02

4.9K 275 40
                                    

Nama cowok yang baru aku kenal sore tadi adalah Bayu. Usia menjelang tiga puluh. Aku bahkan tahu jika dia akan berulang tahun dua bulan lagi. Tepat pada tanggal yang sama.

Aku tahu karena aku telah membaca identitas resmi yang dia ambilkan di dompet selama kami melakukan perjalanan selama dua puluh menit dengan penuh pertanyaan. Mirip dengan wawancara.

"Nggak apa-apa, nih, kalau kamu ke tempat kerja aku?"

Aku menganggukkan kepala, alih-alih menjawab dengan kata-kata. Maklum, masih jaim. Apalagi dengan orang yang lebih dewasa. Aku tidak yakin bisa berbuat seenak jidat seperti bersama dengan teman-temanku. Apalagi sampai keceplosan dengan mulut tajam yang sudah biasa menempel erat dengan identitasku.

Ngomong irit, tapi sekali ngomong nusuk.

Ada yang punya julukan itu?

Intermezzo, jika kamu punya teman seperti itu, dia adalah sosok yang jujur apa adanya. Sedikit sarkasme, karena itu memang tipe guyonan yang mereka lakukan secara alami. Dan perlu diingat juga, dia itu receh dan sederhana.

"Kamu udah makan?"

"Belum sempet," jawabku.

Dia tersenyum lebar. "Nanti kamu cobain masakan aku, ya. Coba nilai enak apa enggak."

"Mas bisa masak?"

"Lha namanya juga punya usaha warung makan, ya emang harus bisa masak." Dia terkekeh. "Kamu emang tadi ngelamun pas aku bilang aku punya usaha warung makan?"

Tak dapat kupungkiri, aku terkekeh. Namun, aku kembali diam karena Mas Bayu lagi-lagi mengelus kepalaku. Aku kembali deg-degan.

"Kamu lucu kalau ketawa."

Aku tidak menjawab. Namun, ekspresi wajahku mungkin tidak memungkiri jika ada rona malu-malu bajing di sana.

Kami tiba di warung makan yang Mas Bayu punya. Konon, usia usaha dia ini baru jalan satu setengah tahun. Dengan modal tempat bekerja sama dengan tante, dia mulai melakukan usaha sendiri setelah bosan dengan bekerja di bawah kaki orang lain meski punya gaji yang besar.

"Saha eta?" tanya salah satu pegawai yang melihat kami datang bersama-sama. Kuketahui dia bernama Joko dan juga merupakan PLU.

"Degem," jawab Mas Bayu singkat sambil tersenyum lebar. Dia mempersilakan aku untuk duduk di pojokan untuk menunggu, sementara dia masuk ke kamar untuk menaruh tas dan kunci. Tak lama kemudian, dia duduk di depanku sambil tersenyum. "Ngelamunin apa?"

Aku menggeleng. "Mungkin baru capek aja, jadi pikiran kemana-mana."

"Mikirin aku, pasti?" goda Mas Bayu.

"Iya," jawabku yang membuat kami tergelak sebentar.

"Mau minum apa? Teh, jeruk, atau susu?"

Aku tidak berpikir lama untuk mengatakan teh. Secepat pula segelas teh besar yang datang untukku ditemani dengan sebuah senyuman. Aku nggak tahu kenapa orang ini selalu tersenyum. Nggak takut giginya bisa kering gitu, ya?

"Pernah makan nasi bakar? Isinya ayam sama tempe. Terus ada juga bebek sama ayam. Ada ayam kampung sama ayam potong. Lebih suka yang mana?" tanya Mas Bayu.

Aku berpikir sejenak. "Aku nggak milih-milih makanan. Hanya, emang aku nggak makan banyak."

"Oke. Aku ambilin terserah aku, ya? Aku juga belum makan."

Dia berjalan dengan cepat. Bisa dibilang, dia dua kali jalan lebih cepat dari yang kulakukan. Apa yang dia lakukan cepat. Gesit. Dan tak lupa untuk memberikan senyuman ketika kami bertemu pandang. Dan baru kusadari jika mata Mas Bayu bersinar malam ini.

Love Me HarderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang