Prolog 3: Ong (Lai) Guanlin

4.2K 942 114
                                    

Aku membuka pintu apartemenku - dan Daniel - dengan susah payah. Hari ini kepalaku terasa sakit luar biasa. Pasien baruku menolak seluruh treatment yang aku berikan. Dia menolak dengan alasan yang sama. Dia gila dan tidak bisa disembuhkan.

Konyol. Bahkan Minhyun yang jarang tertawa itu sampai menangis saking gelinya. Semua orang tau, bahwa Kim Jonghyun itu waras. Dia tidak gila. Dia tidak akan membunuh orang lain lagi. Aku bisa menjamin itu.

Tapi di depanku, Jonghyun berpura-pura gila. Berteriak, meronta, melempar barang, bahkan merayuku. Benar-benar bodoh. Telingaku benar-benar sakit. Telinga kiriku diisi suara tawa Minhyun yang terdengar melalui in-ear. Sedangkan telinga kananku diisi suara tidak jelas yang dikeluarkan mulut Jonghyun.

Aku sekali lagi menghela nafas, kemudian melangkahkan kakiku masuk. Di dalam sudah terang. Daniel sudah pulang.

"Aku pulang.." Aku mengedarkan kepala ke sekeliling ruangan. TV di ruang tamu menyala, tapi Daniel tidak tampak.

"Niel?"

"Ya. Aku disini."

Aku menolehkan kepala ke dapur. Laki-laki berbahu lebar itu masih memunggungiku. Dia sedang memandangi kulkas yang pintunya terbuka. Entah apalagi yang dia lakukan.

"Sedang apa?" Aku mendudukkan diriku di kursi ruang makan. Menatap Daniel yang masih memunggungiku.

"Sayang, aku ingat kamu beli yoghurt. Tadi sore ada. Kenapa sekarang.. hilang?"

"Yoghurt?" Aku menatap botol yoghurt kosong di hadapanku. "Aku rasa kamu sudah meminumnya. Ini botolnya."

Daniel membalik badannya, menatapku dan botol yoghurt kosong itu bergantian.

"Ah.. maaf."

Aku tertawa, kemudian bangkit dari posisi dudukku dan berjalan mendekati Daniel. Memeluk laki-laki dengan tinggi 180 cm itu.

"Kenapa?" Tanya Daniel. Dia memelukku dengan tangan kirinya. Sedangkan tangan kanannya digunakan untuk mengusap kepalaku.

"Nothing. Just.. tired."

"Begitu?" Daniel masih mengusapkan telapak tangannya yang besar ke kepalaku. Berharap usapannya dapat mengurangi kelelahan yang aku rasakan.

"Ah!" Aku memundurkan diriku dengan tiba-tiba. Aku teringat satu hal penting. "Bagaimana dengan Guanlin?"

"Baik. Aku memarahinya sedikit. Ayah dari anak yang dia tonjok itu salah satu rekan bisnisku. Jadi dia tidak akan memperpanjang masalah. Dia mencabut tuntutannya begitu aku bilang kalau Guanlin itu calon adik iparku."

Aku menghela nafasku. Rasanya amat sangat melelahkan.

"Kamu harus menemui Guanlin. Sepertinya dia akan memasuki puncak kenakalannya. Kamu tau kan ada beberapa temanku dulu yang jadi pemasok narkoba?" Daniel mengambil botol air minum, membukanya dan memberikan botol kecil itu kepadaku.

"Guanlin mulai menggunakan narkoba."

***

Aku tidak bisa memikirkan apapun selain Guanlin. Guanlin-ku. Matahariku. Satu-satunya orang yang membuatku tetap waras. Guanlin menggunakan narkoba. Kepalaku rasanya berputar. Aku tidak bisa memikirkan hal lain saat ini. Bahkan aku lupa bahwa saat ini Daniel mengikutiku.

Aku hanya ingin menarik adik semata wayangku - Guanlin - dari tempat terkutuk itu. Ya, saat ini aku berada di sebuah club malam. Bersama Daniel yang mengikuti tepat di belakangku.

"Dimana?" Aku menghentikan langkahku, kemudian berbalik untuk menatap Daniel yang masih mengikutiku. "Dimana ruangan Guanlin?"

Daniel hanya menatapku sekilas, menggandeng tanganku dan berjalan sambil sesekali mendorong orang yang menghalangi jalannya - menggodanya terkadang - dan berjalan secepat yang dia bisa hingga mencapai sebuah ruangan di depannya.

Catch and Release [OngNiel]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang