2

48 31 40
                                    

Setelah keluar dari kelas Riska berjalan menuju toilet karena kandung kemihnya memenuh. Saat melewati ruang BK ia mendengar suara berisik, kebetulan ruang BK sendiri berdekatan dengan toilet. Karena kata Pak Sutar, guru BK, agar mudah mengamati anak-anak yang merokok di toilet.

"Lagi-lagi kamu!" Ucap salah seorang guru

"Kamu gak ada bosan-bosanya ya!"

"Ini sudah ke berapa puluh kali Mahesa?!"

Entah masalah apa lagi yang dibuat salah satu siswa SMA Citra Mulia ini, belakangan ini banyak sekali masalah yang menyangkut nama baik sekolah.

***

"Soal nomor lima tadi sumpah sulit banget," Rere dan Riska berjalan beriringan menuju perpustakaan mengembalikan buku paket biologi yang selesai digunakan beberapa menit lalu.

"Yang enzim di pankreas tadi?" Tanya Riska.

"Iya, hari ini bener-bener menguras energi banget, dua kali ulangan! huftt..." Rere menggebungkan pipinya, kesal.

Terkadang guru memang tidak berperasaan karena memberi jatah ulangan bersamaan dengan ulangan-ulangan lainnya. Ini bukan yang pertama kali bahkan jika benar-benar sial dalam sehari para siswa bisa mendapat tiga sampai empat kali ulangan. Tapi sepenuhnya bukan salah guru karena mereka juga manusia, mungkin mereka juga tidak tau jika ulangan harian yang dijadwalkannya bersamaan dengan ulangan yang dijadwalkan guru mata pelajaran lain.

Riska tersenyum simpul terbiasa dengan segala keluhan sahabatnya itu.

"Kamu enak gak belajar udah bisa, lha aku?" Ucap Rere.

Riska yang sedang memasukkan buku ke rak lagi-lagi tersenyum simpul.

Tak berselang lama ada suara gaduh dari luar.

"Apasih?" Tanya Rere, Riska menggeleng. Mereka lalu berlari keluar.

Sesampainya di lapangan Riska dan Rere masuk ke kerumunan siswa-siswi lainnya yang sudah berkumpul entah sejak kapan.

"Bangsat!" Mahesa memukul anak kelas dua belas, Dava namanya. Dava adalah mantan ketua eskul basket yang banyak disegani karena kemahirannya dalam bidang olahraga yang tentunya membawa nama baik sekolah ke jenjang perlombaan.

"Mau lo apa ha?!" Mahesa dengan ganasnya memukul wajah Dava tanpa henti.

Tak ada yang melerai mereka, tidak ada yang berani. Teman-teman Mahesa seperti Tio, Yudho, Steven, dan Rayhan juga hanya diam menonton. Mahesa benar-benar cari mati karena berurusan dengan kakak kelasnya. Hal seperti ini sudah biasa terjadi dan menjadi tontonan gratis bagi penghuni sekolah ini. Entah apa yang ada dipikirkannya. Dava sendiri kewalahan dan hanya pasrah dengan hantaman-hantaman si iblis Mahesa. Sudut bibir Dava sudah robek, wajahnya sudah tak karuan. Mungkin jika lawannya belum mati Mahesa tak akan berhenti. Tapi untung saja dari kejauhan terlihat beberapa guru mendekat.

"Hei Berhenti!" Ucap Pak Dion, guru bagian kesiswaan diikuti dua guru lainnya beserta Pak Sabar, tukang kebun sekolah. Semua terjadi dengan cepat, Dava dilarikan ke rumah sakit dan Mahesa yang dibawa ke ruang BK.

***

"Nggak tau ya sebenernya Mahesa itu manusia mirip setan apa emang setan," Rere menggeleng-gelengkan kepalanya.

Setelah insiden tadi Pak Dion, guru kesiswaan yang juga menjabat sebagai guru kimia itu tidak bisa mengajar karena harus mengurusi 'si bandel' Mahesa, begitu julukkan yang diberika Riska. Suatu kesenangan tersendiri—atau bisa disebut surganya para siswa karena tidak berurusan dengan pelajaran Pak Dion.

"Udahlah yang penting bukan kita yang buat masalah, gak usah urusin orang lain." kata Riska. Riska sendiri sudah bosan dengan segala obrolan tentang satu orang bernama Mahesa. Kalau ngomongin yang baik-baik sih gapapa lha ini buruknya semua, dari tukang bolos, tukang ngrokok, tukang tawur, pokoknya nggak ada baik-baiknya.

"Tapi untung ganteng," celetuk Rere. Ini dia satu kelebihan Mahesa, kadang Riska sendiri muak dengan cewek-cewek di sekolah ini yang entah di tempat parkir, koridor, sampai toilet pun mereka tetap membicarakan betapa rupawannya Mahesa. Rere sendiri pernah curhat ke Riska waktu awal kelas sepuluh dia pernah menyukai Mahesa, mungkin karena dulu Mahesa belum separah ini, walau awal MOS pernah terlibat adu jotos sekali dengan kakak kelas entah gara-gara masalah apa.

Riska sendiri tidak terlalu ambil pusing tentang Mahesa karena dia tidak mengenal Mahesa dan tidak mau tau apapun tentang si bandel itu. Kadang Riska heran juga kenapa Mahesa tidak dikeluarkan dari sekolah padahal jelas-jelas dia pengganggu atau malah pencemar nama baik sekolah.

Riska jadi ingat, dulu secara tak sengaja ia mendengar obrolan kelas sebelah yang membicarakan tentang Mahesa,

"Pantes sih gak ada yang berani, Mahesa anak orang kaya sih." Ucap salah satu siswi.

Mungkin itu penyebab semua orang takut pada Mahesa, entah seberapa berpengaruhnya dia.

My LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang