Chapter 4

320 41 0
                                    


Disclaimer : Hidekaz Himaruya

Rating : Masih T. Bisa berubah sewaktu - waktu tergantung mood Author.

Warning : Author newbie, jadi banyak TYPO dan aneh. Abal2 dan tidak masuk di akal. Ini percobaan nekad dari author yang baru ngeh dikit tentang hetalia. *ditimpuk pake batukali se-truk*

Cerita Sebelumnya:

"Oh... kalau begitu aku akan kembali ke asrama sendiri saja." Kata Nesia berbalik hendak pergi.

"Jangan! Setelah dua serangan dalam sehari ini, terlalu berbahaya untukmu kembali sendirian. Kami akan mengantarmu sampai gerbang asrama." Kataku menyeret Nesia dan Alfred keluar dari sekolah.

Tumben sekali Nesia tidak memberontak seperti tadi pagi. Alfred berjalan di sampingku, sementara Nesia tertinggal selangkah di belakangku. Ah, iya, aku hampir lupa ingin menanyakan tentang kalung yang dipakainya pada Nesia. Aku menemukan bahwa Nesia memakai kalung dari platina tadi pagi saat menghisap racun dari lehernya. Mungkinkah dia anggota ke-5 yang dimaksud Francis?

Sebaiknya nanti saja aku menanyakannya. Sekarang bukanlah waktu yang tepat. Sekarang adalah waktu untuk memperketat penjagaan karena mereka sudah mulai agresif dan tinggal satu makhluk lagi yang mereka incar. Entah mengapa instingku mengatakan jika Flying Mint Bunny dan teman - temanku dalam bahaya.

—OOOoooOOO—

ARTHUR POV

Aku akan memikirkan segala cara untuk membuat mereka yang entah siapa pun itu berhenti dari tindakan bodohnya. Berani - beraninya mereka menantang personifikasi Britania Raya ini. Aku tidak akan segan lagi untuk mencarinya. Sudah cukup dengan korban kali ini. Akan aku acak - acak area bangunan lama.

Tanpa sadar, kakiku sudah melangkah jauh meninggalkan sekolah dan menuju asrama wanita. Hh... terlalu banyak hal yang membuatku marah hingga tak bisa berpikir jernih belakangan ini. Aku sadar, penjagaan di malam hari ini tak banyak membantu. Tapi, aku takut ada kemungkinan serangan lain saat semua terlelap dan tak satupun yang bisa menyelamatkannya.

Langkah kami terhenti setelah kami berada di depan asrama wanita. Aku melirik Nesia yang juga berhernti selangkah di belakangku. Wajahnya tertunduk dan tertutupi rambutnya yang tergerai. Aku bingung dan langsung berjongkok di hadapannya untuk menatapnya yang terus menunduk. Alfred juga ikut - ikutan berjongkok di hadapan Nesia.

"Ada apa?" Tanyaku bingung. Bukannya menjawab, Nesia malah memalingkan wajahnya ke arah lain.

"Ada apa?" Sekali lagi aku bertanya pada Nesia. Akhirnya aku memaksanya untuk menatap mataku.

Wajah Nesia merah padam seperti sedang demam. Tapi, tanganku tidak merasakan peningkatan suhu tubuh Nesa dari dagunya yang kini aku tahan agar tak memalingkan wajahnya lagi. Nesia tetap diam tak menjawabku.

"Oh, aku tahu. Kaicho, itu..." Kata Alfred sambil menunjuk sesuatu arah.

Aku mengikuti arah telunjuk Alfred. Ah! Tanpa sadar, sejak tadi aku menggenggam tangan mungil Nesia. Buru - buru aku melepaskan genggaman tanganku darinya. Karena terbiasa menggandeng tangan adikku saat kecil, aku sampai lupa kalau makhluk mungil ini mungkin tak terbiasa dengan sentuhan fisik seperti Kiku. Well, yang pernah aku tahu, sentuhan fisik seperti ini memang masih tabu di negara - negara Asia. Tapi, ini kan hanya gandengan saja. Masa iya sampai sebegitunya?

"Ugh, ARTHUR BODOH! KENAPA TIDAK MENYADARINYA SEJAK TADI?!" Semprot Nesia tiba - tiba lalu pergi meninggalkan kami begitu saja.

Aku menatap Alfred dengan pandangan heran. Alfred hanya terkikik melihatku yang bingung terkena semprotan Nesia. Kami segera bangkit dan pergi menuju asrama pria.

ShadowsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang