Part 16 - Rex

9.2K 654 17
                                    

Sinar matahari yang menerobos masuk lewat celah jendela membuat kedua mata itu mengerjap. Ia merasakan ada yang menindih sebelah kaki dan tubuhnya. Senyum lebar terpatri jelas di wajah tampan itu. Pagi ini sangat indah karena ada seseorang yang ia cintai tertidur dengan damai di sampingnya. Salah satu kakinya diapit oleh kedua kaki gadis itu. Sungguh manis. 


Cia tertidur seperti anak kecil yang mencari kehangatan dengan memeluk sebuah guling. Kedua tangan Cia melingkar di leher Steve. Wajah cantik itu tersembunyi di leher Steve dan sesekali mengusalkan hidung di sana. Membuat Steve menggeram karena aroma matenya yang semakin tercium.

Bahkan Rex sudah meraung-raung di dalam pikiran dan memprovokasinya agar cepat-cepat menandai Cia. Namun dia tidak mau bertindak gegabah. Ia ingin menandai Cia jika gadis itu yang mengizinkannya. Steve semakin mengeratkan pelukan di pinggang Cia. Sesekali mencium puncak kepala dan pelipis gadis itu.

Beberapa menit kemudian Cia terbangun dengan erangan kecil khas bangun tidur. Matanya mengerjap mengumpulkan seluruh kesadaran. Setelah itu, ia menyadari posisi mereka sekarang. Pipinya terasa panas sampai ke telinga. Dia tidak pernah dalam keadaan seintim ini dengan seorang pria. Dengan cepat dan salah tingkah ia mengubah posisi tangan dan kakinya. Tetapi Steve malah semakin mengeratkan pelukan di pinggangnya.


"Biarlah seperti ini dulu," gumam Steve dengan suara serak dan matanya yang kembali terpejam. Kaki panjang itu beralih memeluk kedua kaki Cia seperti guling.

"A-aku ingin ke kamar mandi," ujar Cia gugup.

"Hmm. Jangan terlalu lama."

Steve melepaskan pelukannya, Cia dengan buru-buru pergi ke kamar mandi dengan wajah merah padam. Ia merutuki perbuatannya kemarin malam yang tertidur di taman saat berpelukan dengan Steve. Mungkin Steve yang membawanya ke kamar dan berakhirlah mereka tidur bersama. 

Dia percaya jika Steve tidak akan berbuat hal macam-macam padanya. Tetapi tetap saja ia tidak biasa jika harus satu ranjang dengan pria. Tentu saja ke kamar mandi hanya alasannya saja agar dia bisa menenangkan debaran jantungnya yang menggila.

Cia keluar dari kamar mandi. Berharap Steve sudah tidak berada di kamar. Doanya terkabulkan. Ia tidak lagi melihat Steve yang bergelung di atas ranjang. Namun ia menemukan secarik kertas berada di atas tempat tidur. Ia membacanya.


Mandi dan bersiaplah. Kau bisa memakai pakaianku dulu. Aku tunggu di meja makan. I love you, Mate. 

Love, Steve.

Kalimat terakhir dari surat itu lagi-lagi membuat pipinya merona. Ia tersenyum senang. Kakinya melangkah ke kamar mandi dan menyelesaikan ritual mandinya. Tak butuh waktu lama, dirinya sudah keluar dari kamar mandi berbalut bathrobe yang menutupi tubuh mungilnya. Ia menuju walk in closet yang ada di kamar itu dan memilih pakaian yang dirasa cocok untuk ia kenakan. 

Pilihannya jatuh pada sweater berwarna coklat yang panjangnya hanya menutupi setengah paha. Pakaian itu terlalu besar untuk dia, panjang lengan sweater itu melebihi tangannya. Ia juga mengenakan celana pendek berwarna hitam yang tertutupi oleh panjangnya sweater. Rambut panjangnya diikat asal, menyisakan beberapa helai rambut di dekat telinga.

Vasílissa Mou ✔ [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang