#4 Bangku Dekat Jendela Basah

2 1 0
                                    

--

Dua hari kemrin aku mengabaikan ajakan tuan untuk singgah di rumah kopi tempat kami selalu bertemu.

Pekerjaanku benar-benar tak bisa ditinggal.

Hari ini masih seperti kemarin. Hujan.
Aku teringat tentang pesan tuan, aku membalas namun Tuan tak merespon.

Sehari.

Dua haripun berlalu.

Aku yang terdiam mulai meremang gelisah, mulai mereka-reka apa yang terjadi dengan tuan?

Aku mencoba ke rumah kopi dengan membawa kue untuk teman kopi nanti.

Aku memesan dua kopi.

Duduk di pojok dekat jendela, sambil memandang lalu lalang orang yang mncari tempat berteduh, aku menunggu Tuan.

Aku memandang dari kaca berembun karena diluar sedang hujan. mataku mencari tiap sudut jalan didepan rumah kopi.

Tak ada bayangan tuan melintasi jalan.

Kopi tuan mendingin dan gelisahku mulai menggila.
Tak ada kabar, lalu membuat kacau otakku. Kopi pun tak dapat membuatku tenang.
Hari ini, kuputuskan pulang ditemani sayup gemericik air langit.

Dihari berikutnya, aku datang lebih awal. Hari ini mendung, aku memesan 2 kopi dan 1 tiramisu.

Aku mengecek smartphone... Masih tak ada kabar tentang Tuan.

Aku selalu menunggu hingga malam. lalu pulang, dengan kopi tuan yang selalu kubiarkan mendingin.

Aku akan terus menunggu disini, berharap hari besok, lusa atau entah kapan tuan akan datang lagi dan dduk dipojok dekat jendela yang sama  sembari bercerita...

Atau sekedar diam saja pun sudah membuatku merasa ada nyawa dalam secangkir kopiku.

Seperti biasa, hanya aku Tuan dan secangkir kopi.

-Ry-

Tigaratus Tigapuluh Lima LembarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang