6

31 9 2
                                    


.
.
.
Pagi yang sangat sial bagi Lumna. Mobil Pak Bon mogok di jalan ketika menuju SMA Pelita.

Alhasil dia harus naik angkutan umum dan sampai di sekolah tepat saat gerbang mau ditutup.

Lumna berlari sekuat yang dia bisa. Sesampainya di kelas Lumna segera mengetuk pintu.

" Permisi, pak." salam Lumna takut-takut.
Sontak semua mata tertuju padanya.

" Demi apa dia telat masuk kelas?" heran Dion disamping Darka.

" Maaf, pak. Saya terlambat." ucap Lumna nelangkah menuju Budi- guru Bahasa Indonesia.

" Tidak ada kata maaf. Semua siswa SMA Pelita tidak ada yang boleh terlambat di pelajaran saya. Paham kamu?" kata Budi dengan tegas.

" Paham, pak." jawab Lumna.

" Sekarang kamu keluar dan jangan mengikuti empat jam pelajaran saya." tandas Budi.

Sontak semua siswa yang tidak begitu menyukai Lumna langsung berseru setuju dengan ucapan Budi.

" Love you, pak!"

" Pak Budi emang paling adil!"

" Baik, pak." jawab Lumna menunduk lalu melangkah keluar kelas.

Darka masih di tempat. Belum bergerak sama sekali.

Nyatanya senakal-nakalnya Darka, diapun tak punya nyali untuk menentang ucapan Budi.

Pelajaranpun kembali dilanjutkan.

" Dar, lo kenapasi?" tanya Dion setelah melihat Darka yang sejak tadi hanya mengetuk-ngetuk pulpennya," Lo mau ke toilet?"

Semula Darka hanya diam, tetapi kata-kata Dion barusan berhasil menimbulkan ide di otak Darka.

Darka mengangkat tangannya," Pak, saya ijin ke toilet." ucap Darka.

Budi langsung mengiyakan ucapan Darka. Dia pun langsung keluar kelas.

Diluar kelas dia melihat Lumna sedang duduk sambil bersandar punggung di tembok kelas dengan kaki yang dia ayunkan. Langkahnya mengarah ke Lumna.

" Lo kok bisa telat?" tanya Darka.

Lumna tak menggubrisnya.

" Ya, gue tau. Gue gak mesti tau alasan lo telat, tapi biasanya lo gak pernah telat. Bahkan lo selalu terlalu pagi terus habisin waktu sebelum bel masuk buat baca buku." sambung Darka.

Darka bahkan tau segala kegiatan Lumna setiap pagi.

Masih sama. Ucapan Darka masih belum bisa menarik Lumna agar mencampuri ceritanya.

Darka bergerak duduk di samping Lumna," Lo gak nangis kan?"

Lagi, lagi, dan lagi Darka tak menyerah untuk bertanya.

" Gak." jawab Lumna singkat.

" Kenapa?" tanya Darka lagi.

" .... Kamu tau alasannya. Kamu tau semuanya, bahkan cerita kita dulu." jawab Lumna.

Darka hanya diam menyimak ucapan Lumna.

" Kamu sudah pernah jadi temanku dulu dan sekarang kamu orang baru lagi." sambung Lumna.

Darka menyengir tak mengerti," Lo ngomong apasih?"

" Kamu tau tentang penyakitku kan?" tandas Lumna menatap Darka.

" Aku yakin kamu lebih tau aku, jadi mending kamu jauhin aku."

".... Lum, gue teman lo yang dulu. Gue masih sama kayak Darka yang dulu." sanggah Darka.

" Tapi aku gak suka ada orang yang tau tentang aku lebih banyak dari diriku sendiri."

" Tapi gue gak bisa."

" Aku gak mau dengan adanya kamu malah makin memperburuk hidupku. Kamu pasti tau tentang rencana hidupku kan?"

Darka terdiam karena memang dia tau tentang Lumna yang sudah merencanakan hidupnya.

" Kamu gak ada di dalam rencana itu kan." lanjut Lumna memastikan.

" Jadi aku mohon jangan rusak rencana itu"

🌾🌾🌾

Lumna menghela nafas setelah duduk di bangkunya. Lumna tak peduli dengan semua teman kelasnya yang menatapnya heran bahkan ada yang menatapnya seolah-olah ini adalah saat yang paling ditunggu bagi mereka yang tidak menyukai Lumna.

Sekarang waktu istirahat setelah empat jam pelajaran Budi tadi. Lumna tak melihat Darka di bangkunya.

Tak biasanya Darka keluar kelas saat istirahat dan biasanya selalu mengganggu bekal Lumna.

Lumna pikir mengiyakan permintaan Darka kemarin untuk mengerjakan pekerjaan rumah bersama adalah kesalahan.

Darka sudah terlalu jauh masuk ke dalam kehidupan Lumna, apalagi saat Darka membuka buku diary Lumna yang tidak sengaja terbawa disela-sela buku pelajaran.

Pikirannya kacau tadi malam sampai-sampai dia tidak bisa tidur. Tapi entah kenapa pikiran Lumna selalu tertuju pada Darka, dia rasa Darka yang dia kenal sekarang adalah orang yang sama dengan sosok yang selalu muncul setiap kali dia berusaha mengingat masa lalunya.

Lumna begitu yakin sampai akhirnya dia benar-benar mengatakan itu kepada Darka tadi.

🌾🌾🌾

" Kamu ngapain sih, daritadi nulis-nulis gak jelas?"

Perempuan berparas cantik dengan kulit kuning langsat di depan ku ini hanya menoleh sejenak sambil tersenyum. Mengisyaratkan kalau dia menyuruhku agar diam.

Jarinya kembali menari di atas kertas dihadapannya.

RENCANA HIDUP PUTRI

Itu yang kulihat dibarisan paling atas.

" Kalau nanti aku lupa sama kamu," dia memberikan kertas itu ke aku setelah selesai menulis," Kamu harus maklumin aku."

Aku memandangnya kembali," Kenapa?" tanyaku.

" Kata Bi Atum, suatu saat nanti bisa aja aku lupa semuanya. Jadi kalau nanti aku lupa kamu, kamu harus buat aku ingat sama kamu lagi." jawabnya sambil memperlihatkan deretan giginya.

" Kenapa harus aku?"

" Karena cuma kamu temanku." senyumnya terlihat miris.

" Kalau aku gak bisa buat kamu ingat semuanya gimana?"

Aku ragu dengan sebuah janji. Terlalu takut karena bisa saja aku tidak bisa menepatinya.

" Berarti kamu bukan teman Putri."

🌾🌾🌾

Hidup kadang rumit dengan janji.

Everything [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang