No edit, jadi maaf jika typo bikin kalian sakit mata. Enjoy this story!
*****
Dimas melajukan mobilnya membelah jalanan kota Jakarta. Cuaca hari ini begitu terik, belum lagi jalanan yang macet total menambah daftar panjang betapa sumpeknya kota ini. Dimas memacu kendaraan dengan perlahan, berusaha menyalip kendaraan yang berada di depannya. Sepanjang perjalanan, laki-laki itu tak hentinya merutuki aksinya melamar Adiba secara tiba-tiba.
Hal yang barusan terjadi sama sekali diluar rencana. Awalnya ia hanya ingin menemui Adiba untuk membicarakan masalah persidangan terkait sepupunya. Namun, gara-gara bocah tengil di kampus itu ia terpaksa mengaku sebagai calon suami Adiba.
Bocah itu membuat Dimas merasa tersaingi. Entah untuk alasan apa ia sangat terganggu dengan kata-kata mahasiswa Adiba tersebut, ketika bocah itu mengatakan dengan lantang dan penuh keyakinan jika dia menyukai Aiba.
Sekitar dua jam berkendara, mobilnya memasuki sebuah rumah bergaya mediterania dengan dua lantai. Begitu turun, seorang wanita paruh baya tersenyum kearahnya.
"Assalamualaikum, Bi Wati."
"Waalaikumsalam, Den. Tumben lama sekali baru kesini?" tanya Bi Wati, pembantu rumah tangga di keluarga Baskoro."Bapak ada, Bi?"
"Ada kok, Den. Beliau ada di halaman belakang, sedang santai dengan Ibu." Dimas mengangguk, lalu masuk ke dalam rumah tersebut.
Ucapan salam laki-laki itu membuat pasangan suami istri yang sedang asyik berbincang itu terhenti.
"Assalamualaikum," seru Dimas, lalu menyalami dan mencium punggung tangan kedua orang tua angkatnya.
"Waalaikumsalam."
"Kamu, Le. Dari mana saja baru main ke sini? Apa kamu datang bawa calon istri, iya?" Pertanyaan ibu angkatnya hanya dijawab senyum kecil Dimas.
"Yo maklum to, Bu. Akhir-akhir ini Dimas memang sedang banyak kerjaan."
"Maafkan Dimas baru sempat jenguk ibu."
"Yo wis ora po-po. Duduk dulu, Le, biar tak ambilin minum." Setelah mengatakan itu, Bu Ani masuk ke dalam rumah meninggalkan dua laki-laki beda generasi itu.
"Kenapa, Le? Kamu sepertinya sedang bimbang." Pernyataan Pak Baskoro tepat sasaran, karena sekarang Dimas terlihat mengembuskan napas gusar.
"Dimas baru saja menyatakan ingin menikahi anak gadis orang, Pak," jawab Dimas to the point. Pak Baskoro menutup bukunya, lalu beralih menatap Dimas yang terlihat gusar.
"Bagus kalau begitu, lebih cepat lebih baik. Terus?"
"Masalahnya Dimas-"
"Kamu kenapa? Masih bilang kamu belum siap? Kamu mau bilang takut dengan sebuah komitmen?" Pak Baskoro memotong kata-kata Dimas, membuat laki-laki itu terdiam menatap sang Ayah.
"Dengar baik-baik, hanya ada dua pilihan yang benar dalam perasaan cinta antara laki-laki dan perempuan. Halalkan, atau ikhlaskan. Mau sampai kapan kamu seperti ini? Sementara umurmu sudah kepala tiga. Kamu mau ujung-ujungya berakhir seperti hubunganmu dan Kayla? Jangan menunda-nunda hal baik, apa lagi menikah. Karena ujungnya setan lah yang akan bertindak sebagai orang ke tiga."
Dimas hanya diam mendengar nasihat ayah angkatnya, sebelum laki-laki paruh baya itu melanjutkan kata-katanya.
"Jadi, siapa gadis itu? Dan kapan kamu akan membawa Bapak menemui keluarganya?" Pertanyaan Pak Baskoro hanya di tanggapi diam oleh Dimas. Meski bingung, akhirnya laki-laki itu mengembuskan napas dan berusaha memantapkan hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Imperfact Marriage (Dimas & Adiba)
RomancePart lengkap bisa dibaca di KBM app Seri ke 2 dari Journey Of Love : Dimas & Adiba. Dimas Arsena, polisi muda yang diam-diam memiliki trauma begitu besar pada masa kecilnya. Trauma itu membuatnya tak ingin terikat dengan pernikahan, meski dia begit...