5

35 9 1
                                    

Lumna bergerak masuk kelas bertepatan saat Darka membuka pintu kelas.

" Lo darimana? Kenapa lama?" tanya Darka.

Lumna bergerak mengambil sesuatu di paper bag- nya.

" Ini baju kamu." jawab Lumna.

" Jawab dulu pertanyaan gue." ucap Darka.

Lumna mengangkat paper bag miliknya. Sudah dipastikan Lumna dari pos satpam untuk mengambil sesuatu yang dititipkan Pak Bon.

" Gue gak yakin. Biasanya lo cuma perlu waktu lima menit untuk itu."

Darka menunjuk paper bag milik Lumna.

" Salah kalau aku mengambil ini lebih dari lima menit?" ketus Lumna lalu masuk ke kelas.

" Gue udah bilangkan, lo gak akan bisa buat dia gak bersikap dingin kayak gitu ke lo. Mending lo sama yang lain, banyak yang gak sedingin dia." sahut Dion yang barusan menghampiri Darka setelah Lumna nelewatinya dengan tatapan sinis.

" Mending lo urusin dulu cewek-cewek lo." tandas Darka lalu melangkah menuju bangkunya.

🔙🔙🔙

Kebosanan yang besar saat mendengarkan amanat Pembina dari kepolisian. Bagian dari kegiatan upacara bendera yang sudahlah pasti menjadi saat-saat dimana sebagian siswa mulai membuka mulut untuk mengeluh.

" Ini polisi lama bener bacanya. Bosan gue." keluh Dion tiba-tiba setelah melihat Pembina membalik lembar kertas ke-4.

" Yon, lo hati-hati kalo ngomong. Salah-salah lo ditangkap sama tuh polisi." Sahut Darka di sampingnya.

" Kenapa gue ditangkap? Salah apa gue?" tanya Dion.

" Salah lo itu cuma satu; lo keseringan nyakitin perasaan cewek." jawab Darka sambil terkekeh.

Ucapan Darka berhasil membuat Lumna menoleh ke arahnya.

" Tapi gue gak kayak Dion kok, Lum." ucap Darka.

" Tapi lo lebih buaya dari Dion." sahut Tyo tiba-tiba.

Dia tertawa sedikit kencang membuat semua mata tertuju padanya sekarang.

Lumna melongos melihat keberadaan Tyo di belakangnya sekarang. Tatapannya menunjukkan rasa heran dan otaknya mulai berputar kisaran tentang Tyo.

Sungguh luar biasanya manusia satu ini. Anak kelas XII IPS 6 yang nyata kelasnya di barisan paling kanan Pembina alias paling ujung menyusup masuk ke barisan XI IPA 3 yang barisannya terpampang nyata di depan Pembina.

Lumna hanya menelengkan kepalanya.

" Lewat mana lo, Kak?" tanya Dion.

" Senior gak bisa seenaknya ngelanggar peraturan sekolah. Kurasa dia sudah kelewat berandalannya." seru Lumna.

" Apa lo bilang?" tanya Tyo memastikan ucapan Lumna barusan.

" Ku pikir, kamu terkenal kepopulerannya bukan tulinya." ujar Lumna tak melihat ke Tyo sedikitpun.

" Heh, cewek aneh! Lo apa-apaan, sih. Biar aja kali Kak Tyo disini. Lagian dia gak ganggu lo kan?" sahut Sintia, teman kelasnya.

Dan faktanya, Sintia adalah penggemarnya Tyo. Sintia, kepala suku pasukan bergengsinya di kelas dan dipercaya sangat tidak menyukai Lumna sejak awal.

" Tapi kalau ketahuan kelas XII masuk ke barisan kelas XI bukan cuma dia yang dihukum, kita juga. Kecuali kalau kamu mau mewakili kita semua untuk dihukum." seru Lumna.

" Apaan sih, lo?!" ucap Sintia.

" Weh, kenapa jadi kalian yang ribut? Ini semua gara-gara lo, Kak. Mending lo pergi sana." kata Darka sambil menggusur posisi Tyo dari barisannya.

Everything [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang