Terra menikmati udara pagi itu dengan membuka jendela van, kendaraan belum banyak yang melintas. Tidak biasanya Terra sudah keluar apartemen pada jam sepagi itu. Biasanya Terra langsung disambut oleh deretan mobil yang akan berangkat menuju tempat kerjanya masing-masing, macet, dan sesak. Hati Terra saat ini berbunga-bunga sekaligus berdebar-debar. Akan seperti apakah perjalanan yang ada di depannya? Terra hanya berharap tidak akan ada masalah besar yang menimpanya.
Setelah keluar dari tol, Terra menyusuri jalan raya yang tidak terlalu ramai. Dia hanya membiarkan perjalanannya mengalir begitu saja, tidak peduli arah. Lalu sekitar empat jam kemudian, Terra menepikan van-nya di SPBU untuk mendinginkan mesin dan beristirahat sejenak. Tidak lupa Terra mengecek bahan bakar dan mengisinya sebelum benar-benar kehabisan.
"Mas, saya mau tanya, kalau jalan terus ke selatan ini menuju daerah mana ya?" tanya Terra kepada petugas SPBU.
"Arah-arah ke sana sih daerah D, Mbak. Agak pinggiran. Kalau mau ke arah kota ya ke utara atau kalau Mbak mau lewat selatan, nanti Mbak lihat papan jalan lagi, yang belok ke kiri itu juga menuju kota, kota M, tapi ya masih sekitar satu setengah jam lagi." Terang petugas SPBU panjang lebar.
"Saya nggak nyari kota kok, Mas."
"Memangnya Mbak mau ke mana? Mungkin bisa saya bantu kasih arahan."
"Daerah yang agak sunyi dan sejuk, yang agak pinggiran gitu Mas, yang adhem."
"Ooh, Mbak mau berlibur ya? Kalau begitu sudah benar ke selatan saja, ke daerah D. Ada lokasi wisata alam juga kok Mbak di sana. Bagus dan sejuk."
"Siap, Mas. Terima kasih atas informasinya, ya."
"Sama-sama, Mbak. Hanya saja kalau boleh saya tambahkan, penginapan di daerah situ tidak banyak. Ya meskipun bukan musim liburan, tetap saja takutnya penginapan penuh. Lebih baik Mbak pesan dulu sebelumnya."
"Iya Mas, terima kasih lagi, pokoknya saya jalan dulu saja ke sana deh."
Terra memacu van-nya perlahan sambil menikmati perjalanan yang semakin jauh semakin sepi. Memang benar menurut penjelasan petugas SPBU tadi, arah selatan memang menuju ke daerah yang agak pinggiran. Saat itu sudah menjelang tengah hari, namun Terra tidak merasakan hawa panas seperti yang dia rasakan saat di kota besar. Lalu tiba-tiba Terra merasa lapar. Sembari terus memacu kendaraannya, mata Terra sibuk mencari tempat makan. Sebenarnya ada beberapa tempat makan sederhana yang sudah dilewati, namun entah kenapa Terra kurang berselera.
Lalu matanya tertuju pada plang tulisan "Nasi Soto Barokah" dan tanpa berpikir panjang Terra membelokkan van-nya memasuki halaman warung nasi soto tersebut. Terra bersyukur bahwa soto memang dimiliki oleh setiap daerah di Indonesia meskipun dengan penyajian yang beragam sesuai khas daerah masing-masing. Menu soto dirasa Terra sebagai menu yang universal.
"Permisi Bu, soto ayam satu dan teh panas ya, Bu." Terra masuk dan langsung memesan soto setelah memarkir van sedemikian rupa di halaman yang tidak lebar tersebut.
"Baik, tunggu sebentar ya, Mbak." Jawab si ibu penjual soto.
Tidak sampai lima menit, soto ayam dengan kuah yang masih mengepulkan asap dan satu gelas besar teh panas diantarkan oleh si ibu penjual soto. "Terima kasih, Bu." Ucap Terra sambil tersenyum lebar, tak sanggup menahan lapar karena aroma wangi soto di hadapannya.
"Sama-sama Mbak, selamat menikmati." Tambah si ibu sopan.
Terra makan dengan lahap dan menambahkan satu tusuk sate telur puyuh dan satu tusuk sate kerang. Tak sampai sepuluh menit, soto ayam dan satu gelas besar teh panas telah ludes. Terra berkeringat namun merasa berbahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sentiero
ChickLitSetiap cerita dalam kehidupan seseorang akan melalui sebuah jalan yang mungkin berlainan. Sebuah perjalanan, perjalanan yang sebenarnya, dilakukan oleh umat manusia untuk mengisi cerita kehidupannya. Terra, 27 tahun, akan melakukan perjalanan pertam...