Blind Improvisation

60.1K 721 8
                                    

Jakarta, 12 Januari 2017.

Hari ini aku kembali masuk kantor. Setiap orang di sana menatapku aneh. Mungkin karena kasihan, mereka bahkan tidak memberi banyak pekerjaan untukku. Sayang sekali ... padahal saat itu aku ingin bekerja. Beruntung atasanku tidak memandang iba seperti yang lain. Karena beliau, aku akhirnya bisa menghilangkan stress dengan pergi ke kantor cabang. Di sana nantinya aku akan berdebat masalah pengauditan yang terasa akan alot dan sulit diselesaikan. Terdengar menyebalkan memang, tapi sebenarnya hal seperti itu yang kubutuhkan saat ini. Setidaknya dibanding memikirkannya, pikiranku akan lebih memilih memikirkan debatan apa yang harus kukeluarkan saat itu.

*****

Jakarta, 22 Januari 2017.

Hari Sabtu. Tidak banyak yang bisa kuperbuat. Dibanding mengurung diri, aku memilih untuk pergi ke luar menghabiskan uang. Kupilih salah satu sepatu dengan hak setinggi 9-cm. Cukup tinggi dan sakit pastinya. Terlebih jika digunakan bermain di Time Zone. Bisa dibayangkan akan selecet apa nanti kakiku. Tapi, walaupun sakit, aku akan tetap dengan senang hati menggunakannya. Karena dengan rasa sakit itu, membuatku lupa dengannya. Saat ini, melupakannya adalah prioritasku. Benar. Aku harus melupakannya.

*****

Jakarta, 23 Januari 2017.

Banyak tamu berdatangan ke rumah kami. Sebagian besar adalah keluarga besar. Aku tahu alasan mereka datang ke sini. Untuk mengejek, menasihati, atau sekedar mengasihani diriku. Benar-benar memuakkan. Mereka seperti laron yang mengerumuni cahaya, jika menemukan satu masalah menyenangkan yang sangat cocok dijadikan bahan gosip. Ini alasan mengapa aku enggan datang ke setiap acara keluarga. Terlalu banyak orang bermuka dua di sana.

Dibanding mendengar omong kosong para tetua itu, lebih baik aku menyumpal telinga dengan headset, kemudian mendengar musik heavy metal sekeras mungkin. Dengan begitu, kuharap kupingku akan sedikit tuli, sehingga aku tidak lagi bisa mendengar isi hatiku.

*****

Jakarta, 24 Januari 2017.

Pekerjaanku berjalan normal. Perlahan, orang-orang mulai kembali memperlakukanku layaknya pekerja. Suatu kemajuan, 'kan? Kuharap dengan kondisi seperti ini, hatiku juga bisa ikut pulih bersama waktu yang berlalu.

*****

Jakarta, 25 Januari 2017.

Barang-barang yang kupesan mulai berdatangan ke rumah. Mulai dari kulkas, mesin cuci, tv layar lebar, dan berbagai alat elektronik lainnya kini memenuhi seluruh sudut ruangan kosong yang tersisa. Ibu bertanya padaku mengenai barang-barang itu. Mempermasalahkan rumahnya yang kini menjadi sesak. Karena malas berdebat, aku memutuskan untuk memotret setiap benda yang ada, lalu menempel iklan barang-barang tersebut pada sebuah layanan penjualan online.

Tidak menunggu lama, para calon pembeli sudah berlomba-lomba menawar iklan yang kupasang. Mungkin karena aku memberikan harga di bawah pasar, jadi mereka menjadi tertarik untuk membeli. Ibu lagi-lagi memarahiku karena menjual semua itu dengan murah. Aku tidak peduli, setidaknya dengan menjual seperti ini, barang-barang itu bisa lebih cepat menghilang dan aku jadi memiliki lebih banyak tugas untuk menghabiskan waktu.

*****

Jakarta, 26 Januari 2017.

Berita besar! Bu Vero, atasanku itu, lagi-lagi berbuat baik! Kali ini, wanita setengah baya itu menawariku perjalanan bisnis ke Papua selama 1 bulan. Berita yang sangat baik, bukan?! Tanpa menunggu lebih lama, aku segera menjabat tangannya dan mengucapkan terima kasih. Tiket pesawat juga sudah dipesan. Kini, aku tinggal mempersiapkan diri dan berangkat dua hari lagi.

[End] Ending SceneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang