Riska POV
"Kenapa kamu nggak kasih bukunya langsung?" Rere menaik turunkan alisnya.
"Kamukan tadi mau ke koperasi, sekalian aja kan," kataku. Kelas Kak Rendi memang bersebelahan dengan koperasi, tidak ada salahnya kan kalau aku menitip?
"Eh temenku udah pinter cari alasan ya," ucap Rere dengan senyum menyebalkannya itu.
"Ngaku aja deh kalau cinta," ucap Rere lagi.
Entah apa yang orang-orang pikirkan tentangku dan Kak Rendi, mereka berpikir aku menyukainya? aku memang menyukainya. Siapa yang tidak menyukai Kak Rendi, selain dia mantan OSN Matematika ia juga murid yang disiplin. Selalu berpenampilan rapi dan bersih membuat siapapun enak memandangnya. Tapi untuk cinta? aku tak yakin karena apa yang diketahui tentang gadis berusia tujuhbelas tahun yang tak pernah berdekatan dengan pria?
Brak!
"Ups sorry,"
Aku mendongak melihat siapa yang menyenggol botol air minumku. Kuhela napas panjang lalu beralih menatap bajuku yang basah. Botol air minum yang kuletakkan dimeja tadi menumpahkan isinya sampai kemana-mana. Ayu Pratiwi, ketua kelas sebelas IPA empat. Aku tak tahu apa yang sudah kuperbuat dengannya sehingga dia begitu membenciku. Aku sudah berusaha sebaik mungkin menjadi anggota kelas yang tak berulah tapi mengapa Ayu begitu tidak menyukaiku?
"Apa-apaan sih lo!" Rere tersulut emosinya sementara Ayu dan dua teman yang mengikutinya berjalan tanpa dosa seolah tak terjadi apa-apa.
"Udah Re," kataku memegang salah satu lengan Rere.
***
Jika saat istirahat siswa-siswi akan menghabiskan waktu di kantin berbeda dengan aku dan Rere, kami menghabiskan jam istirahat di kelas. Rere selalu membawa bekal dari rumah entah itu berupa nasi goreng ataupun roti. Sedangkan aku tak terlalu sering membawa bekal karena tak ada yang harus dibawa, kalaupun ada lebih baik kuberikan pada Niana. Terkadang saat Rere memakan bekalnya aku mendatangi perpustakaan. Bukan karena Rere pelit tak mau menawariku tetapi aku yang selalu menolak. Seperti sekarang ini aku berada di perpustakaan. Selalu seperti ini, sepi. Remaja sekarang lebih senang membaca HP daripada membaca buku. Kadang terpikir olehku untuk apa poster dua kali empat meter yang ditempel dengan tulisan besar Budayakan Membaca Buku. Apa hanya untuk hiasan?
Aku mencari buku yang belum selesai kubaca kemarin, mengapa tak kupinjam? jawabannya karena aku tak mau ganti rugi buku yang kupinjam basah karena air hujan. Tasku bukan tas bermerek anti air atau tas yang memiliki pelindung plastiknya saat hujan. Tasku hanya tas batik yang dijahit bibi Han dari sisa kain jahitan.
"Bu Yuni lihat buku judulnya Senja Bersedih nggak?" tanyaku pada Bu Yuni penjaga perpustakaan.
"Bentar ya.." Bu Yuni mengambil kacamatanya lalu memeriksa daftar pinjam buku.
"Oh, buku itu dipinjem baru aja, tadi ada salah satu siswa minjem buku itu, limabelas menit lalu kayaknya."
Padahal buku itu sudah kuselipkan di rak paling pojok. Buku yang menceritakan perjalanan seorang gadis miskin bernama Senja yang berusaha mengubah hidupnya.
"Yaudah bu, makasih." Aku berjalan keluar dari perpustakaan. Siapapun yang meminjamnya, semoga buku itu segera dikembalikan.
Brukk!
Aku terjatuh dengan posisi terjungkal sambil memegang kepalaku yang kuyakini tertubruk kepala orang didepanku. Aku mendongak, seorang gadis berkacamata dengan kucir kudanya.
"Ma—maaf kak!" kata gadis yang bername tag Lia. Ia membantuku berdiri lalu mengumpulkan barang-barang yang berserakan karena menubrukku. Akupun membantunya karena sepenuhnya bukan salah Lia karena aku juga kurang hati-hati tadi. Tiba-tiba handphone milik Lia berbunyi, buru-buru dia mengangkatnya.
"Iya hallo aku bentar lagi ke gerbang mah,"
"Kak bisa minta tolong anterin ini ke UKS? pliss ya kak, aku tadi ditelpon mama sekarang mama udah ada di depan sekolah jemput aku karena ada acara keluaraga mendadak." Jelas Lia.
"Eh—"
Belum sempat aku menjawab Lia sudah menyerahkan kardus yang sekarang kutau berisi obat-obatan dan peralatan kesehatan lainnya.
"Makasih kak!" katanya berlari menjauh.
UKS terletak di paling pojok kanan sekolah tepat di depan perpustakaan sehingga memudahkanku karena tidak harus berjalan jauh dengan membawa barang yang lumayan berat ini. Aku harus cepat karena lima menit lagi bel penanda istirahat telah selesai akan berbunyi. Aku menaiki undakkan tangga yang berhubungan langsung dengan pintu UKS. Kubuka pintu dengan tangan kiriku sementara tangan kananku memegang kardus dengan badan sedikit membungkuk,
"Aaaa!" aku memekik. Suara pekikanku membuat dua remaja yang berada di kasur terkejut atas kehadiranku.
Bagaimana ekspresimu saat tau remaja berbeda kelamin berduaan di kasur dengan dua kancing kemeja si cowok terbuka sementara dua lengan si cewek bergelantung mesra di leher si cowok? apalagi dengan suasana sepi yang mendukung.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Life
Teen FictionCerita ini murni buatan sendiri. Apabila ada kesamaan nama, tempat dan alamat mohon pemaklumannya. EYD berantakkan √ Banyak kata-kata bercelemotan √ Langsung ke prolog aja ^_^