Kebimbangan tengah melingkupi Tami. Entah harus percaya atau tidak pada kenyataan yang ada, tapi pertemuan dirinya dengan gadis bernama Karina yang terjadi tanpa sengaja telah melahirkan titik-titik keraguan dalam hatinya. Titik keraguan itu semakin hari semakin membesar hingga menimbulkan berbagai pertanyaan yang nyaris membuatnya frustasi. Apalagi tiba-tiba secara mengejutkan, seorang wanita bernama Rahma menganggapnya sebagai putrinya yang telah meninggal.
Seminggu yang lalu ...
"Anak Mama. Kamu kemana saja, sayang?" wanita bernama Rahma itu terisak nyaring dalam pelukan Tami. "Kenapa kamu lama sekali baru datang menemui Mama?" Tami terperanjat mendengarnya.
Sebenarnya apa yang terjadi?
Kenapa setelah hampir dua puluh tiga tahun hidup damai bersama Ibunya, ia tiba-tiba saja bertemu dengan seseorang yang wajahnya sangat mirip dengannya? Lalu sekarang seorang wanita yang baru ditemuinya menganggap ia sebagai anaknya. Meski berusaha keras mencari jawaban atas kebingungannya namun semua seperti menemui jalan buntu. Tami memilih diam, membiarkan Ibu Rahma memeluknya selama beberapa menit.
"Kamu udah gede banget sekarang, Nak," bu Rahma meleraikan pelukannya, namun kedua tangannya masih memegang pundak Tami, membuat gadis itu terdiam kaku. "Wajahmu juga semakin mirip saja sama kakakmu, Karina."
Mata Tami tepat menatap manik mata bu Rahma, berupaya mencari jawaban atas kebingungannya di sana, namun dalam tatapan sayu itu hanya nampak kerinduan mendalam yang berbalut luka.
"Alhamdulillah, ya Allah. Terima kasih telah mendengarkan doa hamba selama ini," bu Rahma mengusap air mata di pipinya lantas menatap Karina yang berdiri di sisi kiri bed perawatan. "Mama bener kan, Rin...adikmu masih hidup."
Karina hanya mampu tersenyum getir mendengarnya. Hatinya gerimis mendengar wanita yang paling ia cintai berkata demikian. Ternyata selama belasan tahun luka karena kehilangan seorang anak terus-menerus menggores hati Ibunya.
"Mama tidur lagi, ya. Besok kita ketemu lagi sama Kirana."
Karina menuntun bu Rahma untuk kembali berbaring setelah melihat ekspresi kebingungan di wajah Tami. Ia tahu betul kalau berbagai pertanyaan yang berkecamuk di benak gadis itu sedang menunggu jawaban serta penjelasan darinya.
"Boleh Mama pegang tangan kamu, sayang. Mama masih rindu sekali sama kamu." suara Bu Rahma terdengar lirih.
Tami yang tidak tahu harus berbuat apa menatap Karina, secara tersirat bertanya apa yang harus ia lakukan. Kirana terlihat mengangguk, seakan memohon kepada Tami untuk menuruti keinginan ibunya melalui sorot mata. Tami menghembuskan nafas pelan, lalu memasang senyum hangat sebelum duduk di atas kursi yang berada di samping bed perawatan sambil balas mengenggam tangan Ibu Rahma. Sesekali tangan wanita itu singgah di pipi Tami dengan lembut.
Ya Allah, sebenarnya apa semua ini. Kenapa semuanya mendadak menjadi sangat rumit?
Hingga terdengar dengkuran halus, barulah Tami melepaskan genggaman tangannya. Ia mengusap punggung tangan Ibu Rahma lalu membawanya ke bibir dan menciumnya dengan taksim, seakan berpamitan dengan ibunya sendiri.
Tami melangkahkan kakinya perlahan meninggalkan bed perawatan lalu menutup pintu dengan hati-hati, takut membuat Ibu Rahma terbangun dari tidurnya. Ketika berbalik, ia mendapati Karina yang tadi diam-diam keluar kamar tengah berdiri dengan gelisah. Gadis itu langsung menoleh begitu mendengar langkah kaki Tami yang mendekat ke arahnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/107000257-288-k743491.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Mempelai Pengganti (Perfectly Halal Series 1)
RomansaAlvin, calon pengantin pria yang ditinggalkan oleh calon mempelainya tiga hari sebelum akad nikah seharusnya dilaksanakan. Tami, adik sang calon mempelai yang terpaksa menggantikan posisi kakaknya yang kabur tanpa sebarang pesan. Alvin mengira akan...