangat. Kami memutuskan untuk tidak langsung pulang tapi kami memilih  untuk berkeliling di kota Garut, aku pun menghubungi keluarga ku, memberitahu mereka agar tidak usah menunggu kami, karna kami akan pulang telat. Sepanjang perjalanan, motor kami tidak pernah berjauhan hanya berjarak lima puluh meter mungkin.

‘Eh mau makan apa? Apa makan dirumah?” tanya ku pada Dafa

“Ka mau makan apa? Apa makan dirumah?” Dafa justru menanyakan kembali kepada Arka

“Dirumah aja nanti belanja dulu ke supermarket yang masih buka”

Kami masih berkeliling, aku sama sekali tidak tahu daerah Garut. Aku hanya menengok ke kanan kiri jalan mencoba mengamati keadaan sekeliling.

“Gue ngantuk nih, balik aja yuk Fa”

“Ih jangan ngantuk, mending nanyi-nyanyi, tuh kaya Arka sama Sia, atau ngobrol yuk”

Aku menengok kearah mereka, mereka sangat bergitu ceria, bernyanyi dengan begitu kencang seakan-akan tengah berada di konser music. Aku dan Dafa mencoba mengikuti mereka bernyanyi dengan kencang seakan tidak perduli yang lain.

“Ah udah ah nyanyinya cape” aku menjatuhkan kepala ku pundak Dafa, memegangi kajet yang ia gunakan “tidur bentar yak gue”

“Ih jangan aaah” sambil menggerak-gerakan tubuhnya seakan tidak mengizinkan kepala ku bersandar di pundaknya. Aku pun menganggkat kepala ku “Ayo ayo nanyi” Dafa bernyanyi lagu anak-anak di TK.  Dan aku tidak menggubrisnya aku benar-benar mengantuk. Tak habis akal, Dafa memajukan motornya dengan sembrono, setiap ada polisi tidur dia menggas motornya lebih kencang setelah itu mengarahkannya ke sembarang arah“Ih Tih jangan tidur”

“Iya enggak, eh yaudah yuk ke alfa terus pulang”

“Iya ini sambil nyari kok”

Setibanya dirumah, kami merapihkan pakaian dan istirahat. Aku mulai mengeluarkan bahan-bahan yang sudah dibeli tadi dan berniat memasaknya.

“Gue mau masak dulu ya, kalian jangan tidur dulu kalo mau bikin kopi atau teh ini ada yah”

“Gue mau Tih” pinta Sia

Aku berjalan menuju dapur mempersiapkan bahan yang akan dimasak, saat aku mulai memasak tiba-tiba Dafa datang dan mencoba menggangguku. Mencoba merebut spatula yang tengah ku pegangi. Aku dan dia berdebat tentang siapa yang akan memasak, akhirnya aku pun mengalah dan membiarkan Dafa memasak. Alhasil masakannya berceceran dan aku pun mengambil kembali spatula di tanganya.

“Tuh kan belecetan ah, sini gue aja”

“Ihh geregetan gue” greek

“Aww”

Dafa menggigit kuping ku dan dia berlari menghampiri yang lain meninggalkan ku sendiri di dapur. Tidak marah sama sekali justru aku tersenyum melihat tingkahnya. Apapun yang dia lakukan tidak membuat ku marah. Dafa selalu berhasil membuatku bahagia meski dengan hal yang menjengkelkan.

Aku duduk di sofa sambil memegangi gelas yang berisi teh manis hangat. Dafa menghampiri ku

“Geseran” perintahya, aku pun menurutinya.

“Lu gamakan Tih?” tanya Dafa “kalo mau gue ambilin”

“Enggak ah, minta aja yang lu dikit boleh ga? Dikit doang”

“Kebiasaan, gue ambilin ya”

“Gamau” sambil aku merebut sendok yang dia pegang

Malam pun semakin larut. Kami memutuskan untuk tidur bersama di tengah rumah. Aku sudah mengambil posisi di pojok mepet dengan dinding, sebelah Ku Sia, sebelahnya lagi Maya dibatasi oleh bantal ada Arka. Dafa dan Arka belum terlihat seperti orang yang mengantuk. Mereka masih menonton pertandingan bola. baru saja aku memejamkan mata

“Tih geser, gue pengen pojok”

“Ih gamau, gue pojok ! Lagian ini sempit ya masa gue mau mau mepet mepet ke Sia, kasian”

“Gapapa dikit ko buruan”

“Kenapa nggak sebelah sana aja si lu”

Aku pun menggeser posisi tidur ku, aku memepetkan diri dengan Sia. Baru saja aku memejamkan mataku untuk yang ke dua kalinya.

“Tih lu mau tidur” tanya Dafa

“Hmm,,”

“Ih gue belom bisa tidur kenapa yaah”

Aku tidak menggubrisnya, dia menggoyang-goyang tubuhku dengan tangannya. Seakan minta ditemani untuk bergadang

“Kenapa?” aku memalingkan wajah menatap kearahnya

“Gatau ga bisa tidur, jangan tidur dong lu, ntar gue sendiri Arka udah tidur”

“Ih yaudah nonton bola aja tuh” aku menutup wajah ku dengan selimut mencoba untuk tidak menghiraukannya. Dia menarik selimut yang menutupi wajah ku, aku menutupnya kembali, beberapa kali aku dan dia bertingah seperti ini hingga akhrinya lagi-lagi aku mengalah. Aku memalingkan tubuh ku kearahnya

“Kenapa Fa?”  mencoba untuk menyakan apa yang tengah dirasakannya hingga dia tidak bisa tertidur. Bukannya menjawab pertanyaan ku alih-alih dia memberikan  senyumannya kepada ku, senyum puas karena sudah berhasil mengganggu rencana tidur ku.

“Gatau gue ga bisa tidur”

“Ini udah jam satu hampir setengah dua malah, besok kan kita pulang, jadi mending tidur yah, merem deh elunya” aku mencoba menutupi matanya dengan tangan ku, agar dia bisa tertidur

“Nggak bisa tih” dia melepaskan tangan ku yang sempat menutupi matanya.

Jika boleh jujur saat ini aku mengantuk, tapi aku juga tak tega meninggalkan dia terjaga sepanjang malam sendirian, aku juga tidak munafik, aku bahagia bisa menghabiskan malam berdua dengannya, dan tidur bersebelahan, moment ini tidak akan pernah aku dapatkan lagi. Aku merubah posisi tubuhku seperti semula

“Yaudah yuk kita cerita-cerita aja kali aja ntar elu ngantuk. Lu kenapa bisa putus sama Yayu, dia kan baik banget kayanya, pas SMA dulu kalian baik-baik aja kan, gara-gara LDR? Pertanyaan awal ini memang membuat aku sedikit takut akan jawaban yang dia berikan.

“Dia baik banget abisan, nggak tega gue bohongin dia terus”

“Emang lu suka bohongin dia?” aku mencoba membalikan wajah ku menatapnya dengan tatapan yang serius. Dia menatapku balik, damn ! Tangan Dafa mulai mencoba menyentuh rambutku, “Kadang kan gue jarang ngabarin dia, misal kaya gue lagi kumpul sama anak-anak kan jarang pegang handphone nah gue alesannya suka bilang ada kelas” sekarang wajahnya mulai mendekat dengan wajah ku. Dafa akan mencium ku? Tuhan ini apa yang harus aku lakukan aku buru-buru memalingkan wajah ku darinya,

“Udah ah gue mau tidur bye” beberapa detik sempat tidak ada percakapan antara kita berdua.

“Ih jangann, yaudah yaudah yuk cerita yang lain”

Tidak terasa waktu menunjukan pukul tiga dan kami masih saja terjaga. Rasa kantuk mulai menyelimuti mata Dafa sepertinya. Kami pun tertidur setelah pukul setengah empat.

Dalam perjalanan pulang, kami sempat tersesat karena mencari letak air terjun. Sejujurnya kami semua tidak mengetahui dimana letak air terjun itu, namun Arka dan Dafa mencoba meyakinkan kami bahwa itu bukan masalah, kami bisa menanyakan ke warga-warga sekitar dimana air terjun yang mereka maksud.

“Semalem lu kenapa Fa?” aku mencoba membuka percakapan dan menanyakan alasan sifatnya yang semalam.

“Nggak apa-apa lagi pusing aja” jawabnya singkat padat dan sangat jelas.

Deg! Jawaban yang keluar dari mulutnya membuat jantung rasanya berhenti seketika dan merasakan sakit yang tidak bisa di deskripiskan.

Apa pusing aja? Tingkahnya yang semalam itu Cuma gara-gara pusing dan dia berhasil memberikan harapan serta sakit secara bersamaan seperti ini. Hebat Dafa ucap ku di dalam hati.

Setelah percakapan itu, tidak ada percakapan lagi yang terjadi antara aku dan Dafa. Mulut ku rasanya malas untuk mengatakan apapun sekarang. Melalui ekspresi wajah yang aku pasang saat ini siapapun bisa menebak apa yang tengah aku rasakan.

Motor Dafa dan Arka kini bersebelahan “kenapa?” Sia yang menanyakan kenapa dengan ekspresi wajah ku saat ini lewat pergerakan mulut yang tidak mengeluarkan suara. Aku hanya menggeleng, menjawab pertanyaan yang Sia berikan

Kamu dan WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang