13. Digaji Pacar Sendiri

2.1K 139 44
                                    

Selamat membaca, wahai teman-teman pembaca!

[]






"Nong, kamu mau ikut jalan-jalan ke Malaysia, nggak?" tanya Mas Bayu di suatu sore.

Seperti biasa, kami berbaring berdua di kamar. Selepas pukul sembilan, kami biasanya berkumpul di sini. Aku tadi juga bantu-bantu kalau sedang ramai. Bahkan, aku sudah hafal harga-harga saking seringnya membantu. Hal ini karena salah satu seorang karyawan dari Mas Bayu tiba-tiba keluar. Dan sekarang, Mas Bayu sedang mencari penggantinya.

"Kok diem?" tanya Mas Bayu lagi.

Aku sedari tadi menatap matanya tanpa kata. "Kamu tahu, kan, kalau aku nggak ada passport. Dan kalau aku ke sana juga butuh dana juga, kan? Kamu tahu gajiku seberapa."

Mas Bayu mencubit pipiku. "Iyaaa. Aku juga ini dadakan, kok. Aku nggak punya banyak uang saku juga ke sana. Aku cuman nemenin Koko di sana."

Aku ber-ooh ria. "Mas Koko emang ada acara apa ke Malaysia segala?"

"Mau ketemu temen-temen dia. Dulu dia TKI, lho. Terus mau survey tempat biar besok kalau jadi guide bisa netepin harga," jelas Mas Bayu.

Koko adalah teman Mas Bayu gay pertama yang aku tahu. Kami bertemu seminggu setelah kami berpacaran. Aku dikenalkan dengan Mak Cik Koko dan seorang lagi yang bernama Setia.

Mereka adalah trio menuju gadun dan Mas Bayu merupakan yang termuda. Setia adalah yang paling tua. Dan di antara mereka, Mas Bayu adalah yang paling tampan dan sudah pernah menikah sendiri. Mungkin juga adalah seorang seme. Dan juga punya tubuh proporsional karena dia pernah gym.

Persamaan dari ketiganya adalah mereka sama-sama punya perut yang sudah membuncit dan pantat yang sudah saingan untuk menentukan siapa yang paling besar.

"Mas Setia nggak ikut?" tanyaku.

"Nggak. Cuman kita berdua aja. Di sana juga ada kenalanku, sih. Aku mau nagih janji sama dia. Dia tuh katanya mau ngasih aku hadiah ulang tahun. Dia nggak bisa ke sini, makanya aku yang ke sana," ujar Mas Bayu.

Aku menganggukkan kepala. "Kamu ultah mau hadiah apa dari aku, Mas?"

"Aku nggak minta apa-apa, Nong. Cukup doanya aja buat semakin sehat dan sukses, terus kita bisa pacaran lama," kata Mas Bayu sambil mengecup punggung tangan kananku. "Kamu nabung, yuk, Nong. Terus kita liburan ke luar negri. Malaysia apa Thailand gitu."

Aku tersenyum. "Nggak janji, ya, Mas. Tapi aku nabung, kok."

"Ngomong-ngomong, kamu kalau mau bantu-bantu aja di sini, Nong. Bantu aku jualan. Aku kasih uang jajan," tawar Mas Bayu. "Kan lumayan, buat nambah-nambah uang jajan kamu."

"Aku ngebantuin kamu itu tulus, Mas. Aku ini pacar kamu, lho. Masa aku dibayar. Emang aku ini karyawan kamu?" tanyaku.

"Ya pokoknya selama aku belum dapet pengganti, kamu bantuin aku dulu, ya," pinta Mas Bayu.

"Kayaknya aku selalu bantuin, deh. Kamu itu yang kalau jam makan kayak gini suka ilangan, deh. Kutahu kalau kamu tuh udah capek pas masak di pagi hari, tapi kan ya... aku juga nggak bakal seratus persen, kan kalau bantuin. Kasihan Mas Bambang juga kalau kerja sendiri," kataku panjang lebar.

Jujur saja, aku juga selama ini ngebantuin aja sering capek kalau pas jam makan malam. Karena orderan itu banyak. Meski kecil tempatnya, tapi antrian yang mau dibawa pulang itu banyak. Masakan Mas Bayu itu enak. Apalagi sambel tomat. Aku yang nggak suka sambel aja suka, kok.

"Apa kamu kerja di sini aja, Nong? Aku bakal gaji kamu sama seperti kerjaanmu yang sekarang."

Aku menolak. "Nggak, Mas. Nggak semudah itu. Aku itu sekarang kunci administrasinya. Aku juga nggak dibolehin keluar, lho."

Love Me HarderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang