Tami menyendok ikan patin asam pedas dari dalam mangkok lantas menaruhnya di samping nasi putih yang mengepul. Sudah beberapa kali tadi ia menelan liurnya saat melihat ikan patin itu berenang bersama bumbu dapur di atas kuali. Ditambah dengan tumis pakis, betapa nikmatnya. Dengan semangat cacing-cacing yang sedang demo di dalam perutnya Tami menyuap makanan dengan lahap hingga tak bersisa walau sebiji nasi pun di piringnya.
"Alhamdulillah, kenyang." ujar Tami saat selesai meneguk air putih yang disediakan ibunya tadi.
Tangannnya mengusap-usap perutnya yang sudah penuh. Perjuangannya bersama "peliharaannya" menunggu ikan matang tidak sia-sia.
"Masakan Ibu memang paling top markotop deh." Tami mengacungkan jempolnya tepat di depan wajah Ibunya. Kebiasaan ini memang sering dilakukannya saat ia memakan masakan orang lain. Ia memang jagonya makan tapi karena ia tak pandai masak. Karena itu ia sering menjadi juri dadakan yang akan mencoba semua makanan yang dihidangkan di atas meja.
Ibunya tersenyum puas melihat anak gadisnya itu memuji masakannnya. Ibunya memang mempunyai bisnis katering yang dirintisnya sejak Tami kecil dulu, jadi tidak heran kalau ia bisa memasak jenis makanan apapun. Inilah untungnya jadi anak ibu catering. Semua makanan dapat ia nikmati tanpa mengeluarkan biaya.
"Ibu kenapa nggak makan?" tanya Tami saat menyadari sejak tadi ibunya bahkan belum menyentuh barang secuil pun makanan dari atas piring yang berada di depannya.
"Ibu tadi mau makan sebenarnya, tapi saat melihat kamu makan dengan lahap, Ibu udah merasa kenyang duluan. Apalagi ditambah pujian kamu, jadi makin kenyang, Ibu." Sebenarnya tadi ia juga lapar, namun saat melihat putrinya makan dengan begitu lahap, rasa laparnya teralihkan untuk memerhatikan Tami. Dulu sebelum gadis itu kembali ke keluarga kandungnya ia bisa menghabiskan banyak waktu untuk bersenda gurau, namun kini hanya dengan mendengar kabar Tami saja sudah membuatnya senang luar biasa. Jika rindu pada Tami, ia tak akan memberitahunya dan memilih memendamnya saja. Ia tidak ingin Tami terbebani antara membagi waktu dengan keluarga kandungnya dan dirinya.
"Ye, Ibu ... Mana ada orang kenyang hanya dengan ngeliatin orang lain makan. Apalagi orang yang makan jenisnya macam Tami, yang ada bukannya kenyang, malah tambah ngiler."
Tami menyendok nasi dan secuil ikan dari piring lalu mengulurkannya pada ibunya. Ibunya menurut saja disuapi Tami.
"Ibu jangan sampai nggak makan. Walaupun nggak tiap waktu Tami bisa nemenin Ibu, tapi Ibu tetap harus jaga kesehatan, jaga pola makan. Jangan sampai maag Ibu kambuh lagi. Tami bukan bermaksud nggak mau ngejaga ibu dikala Ibu sakit. Kalau bisa Tami akan memberikan seisi dunia ini buat Ibu. Tami cuma nggak mau ibu menderita. Tami pengen masa tua ibu hanya dipenuhi dengan kebahagiaan." Tami tanpa sadar meneteskan air matanya, dadanya terasa sesak.
Perlahan tangan tua ibu meyeka air mata yang bercucuran di pipi anak gadisnya. Perasaannya begitu terharu saat ini. Sungguh halus dan lembut perasaan anaknya ini. Apa yang ia ucapkan selalu penuh ketulusan dan lahir dari hati. Jika orang lain mungkin sudah begitu membencinya karena perbuatannya di masa lalu. Namun Tami, gadis yang selalu ceria dan tak pernah menyimpan dendam pada orang lain. Meskipun tak diberi kesempatan olah yang kuasa untuk mengandung dan melahirkan seorang anak, namun Allah telah mengirimkan sesosok penyejuk hati yang mampu menghapuskan segala luka dan dukanya. Seorang anak yang membawa kebahagiaan untuk orang-orang di sekelilingnya.
"Duh, cengeng banget sih anak Ibu ini. Gitu saja sudah nangis. Nanti nggak ada pasang dilaut, nggak ada hujan turun dari langit tiba-tiba rumah Ibu banjir, kan repot jadinya." Ia berusaha keras untuk berbicara seceria mungkin. Ia tidak ingin putrinya itu menyadari kesedihannya karena kepindahannya ke keluarganya. Ia sadar betul jika bukan karena dirinya, Tami tidak perlu hidup susah bersamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Mempelai Pengganti (Perfectly Halal Series 1)
RomanceAlvin, calon pengantin pria yang ditinggalkan oleh calon mempelainya tiga hari sebelum akad nikah seharusnya dilaksanakan. Tami, adik sang calon mempelai yang terpaksa menggantikan posisi kakaknya yang kabur tanpa sebarang pesan. Alvin mengira akan...