12. Dia di Dalamku, Kami Bersatu

2.9K 147 40
                                    

Pembaca, aku harap kamu udah punya KTP dan punya kontrol akan syahwat ketika membaca hal ini.

Aku mencoba menulis adegan yang nggak pernah aku tulis sebelumnya. :) Aku harap kalian bijak, ya. TBH aku malu nulis ginian.

Enjoy!

[]

Aku cukup kagum dengan seorang Hasna; cewek yang katanya sedang mendekati Mas Bayu. Dengan pengikut di Instagram sebanyak 20.000 orang lebih, aku hanya sebuah ampas tahu. Postingan Hasna tidak sampai lima puluh yang didominasi dengan banyak aktivitas saat dia muncak di berbagai gunung yang ada di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Berbeda denganku yang lebih suka memosting foto pribadi ketika berada di suatu tempat atau bertemu dengan teman.

"Dia anak hukum, ya? Udah kerja dimana?" tanyaku suatu malam ketika kami menghabiskan malam di sebuah hotel.

Mas Bayu membenarkan. "Dia tapi baru nyari kerjaan, Nong. Ini ditawarin di kecamatan buat apa gitu. Katanya, awal tahun depan dia mulai kerja. Kalau sekarang dia baru bisnis brownies."

Aku tahu, kok. Aku sudah menyelam ke dalam berbagai media sosial untuk menemukan sosok yang sedang menjadi perdebatanku dengan Mas Bayu. Bahkan aku menemukan foto-foto lama.

Hasna sedang berhijrah. Dia mulai menjadi sosok wanita yang sudah siap dengan kehidupan yang lebih serius dan bertanggung jawab antara hidupnya sekarang dan akhirat.

"Dulu dia emang nakal, tapi nggak nakal-nakal kayak cabe. Dia suka kumpul sama cewek-cewek yang populer sewaktu SMK. Sekarang udah berbeda. Kamu lihat, deh, kerudungnya aja sudah tertutup begitu," jelas Mas Bayu.

Aku tertawa dan mencemooh dalam hati. Katanya sudah hijrah, tapi kok masuk ke kamar cowok lain. Ya, meski bukan aurat, tapi dia bersentuhan dan melihat dengan jelas tubuh Mas Bayu. Itu dilarang, bukan sih?

"Kenapa, Nong?"

Alisku bertaut, menyembunyikan segala pikiran jahat akan Husna dengan mengampilkan wajah sok polos. "Emang kenapa?"

"Kok diem? Kamu mikir apa?"

Kukedikkan bahu, "Entah. Cuman kepikiran aja sama dia."

"Kamu cemburu?"

Aku lebih ke arah kecewa dan marah, sih. Cuman, aku menunggu aja penjelasan yang lebih masuk akal untuk membuatku merasa nggak masalah dengan kondisi ini. Aku mau mulai sabar dan melihat kemana arah hubungan kami dibawa.

"Kalau diem berarti cemburu," ujar Mas Bayu yang aku iyakan.

Aku menutup tubuh polosku hingga ke kepala dan membelakangi Mas Bayu yang dari tadi menghadap langit-langit hotel.

"Cemburu itu tanda sayang. Jadi kamu udah sayang sama aku, nih?" goda Mas Bayu.

"Kamu kalau bilang aku nggak sayang sama kamu, itu nggak masuk akal. Aku gini itu hal wajar, kan?" balasku dengan nada sengit.

"Maaf, Nong. Ya gimana lagi, aku juga pingin nikah lagi. Orangtuaku masih pinign aku punya istri dan anak. Dan kalau bisa nggak gagal lagi," ungkap Mas Bayu.

"Kalau orangtua kamu udah tahu, setidaknya mereka udah tahu kalau aku ada apa-apa, 'kan dengan kita?"

Mas Bayu ikut menutup tubuh dengan selimut dan mulai mendekapku dari belakang. Aku sekarang bisa merasakan kemaluan Mas Bayu yang berdenyut-denyut dan panas di pinggangku.

"Nggak ngobrol gini dulu, bisa?" tanya Mas Bayu. "Aku nggak mau berkubang sama cerita masa lalu," ujar Mas Bayu. "Sekarang yang aku pengen itu kamu. Buat apa malam tahun baru udah ke hotel kalau cuman ngomongin hal ini?"

Love Me HarderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang