"Setiap orang memiliki kisah cintanya masing-masing, walau mungkin kisah cintanya itu berbeda dari yang lain."
❤❤❤
"Thya, kapan kamu nikah sayang?" tanya Ibu Marwah kepada putri sulungnya itu sambil menjahit pakaian yang ada di tangannya.
Thya mendesah pelan. Ia tak tahu harus menjawab apa kepada Ibunya yang ia sayangi. Setelah mengembuskan napas berat, ia mulai bisa berbicara dengan tenang. "Gak tahu, Bu. Lagipula belum ada calonnya."
Thya tersenyum pahit karna sebenarnya ia merasakan sesak di dada ketika mendapat pertanyaan 'kapan nikah?' dari siapapun itu seperti apa yang ibunya katakan tadi. "Kalau udah ada jodohnya, Thya pasti nikah kok Bu."
"Usiamu sudah 27 tahun, Thya. Apa kamu gak iri lihat teman-temanmu yang sudah berkeluarga?" Ibu Marwah menaruh jahitannya di atas meja sebelum menatap Thya---putri kesayangannya itu. "Ibu suka pengen nimang cucu ketika Bu Siti, Bu Nur, Bu Nafisah, dan Bu Rani membicarakan tentang cucunya masing-masing yang menggemaskan nan lucu. Apa kamu tidak ingin seperti teman-temanmu yang sudah memiliki anak?"
Thya merasakan kelu di hati. Ia mulai terenyuh saat mendengar perkataan ibunya yang ingin segera menimang cucu. Tapi apa daya jika jodoh yang Allah takdirkan belum pula datang menjemputnya? Kini yang bisa ia lakukan hanyalah berdoa dan berikhtiar agar kenginan ibunya itu dapat segera terwujudkan.
"Kamu sih kenapa menolak lamaran pria yang datang untuk meminangmu waktu itu? Sudah berapa kali kamu menolak lamaran mereka, Thya?! Bisa jadi ini karma bagimu karna tidak menerima satupun dari mereka untuk kau jadikan sebagai suamimu." Ibu Marwah mendekati Thya yang sedang menunduk meresapi setiap perkataan yang terlontar dari Ibu Marwah---ibunya sendiri yang amat ia cintai.
Perkataan Ibu Marwah barusan berhasil menusuk hati Thya yang terasa perih. Mengingatkannya kembali pada masa-masa di mana dirinya di lamar oleh beberapa pria. Namun ia tolak semua lamaran itu dengan alasan ingin fokus kuliah dulu. Padahal alasan yang sesungguhnya itu bukanlah demikian. Melainkan ia tak menerima lamaran tersebut karena tak ada pria yang cocok baginya saat itu. Thya hanya ingin mencari pria yang shaleh walau tak ada yang lebih shaleh dari Nabi Muhammad Saw di dunia zaman sekarang ini. Tapi setidaknya pria shaleh itu bisa menuntun ia ke jalan yang Allah ridai.
"Thya yakin, ibu pasti tahu alasan di balik Thya menolak semua lamaran itu. Mungkin juga bukan jodohnya, Bu." Thya menjawab diiringi senyuman manis yang terukir indah di setiap sudut bibirnya setelah ia mendongak menatap wajah ibunya penuh kasih.
"Iya apapun itu semoga kamu bisa mendapatkan jodoh yang baik dan shaleh ya, sayang. Ibu gak akan memaksa kamu, ibu hanya ingin melihatmu bahagia menikmati tentang bagaimana rasanya memiliki seorang buah hati yang mampu menghiburmu nanti."
Thya memeluk ibunya yang sudah tua renta. Ia memejamkan mata. Menangis di balik punggung ibunya dalam diam tanpa ada isakan. Agar ibunya tidak tahu bahwa dirinya sedang bersedih hati. "Iya Ibu. In Syaa Allah secepatnya Thya akan mewujudkan keinginan ibu." Thya kemudian melanjutkan perkataannya dalam hati. "Walau tak yakin."
Andai ibu tahu kalau Thya sebenarnya sedang menunggu seseorang. Thya berharap dialah yang akan menjadi imam Thya dan semoga dia jugalah tulang rusuk Thya selama ini.
***
Thya mengkerutkan kening ketika melihat sebuah mobil sedan berwarna hitam terparkir indah di halaman rumahnya. Berulang kali ia bertanya dalam hati, tapi tak kunjung pula mendapat jawaban yang pasti.
Dengan langkah pelan, Thya mendekati pintu sebelum mengucapkan salam. Terdengar suara ibunya dari dalam yang langsung menyahut dan membukakan pintu dengan wajah berseri-seri.
"Kamu udah pulang kuliahnya sayang? Ayo masuk. Dari tadi tamu kita sudah nungguin kedatangan kamu," jelas Ibu Marwah sembari mempersilahkan masuk.
Thya bertanya dengan nada sedikit gugup. "Siapa, Bu?"
"Nanti juga kamu tahu. Ayo masuk," ajak Ibu Marwah yang terus memperlihatkan senyumannya yang mengembang.
Thya dibawa masuk oleh Ibu Marwah menuju ruang tamu yang ada di dekat kamarnya sebelah dapur. Dari sana terlihat seorang pria yang duduk di antara ibu dan ayahnya yang terlihat gugup. Pria itu menunduk sembari menatap lantai dengan tatapan yang tak dapat diartikan.
"Maaf, Pak, Bu, kalau lama. Perkenalkan Ini putri saya yang bernama Thya. Dia baru pulang dari perkuliahannya." Ibu Marwah tersenyum sebelum duduk di kursi sebelah Pak Rizaldi---suaminya yang ia cintai. Di ikuti oleh Thya yang duduk di sampingnya.
"Iya, Bu. Gak papa. Thya cantik banget ya, Bu. Gak kebayang deh kalau nanti kita besanan," puji Ibu Nisa selaku orang tua dari si pria tadi yang menunduk.
Besanan? Apa maksudnya? batin Thya tak mengerti.
"Ehem... Kita langsung saja ke inti. Jadi maksud kedatangan Ibu, bapak, dan putranya kemari itu untuk apa? Biar enak kita bahasnya sekarang mumpung ada Thya juga di sini." Pak Rizaldi memulai pembicaraan secara to the point. Beliau merupakan tipikal orang yang tidak suka bertele-tele.
"Jadi gini, Pak. Maksud kedatangan saya dan orang tua kemari itu untuk melamar putri bapak yang bernama Thya Ivanka. Jika bapak berkenan, izinkan saya untuk meminangnya menjadikan ia istri dunia dan akhirat saya dan juga menjadikannya sebagai ibu bagi anak-anak saya nanti," jawab pria yang menunduk tadi setelah mendongak. Ia beranikan diri menatap wajah Pak Rizaldi yang sesekali melihat ke arah Thya yang sedang menatapnya tak percaya.
Thya membelalakan mata saat melihat wajah pria itu yang tadi sekilas menatapnya. Ia sungguh tak percaya akan apa yang ia dengar dan ia lihat barusan. Detak jantung Thya kian berdetak kencang. Ia merasakan sesuatu yang beda ada pada dirinya saat ini.
"Hmm, iya sekarang bapak mengerti apa maumu. Tapi bapak tidak bisa mengizinkanmu begitu saja sebelum Thya memutuskan semuanya. Bapak serahkan keputusan ini kepada Thya karna dialah yang akan menjalaninya nanti." Pak Rizaldi melirik ke arah Thya yang sedang menatapnya bingung.
"Bagaimana sayang? Apa keputusanmu?" Ibu Marwah angkat bicara setelah tahu perubahan wajah Thya yang terlihat gugup untuk menjawab.
Ibu Nisa, Pak Ahmad, dan pria itu memandang Thya dengan penuh rasa penasaran atas jawaban apa yang akan ia putuskan. Sedangkan Thya mengigit bibir bawahnya saat ditatap seperti itu.
Azzam, aku sungguh tak percaya. Benarkah kau melamarku? Sudah sekian lama aku menunggumu dan aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini, batin Thya dengan rasa haru dicampur bahagia yang teramat besar.
"Bismillah. Thya terima lamaran ini, Pak," jawab Thya akhirnya membuat semua orang yang ada di sana mengembuskan napas lega.
"Alhamdulillah." Pria yang bernama Azzam itu mengucap hamdallah, lalu sujud syukur membuat Thya tersenyum haru melihatnya.
Ketahuilah bahwa Azzam itu adalah pria yang selama ini Thya kagumi. Thya masih tak percaya Azzam datang menjemputnya dalam ikatan yang halal. Mungkin ini pula yang di namakan jawaban atas doa-doa yang selalu ia panjatkan setiap malam di saat orang-orang sudah berada di alam mimpinya masing-masing.
Percayalah, jika kau tak bersama dengan orang yang selalu kau sebut dalam doamu, mungkin kau akan di bersamakan dengan orang yang selalu menyebut namamu di setiap doanya. Karena kita hanya perlu menjalani hidup ini apa adanya. Biarlah Allah yang menentukan bagaimana jalan hidupmu selanjutnya. Seperti air yang mengalir tanpa ada rasa khawatir.
- Tamat -
Sukabumi, 16 Februari 2018.
Aku terharu saat nulis chapter ini 😂 jadi kepengen seperti Thya 😊
Kalau kalian bagaimana perasaannya setelah membaca cerita ini?Salam manis dariku,
Sri Azmi.
![](https://img.wattpad.com/cover/133917204-288-k764630.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Sejuta Rasa (Kumpulan Cerpen)
ContoCinta tanpa adanya perbedaan itu rasanya hampa serperti kata tak bermakna. Terasa tidak adanya daya tarik ataupun kesan tersendiri dalam menjalin sebuah hubungan. Namun sebaliknya bila cinta yang ada perbedaan di salah satu pasangan pasti itu terasa...