7. Valentin Day

8.2K 560 45
                                    

Wrning! Part ini mengandung kebaperan tingkat tinggi, bagi yang jomblo 😆😆😆😆. No edit, jd maklum ya banyak typo. Happy reding!

❣❣❣❣❣

Adiba berjalan memasuki gedung Universitas tempatnya mengajar. Seperti biasa saat ia datang, banyak mahasiswa yang menyapa atau sekedar menggodanya. Adiba tak paham betul definisi menggoda seperti apa. Tapi yang jelas para mahasiswa laki-laki itu akan berebut meminta nomor ponselnya setiap ada kesempatan. Padahal sudah hampir satu bulan ini ia bekerja sebagai dosen baru. Tapi predikatnya sebagai Dosen singel membuatnya mendapat perhatian. Didukung dengan wajah orientalnya yang cantik. Meski dibalut hijab ia tetap memperlihatkan aura menawan.

"Pagi, Bu Docan." Sapaan familiar mahasiswanya yang satu itu membuat Adiba memutar mata bosan. Bocah ini tak tahu kenapa, sejak awal ia datang terus saja mengganggu. Belum lagi panggilan aneh yang selalu laki-laki itu berikan pada dirinya, semakin membuat Adiba pening. Namanya Sasena, dari pembicaraan para mahasiswinya yang tak sengaja ia dengar setiap hari, Sena adalah tipe bad boy yang digandrungi banyak wanita di kampus ini. Yang membuat ia tak habis pikir, kenapa lagi-lagi ia harus berurusan dengan pemilik nama Sena. Setelah si polisi narsis Dimas Arsena. Selain nama mereka yang mirip, kelakuan mereka juga tak jauh berbeda. Benar-benar menyebalkan, pikir Adiba.

"Pagi," jawab Adiba singkat tanpa menghentikan langkah. Namun, seperti biasa mahasiswanya yang satu ini akan terus mengikuti, dan mengajaknya bicara panjang lebar. Yang ujung-ujungnya merayu dia dengan kata-kata lebay.

"Apakah tidur Bu Docan nyenyak hari ini?"

"Alhamdulilah nyenyak."

"Bagus lah, berati Ibu sudah menyiapkan tenaga, agar ibu tak pingsan hari ini." Mendengar ucapan Sena, Adiba menghentikan langkah. Menatap muridnya tersebut wa-was. Terakhir kali Sena mengatakan hal demikian, saat laki-laki itu membacakan puisi cinta untuknya di depan semua mahasiswa kampus ini, dengan toa pula.

"Ah ... kali ini bukan hal menakjubkan seperti biasa kok, Bu. Ibu nggak perlu takut, saya hanya ... hanya." Kegugupan Sena semakin membuat Adiba heran. Merasa jengah, wanita itu memutuskan melanjutkan langkah sebelum Sena mencekal pergelangan tangannya. Merasa kaget akan tidakan tiba-tiba mahasiswanya, Adiba buru-buru menepis tangan laki-laki itu.

"Ah ... ma-maaf kan saya. Saya hanya ingin memberi Ibu ini." - Sena mengulurkan sebuah coklat dan setangkai bunga mawar pink yang diberi pita. Adiba hanya menatap bingung dua benda itu.

"Untuk Ibu."

"Maksudnya?" tanya Adiba makin bingung.

"Selamat hari Valentine, Bu," Sena menatap Adiba dengan wajah begitu bahagia. Senyumnya bahkan terlalu lebar hingga membuat Adiba merasa silau.

"Ah ... maaf. Saya tak merayakan Valentine, permisi." Setelah mengatakan itu Adiba pergi meninggalkan Sena. Laki-laki itu hanya menatap punggung Adiba yang menjauh. Wajahnya berubah lesu, sebelum terdengar tawa menggelegar tiga orang di belakangnya yang membuat ia semakin kesal.

"Sudah lah, Bro, lo nyerah aja. Bu Adiba itu bukan tipe cewek gampangan seperti yang biasa lo dekati. Lagi pula nggak mungkin wanita berumur seperti dia milih brondong ingusan kayak lo," kata sahabatnya Bimo.

"Yo'i ... omongan Bimo ada benarnya, lo nyerah aja deh. Dari pada nanti lo patah hati. Gue yakin Bu Adiba dah punya calon suami yang lebih keren dari lo, dan dia itu polisi. Lo mau ditangkap gara-gara godain dia?" tambah Arya, sahabatnya yang lain.

"Sotoy lo, Ar. Kalau dia dah punya calon suami, kenapa dia selalu berangkat sendiri? Gua nggak akan percaya sebelum gue lihat dengan mata kepala sendiri calon suaminya."

Imperfact Marriage (Dimas & Adiba)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang