2. Pesona Edgar

261K 24.2K 912
                                    

Suasana Cafe di sore hari benar-benar ramai, mungkin karena hari ini Sabtu yang akan menjelang malam minggu. Entahlah, Caca tidak peduli sama sekali. Yang terpenting, dia masuk dan mendapatkan tempat duduk yang strategis dengan meja bar di mana Edgar melakukan aktivitas meracik kopinya.

Caca masuk, pandangannya menengadah ke sekeliling yang terlihat sangat penuh. Jangankan untuk mendapatkan letak strategis, tempat duduk saja tidak ada yang kosong.

Caca mengeluh kesal. "Astaga, ini Cafe apa pasar? Rame bener, gimana caranya gue bisa mandangin Bang Edgar dari deket kalo gini."

Caca cemberut, marah melihat Edgar sedang tersenyum manis dengan beberapa pelanggan yang sepertinya sedang memesan kopi. Dan sialnya, kenapa Cafe ini kebanyakan berisi perempuan? Apa tempat ini khusus untuk kaum Hawa.

"Aduh!" Caca hampir saja terjatuh ketika seseorang mendorong pintu masuk, karena kebetulan Caca berdiri tepat di ambang pintu.

Si pendorong juga terkejut, menghampiri Caca yang meringis menahan sakit di bahunya "Astaga, Caca, ngapain kamu di pintu!" teriak seorang perempuan panik.

Caca yang mendengar suara familier itu, mendongak. "Ah, Mbak Naya."

Cewek dengan rambut terurai itu berdiri, memberikan cengiran khas yang membuat kepanikan perempuan bernama Naya berganti dengan napas lega.

"Ngapain di depan pintu? Kenapa gak masuk? Tumben," Naya bertanya heran.

Caca terkekeh pelan. "Aku mau masuk, tapi Cafenya penuh," keluhnya.

Naya yang mendengar kalimat Caca menoleh, melihat isi Cafe yang memang penuh. Naya tidak tahu, karena dia baru saja berkunjung ke Cafe setelah mengantar anaknya yang bersekolah TK.

"Astaga, gimana bisa Cafe ini penuh." Naya memberi jeda dengan gelengan kepalanya. "Pesona Edgar emang luar biasa," lanjutnya diakhiri kekehan geli.

Caca semakin cemberut. "Tahu, kok bisa sih Mbak Naya punya adik kayak Bang Edgar? Kenapa Bang Edgar bisa ganteng? Kenapa pesona Bang Edgar bikin cewek mupeng terus. Kalo gini, saingan Caca bukan cuma Kak Alisa doang," ujarnya sebal.

Naya tertawa mendengar keluhan Caca. "Kenapa kamu marah sama Mbak, coba kamu tanya sama Mama dan Papa Mbak sana."

Caca merengut, helaan napas berat keluar dari mulutnya. "Yah, makin susah buat stalk Bang Edgar kalau gini."

Naya menaikkan kedua alisnya. "Kamu masih belum nyerah buat ngejar Edgar, Ca?"

Caca menoleh, lalu menggeleng. "Gak akan, Mbak! Pokoknya, sebelum janur kuning melengkung, sebelum dapat undangan nikah dari Bang Ed, aku gak akan nyerah!"

Naya menggelengkan kepalanya. "Iya-iya, gimana kamu aja. Tapi, meskipun di sini posisi kamu sebagai pengejar, jangan pernah ngelakuin hal yang merugikan diri sendiri, ngerti?" ujar Naya mengingatkan.

Caca mengangguk. "Iya, Mbak, tenang aja. Caca cewek pengejar yang elegan," balasnya dengan bangga.

Naya memutarkan kedua bola matanya malas, lalu terkekeh. "Ya udah, Mbak ke belakang dulu."

Caca mengangguk, matanya kembali menelusur ke tempat di mana Edgar sedang membuat pesanan untuk pelanggan.

Pria tampan yang dibalut apron hitam itu terlihat serius sekali, tangan kekarnya bermain-main dekat mesin kopi.

"Astaga, kenapa Bang Edgar harus ganteng!? Caca mana bisa nyerah kalo gini," keluh Caca, kesal sekali.

Caca mendesah, bagaimana caranya dia bisa masuk dan duduk tepat di meja paling depan. Caca ingin memuaskan diri memandang wajah tampan Edgar. Gadis itu ingin mengambil gambar Edgar hingga memori ponselnya penuh.

Bukan Stalker [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang