Busan, 8 Maret 2017"Jadi kita sudah sepakat?"
"Yoongi?"
"Dia sudah besar, dia akan mengerti."
Egois, ya... dia egois. Entah apakah memang manusia tidak dapat menolak ke-egoisan yang ada di dalam dirinya? Sadarkah dia? Apa yang dia putuskan itu hanya menguntungkan dirinya sendiri? Ya, dia adalah ayahku.
Aku kembali menuju kamarku, dengan pikiran kacau tak menentu. Langit gelap, angin sejuk, aku seharusnya tidur. Tapi apa itu tidur disaat seperti ini? Tiap kata yang terucap dari ayah dan ibu terus mengelilingi kepalaku. Belasan tahun aku mencoba bertahan hidup dengan mereka, dan rasanya sekarang saatnya aku untuk pergi. Aku tidak tahan, lagi.
***
Matahari terbit, kalender berwarna merah dengan tanda " +1 tahun ". Baru aku ingat hari ini usiaku bertambah satu tahun. Banyak notifikasi yang muncul di sosial mediaku. Membacanya satu persatu membuat senyumku terukir dengan sendirinya. Menyembuhkan luka yang dibuat oleh orang yang telah melahirkanku sendiri. Setidaknya sampai pesan dari ibu muncul.
"Kalau kamu sudah bangun, keluarlah."
Tanpa pikir panjang aku keluar dari kamar, tanpa ekspektasi apapun. Banyak kertas – kertas tertempel di lantai, menuntunku ke suatu tempat. Tempat dimana ada banyak hiasan menempel di dinding. Bertuliskan selamat ulang tahun. Saat ini seharusnya aku senang. Usiamu bertambah 1 tahun, tepat saat usiamu beranjak dari remaja menjadi dewasa. Tapi entah kenapa pesan dari teman – temanku terasa lebih menyejukan.
"Yoongi?" Panggil ibu entah dari mana. Aku hanya menoleh kebelakang dan tampak dia membawa sepotong kue dengan lilin diatasnya.
"Terimakasih, seharusnya kamu tidak membuang – buang uang untuk semua ini."
"Maksudmu?" Aku dikenal sebagai anak yang terbuka, memang jarang aku bersikap dingin seperti ini.
"Kita sudah tidak memiliki kepala keluarga, tidakkah kamu ingat?" Senyum kecil tersimpul diwajahnya.
"Ibu akan berusaha yang terbaik untuk kamu, untuk kita." Perlahan air matanya mulai turun, membasahi pipinya.
"Maafkan aku, mungkin aku hanya membebanimu saja." Aku hanya dapat memeluknya sebagai seorang anak. Setidaknya sampai air matanya berhenti mengalir.
Sejak saat itu, aku hampir tidak pernah merasakan kehadiran sosok ayah, sosok tulang punggung keluarga, sosok kepala keluarga yang menjaga keluarganya. Sejak saat itu, hanya ada aku dan ibu. Aku harus mulai menghidupi keluarga kecil ini. Setidaknya untuk bertahan dari kerasnya dunia.
Maksudku mana mungkin aku mengandalkan seorang wanita yang usianya hampir terpaut 40 tahun untuk menghidupi dua orang sekaligus? Dia hanya seorang wanita yang memiliki toko bunga kecil. Terkadang tidak ada keindahan yang bisa menandingi senyumnya saat merangkai bunga. Bahkan bunga terindah didunia tidak dapat menandinginya.
Saat ini hanya dia yang aku miliki. Orang yang dulu aku sebut ayah sudah pergi entah kemana. Aku hanya bisa berharap yang terbaik untuknya.
***
"Kamu yakin dengan ini?" Sahutnya pelan
"Iya, aku tidak bisa terus diam seperti ini." Air matanya perlahan turun kembali.
"Jangan buang air matamu yang berharga. Tidak ada air yang dapat menggantikan air matamu."
"Setiap ada waktu, aku akan kembali. Ibu hanya perlu ke bank setiap bulan, aku akan mengirimkan semua yang ibu perlukan."
Hari itu merupakan hari terberat dalam hidupku. Meninggalkan satu – satunya orang yang aku cintai sendirian. Tapi bagaimanapun ini tetap untuk kebaikan aku dan ibu. Aku tidak bisa mengandalkan dia terus – terusan.
.
.
.
.
Hai hai, author is back with another fanfiction finally.
Karena beberapa alasan termasuk kena racun BTS, jadi author iseng buat ff Min Yoongi.
Enjoy ~.
.
Happy Valentine anyway.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cure | Completed ✅
FanfictionLuka yang timbul di fisik itu sakit, namun luka yang tercetak di dalam batin akan terasa jauh lebih sakit. Sampai orang tersebut mengalaminya, tidak akan ada yang tau sakitnya luka batin. Sama seperti halnya trauma. Trauma mendalam telah bersarang d...