Part 4

21 1 0
                                    

Page 4 : Mos Pt. 2

"Dari mana aja?" Tanya Xavi setelah aku berhasil membawa Ara kembali.

"Toilet, kenapa?" Jawabku santai. Aku hanya berharap Xavi tidak tau yang sebenarnya.

"Lah terus Ara?" Jantungku mulai berdebar kencang.

"Jangan banyak tanya, urusan surat udah kelar?" Xavi ciut seketika.

Ara memang ceroboh, tapi dia tidak bodoh. Jadi tidak mungkin dia meninggalkan mos begitu aja. Apalagi dengan masalah sepele seperti tadi.

Acara mos sudah selesai untuk hari ini, matahari masih menyinarkan kehangatannya untuk beberapa saat. Tapi setelah beberapa menit kemudian hujan lebat turun. Banyak orang yang terjebak di sekolah dan terpaksa menunggu hujan mereda termasuk peserta mos dan para panitia, aku dan Ara.

Setelah apa yang terjadi tadi, kami berdua menunggu hujan mereda di lobi, tapi kali ini situasi sangat canggung jadinya. Xavi sudah pulang duluan tadi, katanya sih masih harus ngurusin bawaannya dari liburan kemarin. Berkatnya aku terjebak dengan Ara di tengah kerumunan siswa.

"Masih mau nunggu nih? Bosen." Sahutku untuk memecah keheningan.

"Ya abis? Ujannya gede banget juga, mana parkiran jauh lagi." Jawabnya pedas.

"Iya juga sih, ga bawa payung juga kan?" Pada akhirnya percakapan singkat ini tidak menyelesaikan apapun. Malah membuat kondisi aku dan Ara semakin buruk.

Karena kehabisan akal, aku jadi terdiam di tengah padatnya lobi. Bahkan tidak sedikit siswa yang membicarakan aku atau Ara.

"Eh eh katanya banyak panitia yang bawa beberapa surat cinta tadi loh! Punya gue dibawa ga ya.."

"Emang lu ngasih buat siapa?"

"Yoongi dong!! Cakep gitu kan mubazir kalo ga dimanfaatin."

"Yaelah cakepan Jimin juga, gue sih pasti dibawa pulang. Gue sampe rela ga makan demi buat surat itu."

"Eh itu ada orangnya, gue sih malu"

Entah kenapa aku merinding sendiri mendengar pembicaraan para siswa mos. Sampai aku akhirnya memutuskan untuk mengambil mobil dan menerobos hujan.

"Eh mau kemana." Akhirnya dia mengucapkan sesuatu, sesuatu yang dapat membuat senyumku terukir.

"Tunggu bentar ya." Jawabku di tengah siraman hujan lebat.

"Yahh surat dari gue basah dong, kakel sialan." Aku mendengar semua yang mereka ucapkan, hal itu membuatku tertawa. Aku berjalan santai, karena pada akhirnya lari atau jalan pun aku tetap basah.

Tempat parkir tidak terlalu jauh sebenarnya, tapi aku tetap basah. Jadi aku ganti baju seadanya dan menjemput Ara ke lobi. Padahal tidak tau kalau sekolah sebenarnya membolehkan siswanya membawa mobil apa tidak, tapi ada parkir khusus mobil, persetan dengan peraturan.

"Makasih ya." Ucapnya tepat setelah masuk ke mobil.

"Iya, daripada diem terus nungguin hujan yang ga pasti berhentinya kapan kan? Nekat dikit boleh lah."

"Baju terus mana?"

"Tuh belakang, yakali nyetir basah – basah."

Setelah beberapa waktu yang sulit, kami dapat kembali seperti biasanya. Mungkin memang pengorbanan itu selalu dibutuhkan demi kebaikan.

***

*tok tok

"Ngapain nih?" Ara muncul dari balik pintu. Dia baru terlihat sejak pulang tadi.

"Nih, mau baca?" Bukan surat, tapi buku. Aku tidak mau membawa surat – surat itu setelah kejadian tadi. Setidaknya di rumah aku hanya ingin sendiri, atau bersama Ara mungkin?

"Kapan belinya? Baca bareng lebih asik loh." Biasanya aku lebih suka baca sendiri, tapi kalau bareng Ara kayanya ga ada masalah.

"Yaudah pilih yang kamu mau aja."

Akhirnya hari itu kami habiskan membaca bersama. Aku sempat jenuh untuk beberapa saat, bahkan tadinya mau ngajak Ara keluar tapi dia sudah terlelap. Aku sebagai pria baik – baik lebih memilih tidur di sofa, setidaknya untuk beberapa saat sampai aku terbangun karena kurang nyaman.

Jam masih menunjukan pukul 2 malam, aku berjalan ke dapur. Mencari sesuatu untuk dimakan setidaknya. Katanya kalau kenyang, nanti ngantuk dateng sendiri. Tapi tiba – tiba ada pesan masuk tertanda dari ibu.

"Apakah kamu sudah tertidur? Ibu tidak bisa tidur"
- Sent : 02.17

"Ada apa?"
- Sent : 02.10

"Entahlah, ibu kesepian disini. Ibu merindukan ayahmu."
- Sent : 02.11

"Tidak, apapun pembahasannya aku mohon jangan bicarakan tentang pria itu. Jika ibu masih merindukannya, aku tidak peduli. Yang pasti aku masih dan akan selalu membenci dia. Aku tidur duluan. Selamat malam."
- Sent : 02.15

Aku tidak berniat untuk bersikap kasar terhadap ibu, tapi aku hanya tidak suka dengan orang yang dia sebut ayahku. Mengingat bahwa aku adalah anaknya saja aku kadang tidak menyukainya.

"Maafkan aku ibu, hanya untuk kali ini. Aku minta maaf." Sebutku pelan.

"Yoongi? Ngapain malem – malem gini sendirian?" Tanya Ara tiba – tiba.

"Ara? Bangun? Mau pindah? Udah tidur disitu aja nanti repot." Dengan mudahnya dia kembali ke kamar. Aku tidak terlalu memikirkannya. Setidaknya hari ini aku harus tidur di sofa. Sofa ruang tamu cukup besar.

***

"3.. 2.. 1... hunting dimulai!!" Teriak Ara menggebu – gebu.

Hari ini adalah hari kedua mos, dimana peserta mos berlomba – lomba mengumpulkan tanda tangan para panitia atau anggota sekolah lainnya. Bagian ini bukan aku atau Ara yang menyiapkan. Katanya juga akan ada dinner sebagai hadiah bagi yang mengumpulkan terbanyak.

Begitu mulainya acara, aku langsung menarik Ara menuju suatu tempat yang terpencil, yang jauh dari keributan.

"E-eh... mau ngapain?" Sebutnya panik.

"Udah ikut aja, aku males sama yang ginian." Lagipula aku hanya bawa dia ke rooftop kok ga lebih.

"Aku mau baca buku lagi, mau ikut baca ga?"

"Mau sih, tapikan lagi ada acara." Jawabnya ngeles.

"Acaranya buat beberapa jam, lumayan buat baca."

"Bukunya?" Dia masih ngeles.

"Nih yang kemarin kamu baca, sampe ketiduran, di kamar orang." Wajahnya kembali memerah jadi mulutnya tertutup rapat.

Orang – orang pasti sedang bingung mencari kami. Apalagi aku yang dianggap saingannya Jimin dan Ara yang populer. Xavi aja sampai sms.

"Udah siang nih, panas. Turun yu kali aja udah pada cape." Kira – kira sekitar beberapa puluh menit diatas, kami kalah melawan teriknya sinar matahari. Anggapan bahwa para peserta mos sudah selesai mencari tanda tangan sirnah seketika disaat kami turun. Bodohnya kami lewat tangga utama.

Kerumunan siswa langsung mengerumuni kami, tapi kami lari. Aku sih yang maksa dia lari, habisnya berasa dikejar sasaeng*. Tapi pada akhirnya Jimin menjadi yang terpilih untuk dinner. Jadi setidaknya mos ini tidak merepotkanku. Untuk sekarang yang aku perlu pikirkan adalah hari – hariku kedepan. Entah harus bagaimana menjaga tali diantara aku dan Ara. Sekarang aku takut kehilangan dia.
*sasaeng : fans yang terobsesi dengan idolanya sampai dapat berbuat apapun karena obsesinya itu.

Cure | Completed ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang