Zen, begitulah teman-teman memanggil namanya. Sebenarnya nama asli cowok blasteran JKT-NYC itu adalah Zayn, tetapi karena kebiasaan teman-temanya yang kadang susah memanggil Zayn akhirnya mengganti dengan Zen. Cowok yg tahun ini berusia 16 tahun dengan tinggi badan 177 cm itu mengenal Anime sejak kelas 3SMP, dikarenakan dicekoki oleh kakak kelas dia yang suangat akrab dengannya. Lama-kelamaan dirinya tertular virus 'Anime Lovers'. Virus itu tidak membuat Zen jatuh sakit hingga nginap di RS, malahan membuat dirinya bersemangat dan selalu kelihatan ceria. Meski begitu, virus AL tidak terlalu memberikan dampak positif untuk dirinya maupun teman-temannya. Salah satu contohnya adalah ketika Zen menonton salah satu video anime di kelas, sering sekali dia berbicara sendiri mengomentari adegan yang ditayangkan di anime itu. Tentu itu membuat teman-temannya merasa terganggu, mereka akan merasa risih bila mendengar celotehan Zen itu. Beruntung Zen punya temen akrab yang bisa kasih dia pencerahan, bisa kasih kesempatan tobat. Yaa, walaupun setelah dia tobat bakal nglakuin hal yang sama beberapa hari kemudian.
Selain itu, Zen bukanlah seorang Hikikomori atau dalam bahasa Indonesia berarti anti sosial. Dia masih memiliki teman walaupun hanya beberapa sosok, dan mereka kadang berpencar. Maksudnya, mereka berada di kelas yang berbeda. Teman Zen yang pertama, yang paling utama, yang paling akrab dan paling Zen sayang---euh, namanya adalah Ricky. Seorang Anime Lovers seperti Zen tapi lebih normal dirinya, Zen mengenal Ricky sejak liburan semester. So, mereka jadi nampak akrab bagaikan air dengan manusia, nggak bisa dipisahin. Sekali kalian coba pisahin mereka, yang ada kalian kena sleding sama Zen. Patut diberi tepuk kaki.
"Ah, aturan mereka nggak nunggu si Titan lari ke tempat itu, kok." Komentar Zen saat istirahat pertama, ia duduk di pojok kelas dan menatap layar Laptopnya, ia kasih nama Lopy.
"Zen, tumben kaga sholat Dhuha." Ricky menghampiri meja Zen, lalu duduk di samping Zen.
"Mmm... Lagi mens gua," jawab Zen tanpa menatap Ricky, alhasil Zen mendapatkan cetakan tangan Ricky di pipinya.
"Ya Allah, tega banget lo nampar gua. Emang dasar cewek rasa cowok, ehh... Cowok rasa cewek!" ucap Zen sambil memegangi pipinya.
"Ya kali lo mens, lo cowok, bro. Impossible kalau kaya gitu tuh," sahut Ricky kesal. Zen tidak menjawab, ia fokus dengan anime. "Woey, gua tinggal sholat, lho! Bodo lah!" lanjut Ricky kemudian beranjak.
"Pergi aja sono, ga usah kembali." ucap Zen lirih dan masih menatap layar Lopy.
Zen dan Ricky berjalan berjejeran menuju mushola di sekolah itu, ekspresi mereka benar-benar 180° berbeda satu sama lain. Ricky berjalan dengan santai dan memasukkan tangannya di saku celana, tatapannya yang menawan mengedari koridor itu. Sedangkan Zen, di pipi kanan dan kirinya terdapat hasil jiplakan tangan alamiah dari seorang titisan Kushina Uzumaki. Mereka berdua berjalan menuju mushola untuk menunaikan sholat Dhuha.
Ketika sampai di tempat wudhu, mereka bertemu dengan seorang AL juga tetapi beda kelas. AL rasa K-Pop, K-Pop rasa AL. Mungkin itu julukan yang tepat untuk teman mereka itu, nama dia adalah Alvino. Sebagian besar orang memanggil cowok itu dengan nama Alvin, tapi ada juga yang memanggilnya Vino. Zen dan Ricky lebih nyaman memanggil Alvin. Alvin ini cowok dari kelas A, akrab sangat dengan Zen dan Ricky, tetapi dirinya agak pendiam. Alvin mengenal Zen sejak masa orientasi, ceritanya waktu itu si Alvin sedang terburu-buru naik tangga menuju kelasnya. Alhasil dia kepleset air yang menggenang karena hujan semalam, Zen datang menolong. Ya, sejak saat itu mereka akrab. Beda kelas bukan penghalang untuk menjalin pertemanan.
"Hai, Al!" sapa Ricky melihat Alvin yang akan wudhu. Alvin menoleh.
"Eeh, hai..." jawab Alvin agak canggung, maklum jarang ngomong dia. Alvin menatap Zen, "kok ada cetakan tangan di wajah Zen?" tanya Alvin kemudian.
YOU ARE READING
Otaku Area
Teen FictionSeorang cowok blasteran JKT-NYC yang sangat menyukai Anime. Kisah bermula ketika ia berusia 16 tahun, ia duduk di kelas X-IPS1 di salah satu SMA yang berdiri di Jakarta. Pada awalnya, kisah ini terasa seperti drama. Namun, di akhirnya... something...