Caca benar-benar sedang patah hati. Bahkan cewek yang kini duduk di bangku XII itu tidak mau keluar dari kamarnya setelah pulang dari Cafe. Mami Caca sampai kewalahan membujuk putrinya untuk keluar kamar.
"Sayang, buka dong pintunya. Ini udah malem loh, kamu gak mau makan? Mami udah masakin makanan favorit kamu loh," kata Mami terus membujuk putrinya yang masih tidak mau merespons.
Mami mendesah, dia tidak tahu apa yang terjadi dengan putrinya. Ini pertama kalinya Caca pulang dengan kondisi menangis dan langsung masuk mengurung diri di kamar.
"Ca, jangan bikin Mami cemas dong. Entar kalo Mami ke jedot terus gegar otak dan gak inget kamu lagi gara-gara kecapekan ketuk pintu kamar, kamu mau?" tanyanya, mengasal.
Caca yang ada di dalam kamar masih tidak merespons. Gadis itu masih terisak membayangkan kembali apa yang sudah terjadi. Ia baru saja dibohongi Edgar, pria itu tidak mengantarnya pulang. Jangankan mengantar, ingat saja pun tidak.
"Bang Ed jahat, kok bisa-bisanya Caca dilupain. Padahal badan Caca gak kerempeng, masa segede gini Caca gak kelihatan," isaknya, kembali menarik tisu dan mengusapnya di kedua pipi lalu hidungnya.
"Ca, bukain dong."
Suara Mami masih terus membujuk di luar pintu. Caca semakin mengerang. "Caca gak laper, Mi, Caca mau diet!"
Mami yang ada di depan pintu mengerutkan dahinya bingung "Ngapain kamu diet? Badan kamu udah bagus."
Caca terisak lagi. "Biar kurus, Mi. Badan bagus gak akan bikin Bang Ed lirik Caca. Caca kudu diet dan jadi kurus, biar Bang Ed bisa lihat Caca," teriak Caca, membalas ucapan Maminya.
Mami semakin bingung dengan ucapan putrinya. Ed? Siapa itu? Ah, apa jangan-jangan dia alasan kenapa Caca menangis dan mengurung diri?
"Duh, nak, kalo kamu kurus yang ada nanti si Ed Ed itu makin gak lirik kamu loh! Cowok sekarang sukanya yang bohay, Ca. Kalo kamu kerempeng kayak lidi, yang ada nanti kamu gak bisa napak ke tanah."
Caca semakin menjerit mendengar sahutan Maminya. Bergegas membuka pintu yang langsung disambut wajah Maminya. "Mami kok gitu!?" protes Caca.
Mami terkekeh. "Mami ngomong sesuai kenyataan, Ca."
Caca merengut, hidungnya yang memerah membuat Mami yakin jika putrinya sedang dalam keadaan tidak baik.
"Makan dulu yuk, kasihan cacing di perut kamu kelaparan," bujuknya.
Caca semakin kesal. "Kok Mami lebih mentingin cacing di perut aku daripada akunya."
Mami mendengus malas "Barusan Mami cemasin kamu, kamu teriak-teriak mau diet. Badan kecil pake acara mau diet, mau jadi sapu lidi kamu?"
"Mau jadi cewek yang bisa dilirik gebetan," gerutu Caca, berjalan mengikuti langkah Maminya.
Mami hanya menggeleng, menyuruh Caca duduk di meja makan. Memberikan banyak makanan di piring kemudian mendorongnya ke arah Caca. Hasilnya? Tentu saja Caca langsung melahapnya.
"Katanya mau diet, makan aja udah kayak orang kesetanan," sindir Mami, memberikan air minum.
Caca tidak merespons, cewek itu sibuk mengunyah dengan wajah ditekuk. Mood-nya masih tidak baik, tapi perutnya minta diisi.
Ting Tong!
Mami menoleh ketika suara bel pintu berbunyi. Melangkah untuk segera membuka pintu. Setelah pintu itu terbuka Mami tersenyum, mempersilahkan tamunya masuk.
"Loh? Katanya Caca ngurung diri di kamar, Mi?" tanya Eka, melihat Caca makan dengan lahapnya di depan mata.
Ya, tamu Mami adalah teman-teman Caca. Mami sengaja meminta bantuan mereka untuk membujuk putrinya karena tidak mau keluar kamar. Eka, Amora, Dinda. Tiga cewek itu datang setelah di telepon Mami Caca.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Stalker [TAMAT]
Teen FictionKetika lelaki yang ia cintai menolak pernyataan cintanya, Caca bertekad untuk menaklukkan hati lelaki itu. Lagipula, sebelum janur kuning melengkung, kesempatan cinta masih ada meskipun Edgar sudah memiliki kekasih. * * Caca, seorang cewek kelas XI...