9. Luka Yang Nyata.

35 7 0
                                    

"Terkadang kita mesti rela berkorban perasaan demi seseorang tersayang agar ia mendapat kebahagiaan yang tak bisa kita berikan."

💖

"Akhirnya." Andi tersenyum saat barang yang kemarin ia beli telah selesai dibungkus rapi. "Ini sudah waktunya." Tangannya mengambil kado itu sebelum ia masukkan ke dalam tasnya yang berwarna abu-abu.

Andi berjalan keluar dari dalam rumahnya. Ia hendak berangkat ke sekolah pagi ini. Hanya dengan beberapa langkah saja ia sudah sampai ke tempat yang di tuju karena jarak antara rumahnya dengan sekolah lumayan cukup dekat.

"Andi," seru Sasa dari belakang yang membuat pria di depannya menghentikan langkah.

"Eh.. Sasa." Andi menoleh dan melihat sahabatnya dari kecil itu sedang berlarian kecil menghampirinya.

Ada rasa lain dalam hatinya ketika melihat gadis itu. Ya, rasa yang berbeda dari biasanya. Kini mereka sudah beranjak dewasa dan duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. Telah banyak hal yang Andi dan Sasa lalui selama ini sehingga semakin mendekatkan mereka untuk selalu bersama.

Andi pun tersenyum geli kala mengingat Sasa menangis karena terjatuh waktu main kejar-kejaran bersamanya di jalanan saat mereka masih kecil. Ia merasa gemas ketika melihat sahabatnya itu bersedih, lalu merajuk memintanya untuk menggendong gadis itu sampai tiba ke rumahnya dengan berbagai macam rayuan.

"Kita bareng ya jalan ke kelasnya," pinta Sasa setelah tiba di dekat Andi dengan mengulum senyum.

Andi mengangguk cepat dengan penuh semangat. "Ayo!" Lalu menggenggam salah satu tangan Sasa begitu erat seakan ia tak ingin kehilangan.

Mereka berdua pun berjalan beriringan. Beberapa pasang mata melihat ke arah Andi dan Sasa dengan tatapan yang tampak iri dan ada kebencian di sana.

Andi yang melihat itu hanya menanggapinya dengan acuh tak acuh, sedangkan Sasa merasa risih memandangnya. Namun, mereka tidak terlalu memperdulikannya karena ada hal yang jauh lebih penting daripada itu.

"Andi," panggil Sasa pelan, "Nanti pulang sekolah kamu latihan futsal lagi gak?"

Latihan futsal selepas pulang sekolah itu sudah menjadi kegiatan rutin bagi Andi. Dan Sasa tahu betul apa saja hobi, kesukaan serta hal yang tidak disukai oleh pria itu. Ia sangat mengetahuinya.

"Nggak, Sa," jawab Andi lembut sembari melirik sekilas ke arah Sasa berada, "Kebetulan hari ini gak ada latihan apapun. Free."

Sasa mengangguk diiringi senyuman yang terlukis indah di bibirnya setelah mendengar jawaban dari Andi yang begitu menyenangkan hati.

"Kalo gitu nanti selepas pulang sekolah kamu tungguin aku ya di depan gerbang. Ada hal penting yang ingin aku kasih tahu ke kamu."

***

Seperti janjinya Andi menunggu Sasa di depan gerbang setelah pulang sekolah. Sekilas ia melirik arloji yang ada di pergelangan tangannya. Dan Sudah hampir sepuluh menit ia ada di sini.

Mereka berdua tidak berada di dalam satu kelas. Lebih tepatnya Andi kelas XII IPA-3, sementara Sasa kelas XII IPA-1. Tadi gadis itu minta izin pergi ke toilet dulu yang katanya ingin cuci muka biar kelihatan lebih fresh. Itulah yang menyebabkan pria berkulit putih dengan memakai kacamata minus itu kini berada di depan gerbang sendiri.

"Andi," Sasa menepuk pundak sahabatnya itu pelan dengan napas tak beraturan. "Aduh.. Maaf ya udah bikin kamu nunggu lama."

Andi menoleh. Ia terkejut melihat penampilan Sasa yang tak seperti biasanya. Gadis itu lebih tampak cantik daripada tadi pagi. Membuatnya terpesona dalam waktu kurang lebih beberapa menit sebelum kemudian ia tersadar.

Cinta Sejuta Rasa (Kumpulan Cerpen)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang