W & X : Resentment

1.4K 193 22
                                    

Resentment

W & X Story


X's

- 5 years ago -

"Itu rasi Orion, sang Pemburu. Gampangnya sih kamu bakal lihat bagian sabuk―yep, tiga bintang berjejer itu."

Mataku memandang ke arah langit yang tumben cerah dan berbintang. Tangan kecil Wiam teracung, jari telunjuknya yang sedikit gemuk mengarah ke atas. Aku menoleh dan melihatnya tersenyum lebar dan ceria, salah satu yang kusuka.

Aku harap kami bisa terus bersahabat dan bersama seperti ini selamanya. Aku baru akan memejamkan mata untuk tidur, namun Wiam berseru.

"Xen! Lihat, ada bintang jatuh!" anak itu bahkan sampai bangkit berdiri, sementara aku menatap langit dan menangkap samar ekor bintang yang ia maksud. Sangat cantik. Belum sempat aku berkomentar, Wiam menoleh, menatapku yang masih berbaring dengan senyum samar di wajahnya. Cahaya bulan membuat kulit pucat Wiam tampak seperti marbel―hampir tak nyata.

Nafasku tercekat. Indah sekali.

"Buat permohonan, Xen," suaranya tetap aku tangkap entah bagaimana. "Dan jangan beritahu siapa-siapa, atau itu nggak akan terwujud."

Harusnya aku dengar nasehat kecil itu selamanya.


- 4 years ago -

"Kamu pernah berharap bakal sama Wiam terus sampai mati?"

Aku mengangguk, menggigit sandwich tuna yang ibu bawakan. Apa sih masalah Bayu? Semua orang pasti ingin selalu bersama sahabat mereka kan? Sialnya, Bayu malah ketawa kencang. Teman satu kelasku itu terbahak sampai keluar air mata. Aku mengernyit. Apa yang salah?

"Xen, kamu nggak sadar itu kedengaran gay banget?" Bayu berkata lebih keras dari yang ia perlukan, membuat beberapa kepala menoleh ke arah kami dan membuatku malu. Tapi Bayu belum selesai. "Kalian pasti homo banget kalau lagi berdua ya kan? Ahaha, Xen, it's freaking hilarious!"

Itu sama sekali tidak lucu. Aku ingin menjerit, tapi hanya bisa mengatupkan bibir rapat-rapat dan meremas sandwich di tangan. Saat itulah Wiam masuk ke dalam kelas, ekspresi riangnya memudar ketika anak-anak menoleh―terutama Bayu―dan tertawa ke arahnya bersama-sama. Manik hitam polos Wiam menatapku, seakan bertanya ada apa dan meminta pertolongan, tapi aku hanya menggigit bibir dan memalingkan wajah karena malu.

Aku berharap aku mati saja.


- 3 years ago -

"Aku menyukaimu."

Kata tabu itu keluar, dan aku terkesiap, menutup mulut dengan tangan dan mengangkat kepala. Terlambat, dia sudah mendengarnya. Wiam menatapku datar dan dingin seperti biasa, seperti yang dia lakukan setahun terakhir, dan itu menyakitkan. Pandanganku mengabur ketika dia memiringkan kepala dan tersenyum.

Bukan jenis yang aku suka, terlebih dalam kondisi seperti ini.

"Aku tahu," sahut Wiam tanpa nada, melangkah lebih dekat sementara aku terpaku dengan lutut lemas. "Kamu kira rumor selama ini nggak sampai di telingaku?"

Aku menggigit bibir. Sejak peristiwa di kelas tahun lalu, aku berusaha menghindari Wiam dan sedikit menyesal. No, scratch that―aku lebih dari menyesal, sampai-sampai aku rasa mati pun nggak akan bisa bikin Wiam memaafkanku. Aku tersiksa ingin kembali seperti dulu, ketika kami masih bersahabat dan kemana-mana bersama. Sekarang aku dan Wiam jalan sendiri-sendiri―dia dengan aura membunuh yang menyeramkan, dan aku yang berusaha untuk jadi invisible selamanya.

alphabets [in ed.]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang