R.A 5. Sesak Di Hati Arqila

3.9K 359 21
                                    

Saat jam istirahat, seperti biasa Nanda selalu mengajak sahabatnya itu untuk makan siang bersama setiap kali Arqila masuk sift pagi. Sebenarnya ia ingin menolak ajakan Nanda, karena ia tau, para pegawai tidak menyukainya terutama rekan seprofesi OG Arqila.

Mungkin mereka mengira kalau dirinya memanfaatkan kebaikan Nanda yang setiap kali mentraktirnya ke cafe. Begitu sifat orang yang hanya melihat dari satu sisi saja dan tidak melihat dari berbagai sisi.

Arqila mengeratkan sweaternya untuk menutupi seragam OG yang dikenakannya. Tapi, tetap saja! Seragamnya akan sangat jelas terlihat karena seragam yang Arqila kenakan berwarna hijau terang terutama celana seragamnya.

"Nanda, kenapa kamu bawa aku ke cafe terus, sih. Lebih baik aku makan di warteg saja. Aku yang traktir, deh." bujuk Arqila dengan menarik lengan Nanda menuju warteg yang tidak jauh dari mall tersebut.

Nanda menatap Arqila dengan menyipitkan matanya. "Kamu ini, kenapa selalu seperti itu, sih. Arqila sayang! Jarang-jarang bukan aku traktir! Kemarin kan tidak!" ucap Nanda kedal sementara Arqila menghela napasnya berat.

Apa yang Nanda katakan? Jarang-jarang? Kenyataannya adalah setiap Arqila masuk sift pagi, Nanda selalu mengajaknya terus menerus, kemarin memang Arqila lembur, jadi tidak mentraktirnya. Tapi setiap kali ada kesempatan, Nanda selalu mentraktirnya.

"Iya, tapi apa salahnya, sih. Sekali-kali aku traktir kamu makan di warteg!" ucap Arqila pelan membuat Nanda menghela napasnya kesal dan menatap Arqila seraya kepalanya ia miringkan.

"Baiklah, kali ini saja!" Arqil pun tersenyum merekah dan segera mengaitkan tangan Nanda.

"Oke, tapi tidak janji!" balas Arqila tersenyum kemenangan dan langsung melangkah menuju pintu lift.

Saat pintu lift terbuka, mereka berdua masuk ke dalam lift. "Qila!"

"Hem!" Arqila menoleh kesampingnya untuk menatap Nanda. "Ada apa?"

Nanda tersenyum seraya mengaitkan tangannya ke lengan Arqila begitu erat. "Aku mau memberitahukanmu terlebih dahulu, seminggu lagi, aku akan bertunangan dengan Raditya!"

Deg!

Ucapan yang Nanda katakan barusan membuat Arqila tidak bisa berkata apapun. Seharusnya ia sadar diri, Raditya dan Nanda memang akan bertunangan. Tapi, kenapa rasanya sesakit ini saat mendengar sahabatnya sendiri mengatakan akan bertunangan dengan Raditya, mantannya. Kenapa rasa sakit yang Arqila rasakan ini semakin menjadi dan lebih besar?

"Qila!" panggil Nanda seraya menggoncangkan lengannya. Sontak Arqila yang sedang merasakan sakit hati, kembali ke alam nyata yang sangt menyakitkan untuk ia pikul.

"Iya?" Arqila tersenyum hangat untuk Nanda.

"Kamu dengerin aku tidak, sih?" ujarya merajuk dengan mengerucutkan bibirnya. Tingkah Nanda yang seperti itu sangat menggemaskan menurut Arqila. Pantas saja Raditya menyukai Nanda, pikir Arqila.

"Denger, kok, cantik!" balas Arqila seraya menarik hidung Nanda membuat Nanda mengaduh kesakitan akan apa yang ia lakukan pada hidung Nanda.

"Aw." teriaknya kesakitan sementara Arqila justru tertawa terbahak-bahak untuk mengurangi rasa yang entah kenapa rasa sakitnya melebihi luka fisik.

"Selamat, ya, cantik! Semoga kalian awet dan hidup bahagia sampe nenek-nenek dan kakek-kakek! Aku turut berbahagia mendengarnya." ujar Arqila tulus, meski dalam hatinya merasa menyesakan saat mengucapkannya.

"Terimakasih, Qila! Aku sangat senang sekali saat Radit dan Tante Amira datang waktu itu."

Tante Amira?

Raditya and Arqila ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang