No ediiit!
Adiba sedang berkutat dengan tugas makalah mahasiswanya, sudah satu minggu ini setelah ajakan menikah dari Dimas terucap. Tapi laki-laki itu belum datang melamarnya seperti yang ia katakan kemarin. Dimas bahkan menghilang tanpa kabar, seakan sengaja membiarkan Adiba semakin gelisah.
"Aisssh ... apa sih yang sebenarnya ia pikirkan? Bilangnya mau melamarku pada Abah jika tiga hari aku tak ada jawaban, tapi sampai seminggu ini dia tak ada kabar. Dasar pembohong!" sungut Adiba tanpa sadar. Entah kenapa ia jadi kesal sendiri membayangkan Dimas tak serius dengan kata-katanya.
"Harusnya kalau memang niatnya menggodaku jangan begini caranya, benar-benar tidak lucu! Dia pikir ucapan seperti itu bisa dijadikan bercandaan apa!" sambung Adiba lagi dengan nada frustasi.
Wanita itu memegangi kepalanya yang tertunduk dengan dramatis. Untung saja ruangan dosen sekarang tengah sepi, hingga ia tak perlu menjadi tontonan rekan-rekannya. Ingin rasanya ia melempar Dimas dengan setumpuk makalah di depannya jika nanti tiba-tiba laki-laki itu muncul.
Ditengah kekalutannya, dering phoncel di dalam tas berbunyi. Buru-buru diraihnya benda pipih itu.
"Nomor tak dikenal?" gumam Adiba lalu mengangkat panggilan itu.
"Asalamualaikum, siapa ya?"
"Waalaikumsalam, ini benar nomernya, Kak Adiba?" Adiba terdiam mendengar suara familiar diseberang sana.
"Iya benar, ini dengan siapa ya?"
"Astaghfrallah, ini aku, Kak. Kayla." Mendengar penuturan itu, Adiba sedikit kaget sekaligus senang.
"Ini benar kamu, Kay? Apa kabar?" jawab Adiba dengan senyum lebar.
"Ck ... nanti kuceritakan kabarku saat kita bertemu. Bisa kan sehabis Kakak selesai mengajar kita bertemu di caffe biasa dulu kita nongkrong?"
"Baik lah. Kita bertemu jam tiga ini ya. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam." Setelah itu sambungan terputus. Adiba menaruh ponselnya kembali, lalu melirik jam dipergelangan tangan. Sudah saatnya ia memberikan materi pada mahasiswanya yang mungkin saja sudah menunggu.
Dengan langkah anggun, wanita itu berjalan memasuki kelas. Kelas yang tadinya gaduh mulai tertib saat ia masuk. Wanita itu meletakkan buku di meja, lalu mulai mengisi mata kuliah Hukum Tata Usaha Negara.
Ia sedikit kaget mendapati Sena duduk di bangku paling depan. Adiba hanya memutar mata jengah dengan mahasiswanya satu itu. Meski Sena adalah mahasiswa akhir semester, tapi laki-laki itu selalu saja nylonong masuk saat ada mata kuliahnya. Sudah berkali-kali Adiba mengusir bocah itu, tapi hasilnya nihil. Sena tetap saja masuk tanpa izin saat mata kuliahnya berlagsung. Mengabaikan keberadaan Sena, Adiba mulai membuka suara.
"Assalamualaikum, dan selamat siang, Semua!"
"Siang, Bu!" jawab mahasiswanya serentak. Lalu Adiba melanjutkan kata-katanya.
"Anda semua sudah siap untuk kuis hari ini, kan?"
"Sudah, Bu Docan!" Teriakan Sena paling keras di antara semuanya. Lalu laki-laki itu menopang dagunya menatap Adiba, lengkap dengan senyum konyolnya. Sementara ada beberapa yang mengeluh, menandakan mereka tak belajar.
"Kemarin saya sudah menjelaskan tentang azas-azas dalam Hukum Acara PTUN. Barangkali tidak berlebihan apabila azas hukum disebut sebagai jantungnya peraturan hukum, karena azas hukum merupakan dasar atau landasan bagi lahirnya suatu peraturan hukum. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka secara garis besar kita dapat menemukan beberapa azas hukum dalam Hukum Peradilan Tata Usaha Negara, ada yang bisa menjelaskan salah satu azas hukum tersebut? Silakan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Imperfact Marriage (Dimas & Adiba)
RomancePart lengkap bisa dibaca di KBM app Seri ke 2 dari Journey Of Love : Dimas & Adiba. Dimas Arsena, polisi muda yang diam-diam memiliki trauma begitu besar pada masa kecilnya. Trauma itu membuatnya tak ingin terikat dengan pernikahan, meski dia begit...