Remaja lelaki itu menunduk. Berpura-pura memasang tali sepatu pada sepatu yang tidak memiliki tali. Dan karena melihat kelakuan konyol anak laki-laki di bangku depannya, membuat anak perempuan di belakangnya terkikik menahan tawa.
"Kamu ngapain?"
Si anak perempuan yang tadi menahan tawa, kini sudah sejajar. Sama-sama menunduk dan ikut berpura-pura membenarkan tali sepatu yang tidak lepas.
"Mau ngobrol sama kamu."
"Memangnya harus sampai seperti ini?"
"Enggak, sih. Cuma takut ketahuan aja."
Tanpa malu, anak laki-laki itu memamerkan senyumnya yang manis. Membuat hati si anak perempuan berdetak keras seperti mau lompat.
"Jangan bengong."
"Apa?"
"Tuh bengong, kan. Hati-hati nanti jatuh cinta sama aku."
"Apa, sih."
Pipi si anak perempuan bersemu merah, membuat senyum anak laki-laki itu makin tertarik lebar.
"Itu pipinya merah. Berarti petanda cinta."
"Enggak, tuh. Aku alergi aja ini sama kamu."
"Bukan masalah kalau kamu alergi sama aku."
"Loh, kenapa bukan masalah? Alergi itu bahaya, 'kan."
"Iya memang bahaya. Kadang juga bisa ninggalin bekas. Seperti cintaku yang berbekas di hatimu."
Aish! Gombalnya keluar lagi. Pintar sekali laki-laki satu ini bermain kata. Jika saja sedikit kepintarannya itu digunakan untuk menghitung rumus, aku yakin ia sudah bisa menjadi juara OSN saat ini.
"Kenapa diam? Kamu sudah mulai merasakan cintaku?"
"Enggak. Aku cuma lagi nahan geli karena gombalan kamu."
Anak lelaki yang disindir itu bukannya marah, malah tertawa cengengesan seperti orang bodoh.
*****
"Daren!"
Merasa terpanggil, si anak lelaki langsung refleks untuk bangun dari posisi dan menghadap suara yang amat dikenalnya itu.
"Iya, Bu?"
"Ngapain kamu nunduk gitu sampai lama?!"
"Benerin tali sepatu, Bu."
Tidak mempercayai perkataan muridnya, Ibu Guru dengan kaca mata tebal itu datang menghampiri Daren.
"Mana tali yang kamu benerin?! Sepatumu ini enggak ada talinya!"
Seluruh kelas menertawai Daren. Sebenarnya, sudah sangat biasa bagi Daren untuk melanggar dan dimarahi seperti sekarang.
"Serius, Bu? Saya juga baru sadar. Trus dari tadi saya benerin apa, Bu? Jangan-jangan saya mulai berkhayal."
"Kalau begitu teruskan khayalan supermu itu di luar! Sekarang!"
Dengan percaya diri, Daren melangkah keluar untuk berdiri di spot favoritnya. Sudah menjadi langganan bagi anak lelaki itu dihukum setiap kali pelajaran Bu Vero berjalan.
Sementara anak perempuan yang duduk di belakangnya hanya bisa melihat iba dan pasrah. Ia tidak bisa menentang Bu Vero, serta merasa bersalah karena sebenarnya ia juga pantas dihukum sama seperti Daren. Menghembus napas berat, anak itu mulai mencoret-coret bukunya. Berusaha menghilangkan bosan selama Daren tak ada di depannya.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
[End] Ending Scene
Short Story[Short Story - Romance] Follow dulu, baru dibaca. Tahukah Kamu Hidup Itu Seperti Apa? Kadang Terasa Menyenangkan Kadang Terasa Rumit Sedih, Bahagia, Luka, Cinta, dan Semua Rasa Lainnya Muncul dalam Hidup Dari Semua Perasaan Itu, Banyak Hal Yang Ing...