5. Sakit Ini Berlipat-lipat

188K 20.8K 1.4K
                                    

Bahagia. Itulah yang sedang Caca rasakan. Caca merasa sangat beruntung sekali hari ini. Bukan hanya karena ia telah mendengar berita bahwa sang pujaan hati putus dari kekasihnya. Tapi ia juga merasakan perhatian yang diberikan Edgar kepadanya untuk pertama kalinya.

Mungkin, bagi Edgar itu hal yang biasa saja. Tidak bagi Caca, hari ini sangat luar biasa. Bahkan dia berkali-kali berterima kasih karena Tuhan karena sudah mengabulkan doanya.

Tentu saja ia harus senantiasa mengingat hari ini. Setelah tiga bulan dia mengejar Edgar, tapi hasilnya selalu sama. Edgar tetap menganggap Caca sebagai pelanggan atau adik. Padahal Caca sudah berusaha mencari perhatian sampai harus bertengkar dengan pelanggan genit.

Bukan hanya itu saja, bahkan Caca sering kali mengganggu Edgar dan Alisa ketika mereka sedang bersama. Menyebalkan? Masa bodoh! Caca hanya ingin membuktikan bahwa dia serius mencintai Edgar.

Orang lain pasti akan menganggapnya bodoh dan tidak tahu malu. karena mau bagaimanapun, Caca baru saja menginjak remaja. Hati dan sifatnya masih membara dan labil, mungkin lama kelamaan Caca akan bosan dan menyerah.

Itu menurut pemikiran Edgar, tapi sayangnya tebakannya melesat. Caca masih saja mengganggu dan mengejarnya walau Edgar sudah terang-terangan menolak. Tingkah kekanak-kanakan yang sering kali membuat Edgar terganggu, lambat laun mulai bisa diterima. Demikian juga dengan Alisa yang harus menahan sabar ketika kencannya diganggu.

Caca menghela napas kesal, dia masih ada di ruangan Cafe Edgar. Pria yang katanya akan mengantarnya pulang, sampai sekarang masih belum memunculkan batang hidungnya.

Edgar menyuruh Caca untuk menunggu di sini sebentar, tapi sampai sekarang Edgar masih belum kembali. Sudah lima menit berlalu, Caca tidak suka menunggu. Bukan tidak bisa, tapi tidak sabar untuk pulang bersama Edgar. Tidak sabar juga untuk mengenalkannya kepada Mama dan mengatakan bahwa Edgar calon menantu.

Caca terkikik dengan imajinasi gilanya, membayangkan sikap manis Edgar membuat Caca kembali mengulum senyum dengan rona merah di kedua pipi.

"Ish Bang Ed lama, aku samperin aja kali ya?" gumam Caca bermonolog dengan dirinya sendiri.

Caca mengedikkan bahu, beranjak dari duduknya untuk segera keluar menyusul Edgar. Menoleh ke sana kemari, tapi sosok Edgar tidak ada di dalam Cafe.

"Bang Ed kemana sih!? Dia pasti bohong! Katanya mau nganter gue pulang," rutuknya kesal.

Naya yang memperhatikan Caca menepuk bahu cewek itu pelan. "Nyari siapa?"

Caca langsung mendongak dan terkejut. "Ih, Mbak Naya ngagetin aja."

Naya terkekeh. "Abis kamu celingak celinguk kayak maling, nyari siapa emang, Edgar lagi?"

Caca tersenyum. "Kok Mbak tahu?"

Naya memutarkan kedua bola matanya malas. "Emang yang kamu cari setiap ke Cafe siapa lagi kalo bukan Edgar?"

Caca diam, lalu tersenyum malu. "Mbak Naya bisa aja."

Naya hanya bisa menggeleng melihatnya. "Edgar di garasi samping Cafe. Katanya mau ngambil mobil dulu, kamu ke sana aja gih."

Caca mengangguk antusias. "Makasih, Mbak, Caca sayang Mbak Naya," ujarnya, memeluk lengan Naya sebentar.

Naya terkekeh lalu mengangguk, menghela napas melihat Caca yang kini sudah menjauh dan keluar dari Cafe.

"Semoga berhasil dapetin hati Edgar ya, Ca," Naya terkekeh pelan melihat semangat Caca.

**

Caca berjalan sambil menari-nari kecil menuju dimana Edgar ada. Tidak sabar untuk di antar pulang, dan lagi-lagi Caca tersenyum seperti orang idiot jika mengingat Edgar.

Bukan Stalker [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang