Prolog

84 40 28
                                    

"Sebentar lagi,"

Gadis itu mengetukkan jarinya di kursi panjang tepi toko yang sudah tutup, berharap hujan dari sembilan pagi tadi segera reda. Ia menengok kanan-kirinya. Sepi. Suara hujan yang bersahutan membuatnya sedikit merinding, ia tarik jaket kumal sempitnya supaya tidak kedinginan tapi semua orangpun tahu jika jaket kumal itu terlalu kecil untuk menutupi tubuhnya. Jaket biru pemberian bibi Han dari bekas anak gadisnya di kota, mungkin tak bisa dibilang biru lagi karena warnanya mulai pudar memutih. Ia usap lengan kurusnya berharap bisa mengurangi dingin yang menusuk kulitnya. Musim hujan seperti ini benar-benar membuatnya sulit dalam hal jasmani maupun rohani.

"Sebentar lagi," bisiknya kembali

Si gadis menghela napas berat, Tak banyak harapan dari hari ini, ia tak mendapat sepeserpun uang padahal waktu membolosnya dari SMA digunakannya dengan tekat mendapat pundi-pundi uang. Tapi apa hasilnya sekarang? Tidak ada. Mungkin ini karma karena dua kali dia membolos, mungkin ini karma dari pamitnya kepada orangtuanya untuk sekolah malah membolos.

Ia berdiri dari kursi, tanganya terulur menyentuh rintikkan hujan

Srtttt.. byur!

Mobil sedan hitam menabrak genangan air didepannya. Bajunya basah celananya basah. Ia mengusap wajahnya yang juga ikut basah. Demi tuhan ia tidak marah ia hanya butuh uang sekarang untuk membelikan obat ibunya,

Satu tetes

Dua tetes

Gadis itu mulai menangis, tak tahu harus bagaimana lagi. Airmata yang selalu disembunyikannya dari ibu, bapak dan adiknya kini bercucur tak tertahan. Ia ingin bermanfaat, ia ingin berguna, ia ingin bekerja untuk membeli obat bagi ibunya.

Mengapa sesulit ini? Pikirnya menahan sesak.

Ia bukan dari keluarga terpandang ia juga bukan dari keluarga berada, karena itu ia berusaha. Ya, berusaha untuk mengurangi secuil beban orang tuannya. Si gadis memegangi perutnya yang melilit, lapar. Mungkin tadi jika ia tidak membolos sekarang ini ia telah memakan lezatnya masakan ibunya yang bersusah payah memasak untuk anak-anaknya walau dalam keadaan sakit. Tapi bagaimana lagi, jika ia hanya bersekolah ia tak akan berguna, mungkin hanya sebatas nilai yang memuaskan yang ia dapat, tapi uang? Ia tak akan mendapatkannya. Kalau saja nilai pelajaran dapat ditukarkan dengan uang ia akan dengan senang hati belajar sampai matahari terbenam.

Gadis itu kembali duduk, menyandarkan kepalanya pada dinding toko. Air matanya sudah kering. Ia tak ingin berlama-lama bersedih, tak ingin berlama-lama meratapi nasib. Ia bukan tipe orang yang akan mengeluh, ia bukan tipe orang yang akan meraung-raung karena cobaan. Ia gadis desa yang kuat. Ya dia adalah Riska Aulia, gadis tangguh yang tidak tahu kelebihannya sendiri.

Riska memejamkan matanya seperti biasa lalu berkata

"Bismillah" 

Ia mulai melangkah menjauh dari toko karena mentari sudah memamerkan keindahannya kembali.

______________________________________

Hai, aku nggak tau masih ada yang baca atau enggak. Terimakasih buat kalian yang sudah meluangkan buat baca cerita nggak seberapa ini. Aku hiatus lama karena lupa kata sandi T_T

Mulai dari sekarang, dan sebisa mungkin aku bakal lanjutin dan perbaiki cerita ini dari awal.


My LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang