Bagian 2

4 0 0
                                    

Akhir-akhir ini ada beberapa hal yang mengganjal di hati Terra. Awalnya dipicu oleh suasana hati yang kurang baik karena apapun yang dicapai Terra hingga saat ini tidak pernah memberikan rasa senang, puas, maupun bahagia. Terra berusaha sekuat tenaga untuk menepis perasaan-perasaan tamak tersebut. Terra memiliki segalanya, keluarga yang baik, perhatian, dan menyayanginya, teman-teman, Rendra, karir yang baik, kehidupan ekonomi dan sosial yang baik. Tapi semakin ditepis, rasa tamak dan haus akan kebahagiaan yang belum 100% tersebut justru semakin kuat.

Terra mulai mengikuti kelas yoga, yang dia rasa mampu untuk membantu mengatasi perasaan-perasaan tidak nyaman yang selama ini dia rasakan. Tiga minggu berlalu, namun perasaan itu masih terus mengikutinya. Sejauh ini Terra belum menceritakan hal tersebut kepada siapapun, dia takut membuat orang lain di sekitarnya menjadi khawatir.

Sampai kemudian hampir dua bulan lamanya Terra menahan perasaan tersebut, dia menelepon mamanya.

"Halo, Ma."

"Halo, Nak. Apa kabar?"

"Secara fisik aku sehat, Ma. Tapi secara batin sedang ada yang mengganjal, dan bikin aku gelisah. Makanya aku telepon Mama."

"Apapun yang ingin kamu ceritakan, Mama akan berusaha membantu."

"Jadi gini Ma, sudah hampir dua bulan ini perasaanku tidak pernah nyaman. Semua yang aku usahakan dan aku dapatkan tidak pernah membuatku puas. Aku masih haus akan sesuatu, Ma. Tapi aku sama sekali tidak mendapatkan pencerahan ini tentang apa."

"Hm, Mama rasa kamu sedang bosan atau stuck nggak tahu harus apa, ingin melakukan sesuatu yang berbeda. Betul nggak tebakan Mama?"

"Kurang lebih seperti itu, Ma. Tapi kalau dibilang melakukan sesuatu yang berbeda aku juga nggak tahu apa itu. Hanya saja, semua yang pernah aku lalui belum bisa membuat jiwaku penuh, Ma. Aduh, sebenarnya aku ini mau ngomong arahnya ke mana sih?"

"Setahu Mama dulu kamu punya kegemaran menggambar, kamu masih suka menggambar kan, Ra? Mungkin kalau kamu tekuni bisa membantu." Saran Mama Terra.

"Masih, Ma, hanya saja nggak bisa rutin, kadang-kadang saja."

"Nah, coba kamu tekuni. Atau bisa juga ambil kelas menggambar atau melukis."

"Hmm, oke, Ma. Aku coba ya. Terima kasih Ma, sudah mau mendengarkan."

"Mama harap ini nggak berlangsung lama dan kamu kembali seperti sedia kala."

"Iya, Ma."

Kelas melukis yang diambil Terra sejak dua minggu yang lalu ternyata tidak cukup membantu. Sebuah pengalaman baru memang, tapi tidak cukup untuk menjawab kegelisahan Terra. Pada akhirnya, Terra justru mengunggah hasil karyanya ke akun media sosial miliknya dengan caption yang membuat teman-temannya bertanya apa yang telah terjadi padanya.

Salah satu yang membuat teman-temannya tercengang adalah unggahan Terra yang menggambarkan sesosok orang yang tidak terlalu jelas karena hanya berupa siluet yang membelakangi gambaran kobaran api. Caption yang dia tulis cukup mengagetkan, "burn it all" dengan emotikon api.

Semua orang yang mengetahui unggahan tersebut langsung berebut menanyakan langsung ke si empunya gambar dan akun. Semuanya hanya dijawab dengan ringkas dengan jawaban "Hmm, apa ya? Silakan diartikan sendiri yah."

Flo, sahabatnya yang mengetahui unggahan tersebut langsung menelepon Terra malam-malam. Dia menghujani Terra dengan pertanyaan-pertanyaan yang caring sekaligus annoying bagi Terra. Terra yang malas menanggapi hujan pertanyaan hanya meng-iya-kan tanpa membantah apapun. Kalimat terakhir yang diucapkan Terra pun cukup mengejutkan bagi Flo, "Sorry, Flo, bukannya aku enggak menghargai usahamu atau usaha siapapun untuk menyelesaikan "masalah"ku. Tapi literally masukan dari kalian semua memang tidak ada yang membantu sama sekali. Aku perlu mencari tahu sendiri."

Flo tercekat, tidak menyangka sahabatnya yang sudah dikenalnya sejak lama akan berperilaku seperti ini. Denial. Flo merasa tidak berguna dan kecewa. Akhirnya setelah keduanya terdiam selama beberapa saat, Flo hanya mengucapkan, "Okay, Ra, good luck. Aku hanya bisa mendukungmu apapun langkah terbaik yang akan kamu ambil. Telepon aku jika kamu butuh telinga."

***

Akhir pekan yang dinantikan Rendra untuk bisa menghabiskan waktu berdua dengan Terra akhirnya tiba. Namun Rendra harus dikecewakan karena Terra tidak segera membalas pesan maupun mengangkat teleponnya sejak semalam. Akhirnya Rendra memutuskan untuk mendatangi apartemen Terra. Tidak berselang lama setelah Rendra memencet bel, pintu terbuka. Terra kusut, rambut berantakan, bahkan masih memakai piyama.

"Hai,"

"Kamu baru bangun tidur? Jam segini? Atau kamu nggak enak badan?"

"Uh huh. Masuk, Ndra."

"Kamu ngejawab yang mana sih? Are you okay, Ra?" timpal Rendra sembari mengikuti Terra ke sofa.

"Ndra, kayaknya aku gila deh." Balas Terra sembari rebahan di sofa.

Secara refleks Rendra langsung meraih jidat Terra.

"Tapi kamu nggak panas, Ra. Sebenarnya ada apa sih? Beberapa waktu terakhir kamu bertingkah nggak seperti biasanya. Tapi jangan bilang begini lagi 'aku juga nggak tau, aku merasa nggak puas dengan apa yang aku capai hingga saat ini, jiwaku kosong, Ndra'."

"Percuma, Ndra. Itu jawabanku kalau kamu tanya begitu lagi."

"Kamu mau bantuan profesional?"

"Nggak, aku butuh jawaban yang lain. Sesuatu yang lain yang harus kulakukan untuk mengakhiri semua ini, Ndra."

"Kamu udah coba melakukan apa saja, Ra? Selain yoga dan melukis?"

"Nggak ada."

"Kalau gitu hari ini kita nonton gimana? Terus makan sesuatu yang baru, atau kamu mau belanja sesuatu? Atau ke pameran seni? Atau apa Ra, please bilang."

"Temani aku makan nasi goreng, Ndra. Habis itu kamu pulang saja. Aku mau sendiri hari ini."

"Oke kalau itu mau kamu. Kamu tinggal bilang, telepon, atau apapun jika kamu butuh sesuatu ya, Ra. Please jangan diemin aku, ya?" Bujuk Rendra.

"Ya, aku mandi dan bersiap dulu, ya."

***

Namun tidak butuh waktu yang lama bagi Terra untuk mengacaukan semuanya. Hubungannya dengan orangtuanya semakin memburuk, Mamanya semakin cerewet, Terra semakin menghindar. Hubungan dengan rekan sekantornya juga mengalami masalah, Terra semakin cuek. Hubungannya dengan Rendra juga tidak mampu mengeluarkan Terra dari permasalahan dirinya. Rendra semakin bingung tidak tahu harus berbuat apa, Terra semakin menjauh dan tidak peduli.

SentieroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang