Part 3 - Choise

12.4K 1K 11
                                    

Gara-gara kejadian tadi, Cia harus terlambat pulang ke rumah. Selama berjalan pulang gadis itu terus berdoa dalam hati. Semoga saja Ibunya belum pulang. Jika Ibunya sampai di rumah dan dia belum menyiapkan makan siang, entah apa yang akan wanita itu perbuat padanya.

Cia membuka pintu rumah dengan sangat hati-hati. Menoleh kesana-kemari melihat situasi. Ia bernapas lega karena ternyata rumahnya sepi. Tetapi itu tidak berlangsung lama karena tiba-tiba saja ada yang menarik rambutnya dari belakang dengan kuat.

"Ahkhh," pekik Cia.

"Dari mana saja kau, hah?!" bentak Lusi.

"Ma-maafkan aku, Bu," jawabnya lirih sambil memegang tangan Lusi yang semakin kuat menjambak rambutnya. Dia mendesis menahan pedih di kulit kepalanya yang terasa akan terlepas. Rambutnya yang semua terkuncir tak rapi semakin berantakan.

"Sekarang buat makan siang! Setelah itu kau akan mendapatkan hukuman karena terlambat menyiapkannya." Lusi mendorong tubuh mungil Cia, membuatnya tersungkur ke bawah dan kepalanya terantuk kaki meja sampai pelipisnya berdarah.

Cia bangun menuju dapur untuk menyiapkan makan siang. Ia menggigit bibir bawahnya menahan sakit di kepalanya. Belum lagi tubuhnya yang masih terasa lelah karena berlari tadi dan belum mendapat asupan makanan.

Dengan telaten dia memasak sup dan beberapa lauk sederhana. Buru-buru mengambil mangkuk kecil dan menyisihkan sedikit makanan untuknya yang hanya beberapa suap. Lalu meletakkannya di baik teko.

"Makanannya sudah siap," ucap Cia sedikit berteriak setelah menaruh makanan di atas meja. Terlihat Ibunya berjalan anggun menuruni tangga. Kemudian duduk dan makan dengan tenang di meja makan.

Cia hanya menunggu Ibunya makan di pintu dapur. Dia akan makan setelah Ibunya selesai makan. Karena jika Ibunya sewaktu-waktu menyuruhnya dan ia terlambat datang karena sedang makan, ia akan dihukum lebih. Selalu begitu.

Setelah Lusi selesai dan meninggakan meja makan, Cia membereskan meja tersebut. Membawa piring dan gelas kotor ke dapur untuk dicucinya. Selesai mencuci, ia mengambil makanan yang tadi ia sisihkan dan memakannya cepat-cepat sebelum Lusi datang dan membentaknya lagi.

Baru beberapa suapan masuk ke mulutnya. Seseorang menyentak tangannya dan mangkuknya jatuh. Membuat makanannya berhamburan ke lantai dan mangkuk itu pecah. Siapa lagi kalau bukan Ibunya yang melakukan itu.

"Siapa yang menyuruhmu makan?!" lagi-lagi Lusi membentaknya.

Cia hanya bisa menunduk. Kedua tangannya meremas roknya. Menahan air matanya agar tidak turun.

Lusi menarik lengan Cia dengan kasar. Memaksa Cia mengikuti langkah cepatnya menuju gudang. Sesampainya di gudang, dia mendorong Cia sampai jatuh ke lantai dingin gudang pengap. Lusi kembali menjambak rambut Cia. Kemudian menamparnya dan mendorongnya dengan kasar sampai gadis itu tersungkur. Cia hanya menangis sambil memegang pipinya yang terasa perih karena tamparan keras Ibunya.

"Kau kira aku tidak tahu kau selalu keluar saat aku dan Keni tidak dirumah?" desisnya dengan mata melotot garang.

Cia hanya diam sesenggukan karena tangisnya. Ia masih duduk dilantai sambil meremas kuat ujung bajunya.

"Apa yang kau lakukan selama aku pergi?" tanyanya kejam.

Cia hanya menggeleng lemah.

"Jangan berbohong!" sentaknya.

"Apa kau pergi ke kota?!" Lusi masih terus bertanya dengan nada keras.

Cia kembali menggeleng. Menggigit bibir bawahnya menahan tangisnya yang semakin menjadi. Ibunya kembali menegakkan tubuh. Menatap Cia dengan tatapan tajam sambil berkacak pinggang.

Vasílissa Mou ✔ [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang