Part 29 - Only You

6.5K 555 15
                                    

Pria itu mengerjapkan kedua matanya beberapa kali. Memperlihatkan iris birunya yang teduh. Ia menghela napas panjang. Kepalanya menoleh ke jendela. Hari sudah pagi. Namun ia belum beranjak dari peraduannya.

Tanpa sadar air matanya mengalir. Netranya masih mengarah pada jendela dengan tatapan kosong. Tangannya mencengkeram erat selimut putih yang menutupi sebagian tubuhnya.

Terdengar suara ketukan pintu kamarnya. Tetapi ia mengabaikannya. Ia merasakan sisi ranjangnya bergerak dan seseorang mengusap kepalanya lembut.

“Steve,” panggil orang itu dengan lirih.

“Kau harus makan,” ujarnya lagi. Tetapi tidak mendapatkan respon apapun dari Steve.

“Ibu tidak kuat melihatmu seperti ini terus, Nak. Tiga hari kau belum makan apapun.” Irene menghela napas berat. Sejak tiga hari yang lalu, tepatnya semenjak kejadian Cia pergi, anaknya ini tidak mau makan apapun barang sesuap.

Ia tentu tahu bagaimana perasaan Steve saat matenya pergi. Bahkan kemarin Steve sempat mengamuk karena masih belum menerima kepergian Cia. Pernah tanpa sepengetahuan siapapun, Steve nekat pergi mencari matenya di seluruh penjuru hutan.

Untung saja saat itu Alert sempat menyusulnya dan menahan Steve saat pria itu hampir terjun dari tebing. Pria ini sangat terpuruk. Irene selalu berdoa semoga kebahagiaan akan kembali pada Steve.

“Cia.”

Irene tersentak kecil lalu menoleh ke arah Steve saat mendengar suara lirih tersebut. Menatap sedih wajah sayu anak sulungnya itu. Steve terus meracau nama Cia dengan sangat lirih. Terkadang ia juga menyanyi lagu yang sering ia nyanyikan bersama Cia. Suaranya bergetar karena menahan tangis. Tetapi sia-sia, karena air mata selalu lolos membasahi kedua pipinya yang mulai tirus.

“Steve,” panggil Irene lagi.

Namun kali ini dengan air mata yang penganak sungai di pipinya.
Steve menolehkan kepalanya ke arah Irene dengan perlahan. Tangan wanita itu menyingkirkan anak rambut yang menutupi dahi Steve.

“Ibu,” lirihnya hampir berbisik.

Steve langsung bangkit duduk dan memeluk Irene dengan erat.

Sang Alpha meletakkan kepalanya di bahu wanita itu dan mengangis keras. Irene ikut menangis, sambil mengusap punggung dan kepala Steve dengan lembut. Sesekali menyeka air matanya. Dirinya harus kuat, supaya ia bisa menenangkan anaknya yang sedang terpuruk ini.

“Kau jangan seperti ini, Steve. Cia tidak akan suka melihatmu menangis terus. Dia pasti ingin melihatmu bahagia,” ujar Irene dengan suara bergetar.

Steve mengeratkan pelukannya. “Dia menginggalkanku. Cia jahat, dia mengingkari janjinya,” isaknya pilu.

“Tidak Steve. Dia tidak sepenuhnya meninggalkanmu. Cia masih ada di dalam hatimu. Kau masih ingat permintaan terakhir Cia, 'kan?”

“Dia ingin supaya kau tidak melupakannya. Dia ingin kau tetap mengingatnya, meskipun dia tidak lagi di sini. Kau harus kuat, Nak. Ibu yakin kebahagiaan akan kembali padamu,” lanjut Irene.

Steve mengangguk lemah dalam pelukannya. Perlahan Irene menguraikan pelukan mereka dan membantu Steve untuk duduk bersandar di kepala ranjang. Lalu menyuapi Steve dengan bubur yang tadi dibawanya. Setelah selesai, Steve meminum obatnya. Kemudian kembali berbaring untuk beristirahat.

Vasílissa Mou ✔ [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang