4

203 25 0
                                    

Keesokan harinya di jam istirahat Nia mendatangi Mono yang tengah membolak-balik soal pendalaman materi fisika. Nia berdeham.

"Makasih ya, Mon," ucapnya.

Mono mengangguk tanpa menatap Nia dan berkata, "Selesaikan saja tugasmu dan jangan hilangkan hasil kerjaanku."

Nia hanya tersenyum kecut mendengar ucapan Mono. "Kalau dipikir-pikir dari kelompok kita yang kerja hanya Mono saja. Aku hanya ngerapiin sementara yang lain nggak ngapa-ngapain. Terutama Rama yang kerjaannya hanya ngabisin makanan dan tidur."

"Pendapatmu itu tidak sepenuhnya benar, Nia. Maaf."

Nia terkejut.

"Sebenarnya tadi malam sehabis keluar dari kamar mandi aku melihat kalian berdua sedang tidur jadi kuputuskan untuk mengerjakan sendiri. Saat aku hampir selesai aku membangunkan Rama untuk mengajaknya pulang tapi dia menolak. Dia tidak ingin membangunkan orang yang sedang tidur hanya untuk pamit pulang dan meninggalkannya sendirian. Akhirnya aku titip pamit padanya untukmu tapi sebelum pulang aku melihat penjual martabak, jadi aku membelinya untuk oleh-oleh orang rumah," jelas Mono datar.

Nia mengangguk.

Oh, jadi bukan karena Rama yang ketiduran dan ditinggal Mono tetapi memang dianya yang tidak mau membangunkanku. Jadi disaat Mono membeli martabak Rama masih ngantuk dan tidak sengaja ketiduran lagi sampai Mono benar-benar pulang dan giliranku yang terbangun karena suara motornya.

Mono menatap Nia. Tanda 'jika tidak ada urusan lagi, pergilah!'

"Oh, makasih ya," ucap Nia.

Mono pun mengangguk dan melanjutkan pekerjaannya.

Bel berbunyi dan istirahat pertama telah usai. Pelajaran selanjutnya adalah seni rupa.

Karena sebentar lagi ujian nasional, Pak Hasyim memberikan tugas akhir membuat maket. Kelompok sudah ditentukan. Mono bersama Lahma si cewek menthel, Reni dengan Sam si anak puitis dan entah keberuntungan atau kesialan lagi-lagi Nia sekelompok dengan Rama. Agaknya Nia mengutuki guru-guru yang belakangan ini menentukan anggota kelompok menggunakan nomor presensi yang membuat Nia untuk kesekian kalinya sekelompok dengan Rama. Rama sendiri tidak menunjukkan reaksi apapun karena sudah saking biasanya. Dia tengah sibuk berbincang dengan Mono.

Sepulang sekolah Rama masih membiarkan Nia dan rencananya untuk menunggu cowok itu membahas maket tak berhasil, malah dia berjalan keluar kelas tanpa beban. Sikapnya itu membuat Nia semakin jengkel. Dia langsung berdiri, menggaet tasnya dan berjalan ke arah cowok yang menyebalkan itu pergi dengan frekuensi dua langkah per meter.

"Rama!" panggil Nia mendekatinya.

Yang merasa dipanggil menghentikan langkahnya.

"Kalau kamu nggak mau sekelompok sama aku omong dong! Jangan sok nggak peduli kayak gitu," ucap Nia setengah membentak.

"Sebenarnya aku menunggumu membahas tugas maket itu tapi kupikir kau terlalu sibuk belajar biar bisa jadi dokter. Jadi kuputuskan untuk membuat maket itu sendiri dengan Mono dan setelah itu kau hanya tinggal membayar bi– "

"Aku bukan tipe orang yang seperti itu!" sela Nia.

"Setidaknya aku masih peduli dengan teman sekelompokku. Aku tak ingin mengeluarkan uangku hanya untuk lepas tangan dari tugas-tugasku," tambahnya.

Rama berbalik, "Oke kalau begitu. Besok aku tunggu di depan gerbang sepulang sekolah. Lagipula lebih baik kau mengerjakan maket daripada melakukan hal yang tidak mungkin ada hasilnya. Belajar rajin hanya biar masuk kedokteran? Dasar pemimpi! Ngaca dulu deh sama nilaimu itu. Segitu aja mau masuk kedokteran. Wake up, gurls."

Rama berjalan menjauh menuju parkiran. Nia terdiam dengan linang air mata menatap sosok pendek sekaligus menyebalkan menhilang di balik tembok. Setidaknya Nia bisa mengambil sisi positif dari kejadian barusan. Rama tidak benar-benar mengacuhkannya walaupun akhirnya dia mendapatkan tusukan tajam di dadanya yang keluar dari mulut Rama. Nia duduk di bangku menghela napas panjang dan menghembuskannya secara tersendat sembari mengusap pipinya agar tidak menjadi bahan tontonan.

Tbc

Bukan MilikkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang