Berkat sumbangan lagu yang diusulkan Eka, Caca mulai dekat dengan Andra. Cowok yang juga satu kampus dengan Edgar itu tidak henti-hentinya memberi pesan agar Caca mau bergabung untuk duet bersama Band-nya setelah mereka bertukar nomor kemarin.
Caca tidak lagi memperhatikan Edgar walau diam-diam dia suka melirik ke arah cowok yang masih mengisi hatinya itu. Namun mulai sekarang, Caca harus melupakan perasaannya meski tidak mudah.
"Lagi chat sama siapa lo?" Dinda bertanya, heran karena hari ini Caca sibuk dengan ponselnya.
Caca menoleh, lalu menjulurkan lidahnya. "Kepo."
Dinda merengut, mengintip ponsel Caca sekilas dan menangkap satu nama.
"Andra?" tanya Dinda.
Caca langsung menjauhkan ponselnya dari Dinda. "Gak sopan lo ngintipin ponsel orang, bintitan baru nyaho lo!"
Dinda mendengus kesal. "Gak ada hubungannya ngintip ponsel sama bintitan oneng."
"Ada."
Dinda mendengus, lalu kembali menyibukkan diri dengan bukunya. Seperti biasa, jika tidak melihat Oppa, Dinda akan membuat sebuah cerita tentang idolanya.
"Ca, pulang sekolah mau ikut ke Cafe gak?" tanya Amora,
Caca mendongak, seperti dejavu. Caca tersenyum samar. "Emang ada acara apaan?"
Amora mengangkat bahu. "Gak ada sih, cuma main aja."
"Sendiri?"
Amora menggeleng. "Sama Adam."
Caca memutarkan kedua bola matanya malas. "Terus, lo mau jadiin gue obat nyamuk di kencan kalian!?" balasnya ketus.
Amora terkekeh pelan. "Ya kan biasanya kalo gue mau ke Cafe, lo pasti mau ikut walaupun cuma gue sama Adam yang ke sana."
Caca menghela napas berat, semua yang Amora katakan memang benar. Tapi itu dulu, ketika Caca masih bertekad untuk melanjutkan prinsipnya mendapatkan Edgar. Caca setiap hari datang ke Cafe demi bertemu dengan Edgar dan mengganggu cowok yang tengah meracik kopi itu.
"Lo mau nyindir gue ya, Mor? Lupa, gue lagi nyoba move on dari Bang Ed?" Caca mencebikkan bibirnya, sebal.
Amora terkekeh tanpa dosa. "Maaf, maaf, kan siapa tahu aja lo mau ikut."
"Ogah!"
Dinda yang ada di sebelahnya ikut menggoda. "Cie, yang mau move on dari pujaan hati."
"Berisik lo berdua."
Amora dan Dinda terbahak kencang mendengar omelan Caca, lalu mereka mengobrol, menceritakan hal-hal yang mungkin tidak penting tapi berhasil mengundang tawa.
Caca yang masih patah hati ikut tertawa, melupakan rasa sakitnya meski sesekali bayangan Edgar terlintas dan membuatnya lagi-lagi menekuk wajah miris.
"Ca, pulang sekolah mau ikut ke salon gak?" Budi tiba-tiba saja ikut bergabung.
Caca berpikir, sudah lama juga dia tidak pergi ke salon semenjak mengejar Edgar. Astaga, pantas saja Edgar tidak meliriknya, wajahnya pasti punya banyak noda sekarang.
Caca mengangguk. "Boleh deh."
Budi melongo, tidak percaya. "Serius? Tumben mau ikut."
Caca mendengus. "Kan barusan lo yang ajak, cabe."
Budi merengut. "Kan biasanya lo nolak dengan alasan mau bertemu sang pangeran berapron hitam."
Caca langsung menekuk wajahnya, sementara Amora dan Dinda terkikik geli.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Stalker [TAMAT]
Teen FictionKetika lelaki yang ia cintai menolak pernyataan cintanya, Caca bertekad untuk menaklukkan hati lelaki itu. Lagipula, sebelum janur kuning melengkung, kesempatan cinta masih ada meskipun Edgar sudah memiliki kekasih. * * Caca, seorang cewek kelas XI...