Bagian 8

4 0 0
                                    

Hari sudah cukup petang saat Terra diantarkan oleh pemilik warung makan ke rumah kepala desa. Terra sudah sangat lelah karena menyetir seharian, ditambah lagi harus berjalan kaki cukup jauh untuk menuju kawasan pedesaan. Rumah kepala desa terletak di pinggir jalan antara jalan besar dengan jalan kecil yang masuk menuju daerah yang lebih dalam lagi. Rumah kepala desa tampak sejuk karena ada beberapa pohon yang rimbun dan tanaman hijau yang dirawat dengan baik di depan rumahnya.

"Permisi, Pak Kades, Bu Kades." Sapa pemilik warung yang sampai detik itu bahkan Terra tidak menanyakan namanya.

Pintu yang tidak tertutup membuat Bu Kades yang sedang di ruang tengah langsung menghambur ke depan dan membuka pintu dengan lebih lebar. "Ya, eh Bu Anik, ada perlu apa ya, Bu? Mari masuk dulu." Sambut Bu Kades dengan gestur yang sopan dan pembawaan yang ramah.

Setelah dipersilakan masuk dan duduk, Bu Anik yang merupakan pemilik warung makan membuka percakapan. "Jadi begini Bu Kades, ini ada anak dari kota, mobilnya mogok sebelum masuk daerah pedesaan sini. Tadi kami sudah ke rumah Pak Udin, tapi ternyata Pak Udin pulang kampung ke tempat istrinya. Lalu saya ingat ada tamunya Bu Kades yang membawa mobil, barangkali bisa membantu." Terang Bu Anik panjang lebar.

"Ah, saya Terra, Bu." Sambung Terra memperkenalkan diri sambil menjabat tangan Bu Kades.

"Saya Ratih, tapi kalau orang-orang sini memanggil saya Bu Kades." Balas Bu Kades sambil membalas jabatan tangan Terra. "Lalu memang benar, ada tamu saya yang membawa kendaraan sendiri. Tapi saat ini dia belum kembali, biasanya ya sebentar lagi sampai. Lalu Bu Anik, terima kasih sudah membawa Terra ke sini, kasihan datang jauh-jauh dan mobilnya mogok. Apalagi ternyata Pak Udin tidak di tempat."

"Sama-sama Bu Kades, kalau begitu saya pamit ya Bu, Mbak Terra. Warung saya tidak mungkin saya tinggal lebih lama." Tutup Bu Anik.

"Terima kasih banyak atas bantuannya, Bu Anik." Timpal Terra sambil menjabat tangan Bu Anik.

Lalu setelah Bu Anik berpamitan, Bu Kades menawarkan Terra untuk mandi dan beristirahat sambil menunggu tamu yang dimaksud. "Tapi pakaian dan barang-barang saya masih di mobil saya, Bu."

"Tidak apa-apa, nanti pakai baju anak saya saja. Anak-anak saya tiga orang merantau semua, dua sudah bekerja, satu masih kuliah. Jadi tenang saja, nanti Terra bisa pakai kamar anak saya untuk menginap."

"Tapi apa tidak apa-apa Bu? Maksudnya, saya kan orang asing."

"Si Rekta, tamu saya itu juga orang asing, kok. Lagipula di sini sudah biasa ada tamu-tamu yang menginap karena jumlah penginapan yang ada di lokasi wisata tidak banyak. Sebenarnya ada beberapa tetangga yang membuka homestay, tapi daripada Terra menginap di sana, repot jika nanti harus berkomunikasi dengan Rekta."

"Baik, terima kasih banyak, Bu Kades. Saya akan merepotkan Ibu malam ini." Balas Terra dengan sopan.

"Ya, tidak apa-apa. Silakan mandi dulu, saya siapkan handuk dan baju ganti di meja dekat kamar mandi, ya."

"Terima kasih, Bu."

Setelah selesai mandi, Terra meraba meja di dekat pintu kamar mandi, handuk dan baju ganti yang dijanjikan sudah disiapkan. Kaos milik anak perempuan Bu Kades dirasa terlalu ketat untuknya, sebenarnya celana tidurnya juga, namun akan lebih nyaman apabila ada kaos yang lebih lebar. Lalu ketika Terra minta tolong untuk menggantinya dengan ukuran yang lebih besar, Bu Kades memberikan kaos milik anak laki-lakinya.

Terra dan Bu Kades ngobrol di meja makan sambil menyesap teh panas yang dibuatnya sendiri. "Pokoknya anggap rumah sendiri ya, Ra. Kalau mau minum teh, kopi, cari sendiri di rak yang tadi itu. Masak juga masak sendiri jika memiliki selera tertentu, tapi kalau gasnya habis ya diisi sendiri. Segala macam keperluan sehari-hari ada di warung besar milik Bu Yus di jalan depan sebelum belok ke sini. Tapi kalau mau cari minimarket tidak ada ya." Terang Bu Kades sambil terkekeh, memperlihatkan garis-garis halus di ujung bibir dan sudut-sudut matanya.

SentieroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang