Cia's POV
Hal pertama yang aku lihat adalah gelap. Semuanya hitam dan aku tidak bisa melihat apapun. Aku mencoba meraba-raba sekitarku agar aku tidak menabrak sesuatu saat aku berjalan.
Aku terus melangkah entah kemana mengikuti naluriku. Sampai sebuah cahaya kecil terlihat di ujung sana.Aku mempercepat langkah ke arah cahaya yang semakin aku dekati semakin membesar. Tanganku menutup kedua mata karena silaunya cahaya yang keluar dari tempat itu.
Saat aku rasa cahaya itu sudah menghilang aku menurunkan tangan dan membuka mataku. Aku terbelalak saat melihat apa yang ada di depanku.Bukan lagi ruangan gelap. Tetapi sudah berubah menjadi taman yang sangat indah. Terdapat bunga-bunga dan pepohonan yang tumbuh subur di sana. Sebuah danau luas yang terlihat berkilauan berada di ujung taman. Aku sudah tidak dapat mendeskripsikan betapa indahnya taman ini.
“Cia.”
Sebuah suara memanggi namaku. Suaranya haus dan anggun. Aku menoleh kesana kemari mencari siapa yang ada di sini selain aku.
“Cia.”
Lagi-lagi suara yang memanggil namaku terdengar. Jika tadi adalah suara seorang wanita, maka kali ini berganti seorang pria. Tetapi aku tetap tidak menemukan siapapun selain aku di sini.
Mataku terus mengedar, sampai aku menemukan ada dua orang yang sedang berdiri membelakangiku. Aku yakin kalau dua orang itulah yang memanggil namaku, karena disini hanya ada kami bertiga.
“Si-siapa kalian?" tanyaku ragu.
Dua orang itu berbalik menatapku dengan sorot mata sarat akan kerinduan. Aku pun juga menatap mereka berdua dengan terkejut. Tanpa sadar airmata berderai di pipiku. Aku menangis terisak sambil membekap mulut.
Mereka tersenyum lembut ke arahku, wanita itu merentangkan kedua tangan seakan menyuruhku untuk memeluknya. Kakiku berjalan cepat kearah mereka dengan isakan tangis yang semakin terdengar di mulutku.
“Ibu,” ucapku saat sudah di pelukannya. Pelukan hangat yang sangat aku rindukan.
Ya, kedua orang itu adalah orangtuaku. Entah kenapa aku bisa bertemu mereka disini, karena kejadian terakhir yang aku ingat adalah aku tak sadarkan diri di hutan bersama Petra. Aku merasakan Ibu juga ikut menangis di pelukan kami. Ia memelukku dan mengusap lembut punggungku. Aku juga merasakan tangan yang mengelus rambutku. Kepalaku menoleh.
“Ayah.” aku beralih memeluknya. Ia memelukku erat dan aku juga mendengarnya menangis.
“Aku merindukan kalian,” ujarku dengan suara parau.
Mereka tersenyum, Ibu membelai lembut pipiku dan menghapus jejak air mata di sana. “Kami juga merindukanmu, sangat merindukanmu,” balasnya.
“Kalau begitu ayo kita kembali bersama,” ucapku dengan senyum lebar. Aku melihat perubahan raut wajah mereka yang berubah sendu.
“Kami tidak bisa, sayang," kata Ayah.
Aku menangis lagi. Pikiranku menolak untuk kembali percaya jika kedua orangtuaku pada kenyataannya sudah tiada.
“Maafkan kami.” Ibu mengelus rambutku pelan.
“Kami sangat senang saat kau dalam keadaan baik sampai sekarang. Ibu memohon pada Dewi Bulan supaya kau tetap hidup dan memintanya untuk menghilangkan sebagian ingatanmu tentang kejadian waktu itu. Dewi Bulan mengabulkannya karena kau anak yang istimewa sayang,” lanjut Ibu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vasílissa Mou ✔ [Revisi]
Werwolf[COMPLETED] Dia adalah seorang gadis lugu yang terperangkap dalam kisah bernama takdir. Takdir yang mempertemukannya dengan seseorang yang mengisi ruang kosong di hati terdalamnya. Kebahagiaan dan kesedihan mengiringi setiap langkahnya. Memaksanya u...