Game Over.

830 51 14
                                    

Dan begitulah kisah mereka berlanjut di sebuah bukit yang tak berpenghuni. Menyilakan angin yang sepoi lirih meniup rambut mereka. Membawa rasa di hati mereka yang tak terucap, namun terasa di keduanya. Hari itu adalah hari yang membingungkan, bukan untuk Sehun saja, namun bagi Jongin. Lelaki tan itu tak habis pikir, sehabis melampiaskan emosinya kemarin hari, akal sehatnya tak kunjung kembali. Ia butuh si pelipur hati, yang selama ini selalu menari-nari di pikirannya. Pucuk dicinta ulam pun tiba, hendak menenangkan pikirannya di kedai kopi, ia malah bertemu Sehun. Tuhan memang sangat baik.

Keduanya duduk di bawah pohon yang rindang, mengamati segala sesuatunya dari atas bukit. Bunga-bunga yang gugur, suasana yang sejuk, dan suara burung-burung yang berada di sekitar mereka kini semakin terasa keberadaannya. Eksistensi inilah yang terasa apabila kau benar-benar berada di zona canggung.

"Maafkan aku" Ujaran lirih Sehun keluar dari bibir merah mudanya. Jongin yang sangat jelas mendengar itu menjadi merasa bersalah. Tentu saja ia menyadari bahwa amarahnya lampau hari bukanlah salah dari siapa pun jua. Hanyalah salah ia seorang, yang cepat menyimpulkan sesuatu. Mendengar perminta maafan dari si teruna membuat hatinya terusik.

"Memang kau tahu salahmu di mana?" Tanya Jongin, menenggak ludahnya.

Dengan lugunya, pria jangkung itu menggeleng, pikirnya ia telah berbuat salah yang besar, tidak penting apakah ia mengetahui kesalahannya apa pada Jongin, yang jelas pastilah ada sangkut pautnya dengan dirinya.

"Salahmu aku menjadi berubah seperti ini, salahmu aku tak pernah bisa berkonsentrasi, salahmu aku menjadi meragukan diriku sendiri"

Ucapan Jongin sangat kaya akan sarat, namun sekiranya Sehun masih belum mengerti bagaimana memaknainya. Ia tak mau disangka terlalu percaya diri atau bagaimana mendengar Jongin seperti yang ia lakukan pertama kali saat reuni. Intinya, Sehun sudah tak mau melakukan hal bodoh dan beresiko seperti itu. Beresiko kehilangan pujaannya.

Jongin merasa kacau. Bagaikan telah diterpa angin beliung layaknya, ia menjadi semrawut seperti ini. Namun di sisi lain ia merasa lega bukan main telah menyatakan rasa yang ia pendam. Jiwanya ingin ia berteriak sekeras mungkin, menyerukan nama Sehun.

Di kala sunyi meradang di antara mereka, lelaki berseragam itu menarik dirinya supaya lebih dekat dengan pria di sebelahnya. Ia mengayunkan tangannya, berpindah ke dagu lancip milik Sehun. Jongin sudah tak memikirkan perasaan Chanyeol lagi, dirinya sudah masuk dalam lautan nafsunya. Jempolnya sedikit ia usapkan di dagu Sehun, lalu menariknya untuk mendekati bibir miliknya.

Katakan ini bukan mimpi. Itulah harapan si pria yang menggenggam erat ujung baju miliknya. Sungguh, jikalau ini mimpi, ia akan terbangun dalam rasa kekecewaan yang mendalam. Namun tunggu, bibir Jongin kali ini terasa sangat nyata? Sangat lembut dan kenyal, membuatnya ingin mencumu Jongin balik, ini tak terasa seperti mimpi. Tuhan, Sehun benar-benar tak mau bangun dari mimpi ini.

Tangan Sehun meraih tengkuk Jongin, memperdalam ciuman mereka. Tak butuh waktu lama, Sehun sudah berhasil mendominasi permainan yang dimulai oleh Jongin. Pagutan demi pagutan sepertinya rasa di antara mereka semakin dalam.

Jongin tak menyangka bahwa Sehun adalah pencium yang andal.

Penutup kisah di sore hari itu, kedua pecinta sepertinya telah menemukan pelabuhannya. Namun apa benar kapal mereka akan berjalan baik-baik saja? Akan adakah ombak yang akan mengganggu? Tentu saja. Manusia selalu berkembang karena adanya cobaan. Begitu pula dengan tali kasih, tentunya akan semakin kuat jika menghadapi masalah.

**

Sudah seminggu sejak kejadian hari itu, seminggu juga Jongin absen masuk kelas. Sehun tak mendengar kabar apapun tentang pria itu dari kejadian sore itu. Beribu pertanyaan menghujam dirinya. Apa ia jijik denganku? Apa ia menyesali perbuatannya sore itu? Pertanyaan yang mematikan itu mengganggu Sehun yang terlalu banyak berpikir. Jiwanya tak tenang. Entahlah. Pesannya sama sekali tak pernah terbalas, panggilannya tak pernah sampai. Ia sudah bertanya-tanya ke Chanyeol, teman satu klub basket Jongin, semuanya, namun tak ada yang benar-benar mengetahui keberadaanya. Semua ini sungguh terlalu menyakitkan bagi Sehun. Chanyeol yang mengetahui bahwa Sehun memang ada apa-apa dengan Jongin hanya bisa menghiburnya, walaupun hatinya juga terseret teriris. Bukan karena Jongin, melainkan karena Sehun yang terus menerus menangisi sahabatnya.

"Mau berkunjung ke rumahnya?"

"Iya" Sehun menjawab pasti tawaran Chanyeol. Pria di hadapannya itu lalu menyilakan supaya Sehun duduk di belakangnya, lantas mengemudikan motornya dengan cepat menuju kediaman keluarga Kim.

Chanyeol kini tak berharap banyak mengetahui pujaan yang diindah-indahkannya ternyata menyukai sahabatnya sendiri. Sama seperti yang Jongin dulu rasakan. Ingatan Chanyeol terlempar saat ia, Jongin, Sehun, dan Luhan yang berencana refreshing bersama-sama. Sebelumnya, Luhan sudah mewanti-wantinya supaya nanti ia dan Luhan akan meninggalkan Kai dan Sehun berdua. Kata Luhan, mereka berdua ada masalah, dan ia harus meninggalkan keduanya agar mereka bisa berdamai. Tentu saja Chanyeol menurutinya, tanpa mencium sesuatu yang mencurigakan. Ternyata.

Nyonya Kim keluar ketika Chanyeol tampil di muka pintu rumahnya. Matanya jelas menyiratkan rasa lelah yang luar biasa, lingkaran hitam menghiasi kedua tepi netranya. Tanpa mengeluarkan sepatah kata, tangannya yang menggeligis menyerahkan sepucuk kertas kea rah Chanyeol. Beliau lalu hilang kembali dengan ditutupnya pintu rumahnya. Sepertinya ia benar-benar tak mau diganggu. Mungkin ada sesuatu yang ia sama sekali tak tahu kenapa. Mungkin ia sedang megkhawatirkan kondisi saat ini. Dan masih banyak mungkin lain yang terpikir oleh Sehun.

"Namamu ada di sini" Chanyeol menyerahkan secarik kertas itu kepada Sehun. Matanya juga terpaut sedih sekarang. "Coba kau baca"

Sehun, dengan tangannya yang gemetar, menerima surat tersebut. Ia menarik nafas kuat sebelum membuka lipatan kertas itu. Tertulis nama ia sendiri di depan.

Halo, ini aku

Jika kau membaca surat ini, pasti aku sudah beberapa hari menghilang dari hadapanmu

Apa kau mengkhawatirkanku? Apa kau mencemaskan diriku?

Kasihku, aku minta maaf sebesar-besarnya padamu

Kali ini hidup tak membuatku menentukan pilihan yang mudah

Untukku, untuk kita

Ada beberapa alasan mengapa aku menghilang

Namun jangan khawatir! Aku baik-baik saja

Jangan sekali-kali ka berpikir bahwa aku tidak menyukaimu. Sama sekali salah.

Hanya saja kini aku butuh waktu untuk menerima semuanya. Aku tak mau menyakiti hati orang lain.

Chanyeol mencintaimu, buka matamu

Air mata lolos menetes mengalir di pipi pria berkulit susu itu. Ia menangis. Menyesali semuanya. Menyesal karena masih ada kata dalam hatinya yang belum sampai ke telinga Jongin. Kesal karena takdir begitu cepat memisahkan mereka. Geram karena adanya bisikan yang membuat Jongin memutuskan untuk meninggalkannya sendiri.

Ia segera memeluk Chanyeol, bermaksud meminta maaf untuk ketidak pekaannya atas si adam. Hatinya begitu tercabik-cabik, sungguh. Pria yang lebih tinggi darinya itu balas memeluknya, sedikit bingung atas apa yang terjadi. Tangannya yang besar membelai lembut rambut Sehun, menenangkannya. Dekapannya yang hangat cukup membuat emosi si teruna stabil. Setidaknya untuk saat ini.

Ketidaktahuan kedua pecinta itu banyak menggugurkan harapan. Mereka hanya berbisik, belum saling berbicara dari hati ke hati. Mereka belum saling mengenal satu sama lain. Jika hanya saja merea lebih berani untuk melangkah ke depan. Jika hanya.

'Mencintai bukan hanya perkara memiliki, kan?'

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 07, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ignorance [KaiHun Fanfic]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang