Page 1 : New Beginning
Pintu kereta sudah tertutup. Tatapannya masih terarah padaku. Memang awalnya semua ini sulit sekali. Pergi jauh dari rumah, dan keluarga satu – satunya. Sosok ayah yang dulu pernah menghiasi hariku kini telah menjadi awan gelap yang menghantui hari – hariku. Mungkin dengan ini aku dapat melupakan ayah lebih mudah.
Sampai kapanpun rasanya aku tidak dapat melupakan apa yang ayah lakukan. Aku sendiri tidak pernah merasakan seorang ayah dalam hidupku. Sudah sejak lama ayah jarang pulang. Hadirnya wanita lain dalam pernikahan ibu dan ayah begitu tercium sampai aku sendiri dapat mengetahuinya begitu jelas.
***
"Bagi penumpang yang akan turun di Seoul, mohon perhatikan barang bawaan anda."
Kira – kira sudah 3 jam, aku akhirnya sampai di tempat yang selalu aku idamkan. Berharap ada masa depan yang cerah menantiku. Tidak jauh dari stasiun terdapat terminal, jadi aku duduk menunggu bus disana.
Aku menatap handphone ku dan banyak pesan bertebaran. Salah satunya dari ibu. Tadinya aku mau menelefon ibu, tapi tiba – tiba ada pesan masuk.
" Heh, gimana? Sudah sampai? Mau dijemput?"
- Ara : Sent 15.07
Choi Ara, salah satu orang yang aku kenal di Seoul. Orang tuanya memiliki usaha apartemen dan dia memberiku tempat untuk bernaung, setidaknya sampai aku mendapatkan tempat yang baru. Aku berniat menolak tawarannya, karena dengan dia memberi kamar untuk tidur saja sudah lebih dari cukup. Tidak lama setelah membalas pesan dari Ara, busku akhirnya datang. Hanya butuh 20 menit untuk sampai di apartemennya Ara. Tapi ternyata aku harus berjalan sebentar.
" Atmosphere Apartment "
Lampu neon tempampang sebagai ciri khas dari apartemennya. Ara sudah berdiri di depan lobi. Entah kenapa tiba – tiba memori tentang pertemuan pertama kami terlintas di kepalaku.
Langkahku baru kumulai hari ini. Aku berhenti sejenak menatap sekolah impianku selama ini
" Apgujeong High School "
Aku sudah sangat lama menginginkan untuk sekolah disini. Lalu tiba - tiba seseorang menabrakku dari belakang. Barang bawaannya berserakan dimana – mana jadi aku bantu mengambilnya.
"Eh... maaf.."
"Terimakasih dan maaf sekali lagi! Tapi aku buru – buru, aku Ara senang bertemu denganmu." Lalu dia pergi tanpa membiarkan aku mengucapkan apapun.
" Choi Ara "
- 14-02-99 –Kartu identitas? Tanda pengenal? Biasanya barang seperti ini jarang digunakan kalau tidak ada sesuatu yang penting. Mungkin dia ada tes, yang aku tau kalau ada tes kartu ini harus dibawa. Jadi aku mencoba mencarinya dan mengembalikan kartunya.
"Permisi, bisakah aku bertanya mengenai siswa ini?" tanyaku sambil memberikan kartu identitas itu.
"Ah maaf apakah anda membawa kartu identitas anda sendiri?" Tidak, mana ada siswa yang baru masuk di hari pertama sekolahnya langsung dihadapi tes?
"Ehmm.. aku tidak bawa sekarang." Jawabku pelan
"Maaf, kami tidak dapat memberikan data siswa kepada orang yang tidak jelas. Selamat pagi." Aku dapat mengerti maksud mereka, ini salah satu bentuk pencegahan kebocoran data yang penting.
Lalu tiba – tiba ada orang yang menabrakku lagi.Dia masih orang yang sama, yang menabrakku tadi.
"Eh, maaf—" Mungkin dia kaget dengan kehadiranku yang dia tabrak, lagi.
"Ini punyamu tertinggal." Sahutku sambil menyerahkan kartu identitasnya.
"Ah terimakasih, dan maaf! Sekali lagi aku minta maaf! Aku sedang buru – buru." Lalu dia pergi lagi.
Ada apa denganku hari ini? Baru masuk sekolah sudah kena kejadian seperti ini, dua kali. Sepertinya ini benar – benar pertanda buruk.
Kelas masih akan dimulai setengah jam lagi, tadinya aku mau ke kantin dulu. Sekedar ngisi perut tidak akan memakan waktu lebih dari itu kan? Tapi tiba – tiba seorang petugas lewat.
"Dek, itu dompetnya jatuh." Dompet? Memangnya aku bawa dompet ya?
"Ah terimakasih pak." Kalau dilihat dari fisiknya, petugas ini pasti sudah tua. Aku jadi iba.
Dompet itu berwarna hitam matt yang jelas bukan punyaku ataupun tipeku. Banyak kartu di dalamnya tanpa tanda identitas yang jelas. Kalau dipikir – pikir dompet segede ini kalau jatuh masa ga kerasa? Pasti punya wanita tadi.
"Woi! Itu dikit lagi nyium tembok!" Teriak seorang wanita, aku kaget.
"Eh... " Aku daritadi memikirkan memori masa lalu. Bisa dibilang salah satu yang menyenangkan.
"Kalau kangen itu cium gue, tembok kok dicium." Tembok? Ara?
"Mending tembok daripada lu."
Canda kecil menemani hariku bersama Ara. Seiring kaki melangkah, kami sampai di suite yang Ara bilang sebelumnya.
"Tada!!" Sambutnya setelah membuka pintu suite.
"Kamarnya yang ini?" Aku tadinya ragu, aku kan hanya numpang tidur untuk beberapa hari. Tapi yang ini kamarnya udah hampir segede rumah.
"Ya situ pikir udah kesini cuma buat nunjukin kamar gitu? Ya iyalah kamar buat lu."
"Eh.. yaudah deh, makasih yah." Balasku, sebenarnya kamar dengan toilet saja sudah cukup untukku.
"Jangan sungkan gitu ah. Gue tinggal dulu ya.." Senyum tipisku tersimpul dengan sendirinya seakan menjawab kata – katanya Ara.
Kejutan yang Ara berikan tidak sampai disana saja. Aku baru membuka pintu kamarku dan sudah banyak baju bertebaran. Jumlahnya sangat banyak, bahkan lebih dari apa yang aku bawa. Beberapa darinya bermerk ternama, aku makin tidak enak padanya. Tapi kalau tidak aku ambil, aku sama saja tidak menghargai perasaan Ara.
*LINE!
"Tes tes"
- Sent : 16.15"?"
- Sent : 16.17"Udah beres liat – liatnya?"
- Sent : 16.17"Aku mau bicara saat makan malam, pintu kamarku terbuka lebar untukmu."
- Sent : 16.20Aku yakin dia pasti sangat bersemangat, sampai ngasih kode gitu. Padahal ini semua terlalu banyak untukku. Mungkin aku benar – benar bicara padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cure | Completed ✅
FanfictionLuka yang timbul di fisik itu sakit, namun luka yang tercetak di dalam batin akan terasa jauh lebih sakit. Sampai orang tersebut mengalaminya, tidak akan ada yang tau sakitnya luka batin. Sama seperti halnya trauma. Trauma mendalam telah bersarang d...