Hari Senin pekan berikutnya diawali Terra dengan semangat yang telah kembali pulih. Dia hadir lebih pagi dari biasanya tanpa dijemput Rendra. Meskipun tidak ngobrol dengan beberapa orang seperti biasanya, Terra ngobrol ringan dengan Meisa.
"Bangun kesiangan ya Mei?"
"Apa? Kok tahu, sih?"
"Kelihatan kali Mei, kamu belum sempat pakai make-up."
"Ih, sialan. Tau aja sih, Ra." Dengus Meisa.
"Tapi bawa kan?"
"Bawa dong, wajib banget. Udah jadi bagian dari hidup nih. Hahahaha. Eh tapi ngomong-ngomong, tumben Ra kamu dateng lebih pagi dari biasanya? Ada sesuatu yang mau dikerjain?"
"Hm, kind of, Mei. Tapi santai sih, nggak buru-buru harus cepat selesai."
"Apaan sih Ra? Malah bikin penasaran aja."
"Dalam waktu dekat aku infoin, Mei. Sabar ya?"
Lalu benar saja, hanya selang dua minggu sejak obrolan pagi hari Terra dan Meisa, satu divisi Terra menjadi gempar. Terra mengajukan surat pengunduran diri segera setelah proyek pekerjaan terakhirnya telah diselesaikan dengan hasil yang baik. Manajer Terra, yaitu Bu Linda sangat terkejut ketika mendapat kabar dari HR.
"Terra, saya dengar kamu mengajukan pengunduran diri. Ada apa? Bukankah proyek kamu selalu berjalan dan berhasil dengan baik? Ada sesuatu yang kurang?" todong Bu Linda saat masuk istirahat siang.
"Tidak ada yang kurang, Bu. Saya senang dan bersyukur saya dapat bekerja dengan baik di sini. Saya bangga dengan tim ini, tim di bawah Ibu. Sungguh tidak ada yang kurang." Jawab Terra sopan dan moderat, tidak ingin terdengar selengekan di depan Bu Linda.
"Begitu, baik kalau begitu. Lalu ada rencana mau ke mana setelah dari sini, Ra?" tanya Bu Linda, iseng.
"Belum ada rencana mau kemana-mana, Bu. Doakan saja yang terbaik ya, Bu." Jawab Terra, tidak ingin ada seorangpun yang mengetahui rencana kepergiannya.
"Saya kira kamu sudah dipinang oleh perusahaan lain, Terra. Ternyata belum ya?"
"Belum, Bu, saya juga tidak ingin bergerak diam-diam sebelum keluar kok, Bu."
"Baiklah Terra, mudah-mudahan kamu sukses selalu ya, tercapai apa yang kamu inginkan. Berkabar ya dengan kita-kita, jangan langsung putus hubungan." Pungkas Bu Linda dengan senyum hangat.
Tidak semua respon sehangat respon Bu Linda, meskipun tetap saja terkejut pada awalnya. Meisa, teman kerja terdekatnya, mempertanyakan keputusan Terra setiap harinya. Beragam nada digunakan, mulai nada sedih, marah, heran, dan kerapkali menentang keputusan Terra.
"Kenapa Ra? Kenapa harus resign sekarang? Kamu sudah diterima bekerja di tempat lain? Nggak kan? Atau kamu mau berbisnis? Atau apa? Aku sungguh tidak paham dengan keputusanmu, Ra." Cecar Meisa ketika mendengar kabar tersebut untuk pertama kalinya.
"Kenapa ya, Mei? Kalau ditanya kenapa, aku bingung juga untuk menjawabnya. Memang aku belum berencana untuk pindah ke tempat lain. Di sini pun aku tidak pernah ada permasalahan yang berarti. Berpikir untuk bisnis juga belum. Entahlah. Hanya ingin melakukan sesuatu yang lain, sih."
"Itu dia, itu yang membuatku nggak paham sama sekali. Apa yang kamu pertaruhkan, Ra? Atau jangan-jangan kamu sudah putus dari Rendra dan berencana menikah dengan bule? Tinggal di luar negeri?" Meisa semakin berpikir terlalu jauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sentiero
ChickLitSetiap cerita dalam kehidupan seseorang akan melalui sebuah jalan yang mungkin berlainan. Sebuah perjalanan, perjalanan yang sebenarnya, dilakukan oleh umat manusia untuk mengisi cerita kehidupannya. Terra, 27 tahun, akan melakukan perjalanan pertam...