Mimpi buruk. Ini mimpi buruk yang nyata. Keluarga pak Yudi malah menginginkan pernikahan, dan dengan senang hati kakak, ibu dan bapak menyetujuinya. Sebagai gantinya kami diberikan sebuah rumah baru.
Ini bukan pernikahan, ini bisnis. Di satu sisi pak Yudi membuang aib keluarganya dan disini lain kakak mendapatkan impiannya. Benar-benar hubungan simbiolisis mutualisme. Aku hampir tidak mengenal keluargaku lagi, aku begitu asing.
Aku memilih tidak menghadiri pernikahan kakak. Langkahku berhenti si sebuah bangku taman.
"Dia mengalami kecelakaan membuat tubuhnya lumpu, bahkan mungkin otaknya juga tidak dapat berfungsi dengan baik." Kata-kata kakak masih terngiang-ngiang di telingaku.
Bagaimana kakak bisa setuju menikahi mayat hidup. Kak, masih banyak cara untuk menggapai mimpi."Hei cengeng. Berhentilah menangis, tempat ini terlalu indah untuk kamu berbagi kesedihan." Seorang pria tiba-tiba duduk di samping kiriku.
Aku baru menyadari kalau pipiku basah. Segera ku hapus air mataku. Dengan kesal ku amati pria disampingku. Sepertinya dia pegawai kantoran yang lagi bolos kerja. Dilihat dari penampilannya, usianya mungkin 30 puluan. Dan terlebih lagi aku tidak mengenal pria sok akrab disampingku ini.
"Makanlah ice cream ini. Aku jamin pikiranmu bisa tenang." Katanya sambil memberi sekantong ice cream "ambilah ini tidak mengandung sianida." Dia mengaitkan kantong ice cream itu di telapak tanganku. "Kamu pasti penasaran denganku kan? Namaku Desta" katanya dengan cuek sambil menghabiskan ice cream.
"namamu?" Tanyanya lagi, membuatku sedikit kaget, karena lagi fokus memilih ice cream. Ya, ice cream bisa menghilangkan kesedihan, terbukti dengan diriku yg lagi tertarik dengan aneka bungkusannya dalam sekantong pelastik kresek ini.
"Aku Dinta om." Jawabku
"Emang aku tampak begitu tua ya? Aku baru 20 tahun dek." Ucapnya dengan kecewa. "Mungkin jas ini yang membuatku tampak tua." Katanya sambil membuka jas yang dikenakannya.
"Maaf kakak, jangan sedih. Kakak sendiri yang bilang untuk jangan bersedih disini." Aku mencoba menghiburnya.
"Oh.. iya, mungkin karena ice creamnya sudah habis. Ayo sini tasnya, aku minta satu." Kak Desta ceria kembali.
"Tidak, yang sudah diberi tidak boleh diminta kembali." Kataku menjauhkan kantong ice cream darinya. Membuatnya bingung sambil menggaruk-garuk kepalanya, yang pastinya tidak memiliki kutu. Dia tampak sangat lucu. Kini dia tampak seperti balita yang kebingungan.
"Ok, kakak makasih ya, aku pergi dulu." Kataku sambil berlari-lari kecil meninggalkan dirinya.
******
Pagi harinya aku memilih berangkat lebih awal sebelum lainnya terbangun. Aku tidak perlu membantu ibu di dapur, sebab kami sudah memiliki dua pembantu. Ku lirik kamar kak Dhika masih tertutup rapat. Jam dinding menunjukan pukul 06.00. Di luar sana mungkin masih sangat gelap.
"Sejak kapan kamu punya kebiasaan pergi diam-diam?" Suara kak Dhika barusan. Dia benar-benar mengagetkanku.
"Sejak kakak punya hobby mengagetkanku." Jawabku. Aku berbalik melihat orang di belakangku, pandanganku kini beralih pada gadis di kursi roda "aku tidak mau menggangu pasangan suami istri yang lagi menikmati malam pertamanya." Aku tersenyum sinis.
"Kamu tampak aneh dengan senyumanmu itu Dinta." Suara kak Dhika masih begitu tenang, tidak aku temukan kekesalan atas ucapanku barusan.
Ku tarik napasku panjang "aku pergi dulu." Kataku meraih tangan kak Dhika dan mencium punggung telapak tangannya, begitu juga dengan mayat hidup di depanku. Aku mencoba menerima, sebab aku tidak mau jarakku dangan kakak semakin jauh.
******
Siang ini aku memutuskan berjalan sendiri mencari perlengkapan ospek. Tadinya si nyebelin, Raka menawarkan diri untuk mencarinya bersama-sama. Namun ku tolak dengan cepat. Sebab cukup di sekolah saja dia membanjiri pertanyaan tentang Kiran padaku.
"Dinta." Seorang menyapaku dari arah kanan.
Aku kenal suara itu "Kak Desta." Entah mengapa aku begitu girang mendengar suaranya. Aku menoleh ke arah pemilik suara. Tapi, pria di depanku sungguh berbeda. Dia sangat tampan, tinggi dan bertubuh keren. Walau dia hanya mengenakan kaos oblong putih di padukan dengan jins dan topi. Dia bukan bapak-bapak berjas yang bolos kerja kemarin hanya untuk membeli ice cream.
"Apa aku aneh?" Pria didepanku itu tampak risih, saat aku perhatikan dia dengan seksama.
"Ini benaran kak Desta?" Aku masih belum percaya "sumpah kakak sangat keren."
"Benarkah!" Katanya girang
"Desta." Seorang gadis menghampiri kami dan tiba-tiba menggandeng erat tangan kak Desta. "Siapa kamu?" Tatapannya menyelidik padaku.
"Dia adik temanku. Namanya Dinta." Jawab kak Desta cepat. Dia baru saja berbohong. "Sudah belanjanya? Kita pergi saja yuk"
"Siapa kakakmu?" Mata gadis itu memperhatikanku dengan seksama. Tidak kutemukan senyum sedikitpun dari wajahnya. Cemburukah dia? Oh tolong, aku hanya anak SMA.
"Dhika." Jawabku jujur
Gadis itu melepaskan rangkulannya "aku tidak pernah mendengar nama Dhika." Mata gadis itu begitu tajam menatap kak Desta.
"Kak Desta baru saja mengenal kak Dhika di Fakultas Kedokteran. Kebetulan kakakku kuliah disana." Entah mengapa aku ikut berbohong "Kakak tenang saja aku hanya anak SMA. Aku sedang mencari perlengkapan ospek kebetulan saja bertemu kak Desta. Selayaknya orang yg saling mengenal kita saling tegur." Jelasku dengan senyum "maaf aku harus pergi sebelum hari berganti gelap." Akupun meninggalkan mereka.
Selepas menemukan semua atribut ospek. Aku putuskan ke taman dan membeli banyak ice cream. Di situasi melelahkan dan panas memang ice cream adalah solusinya.
Saat ingin duduk di bangku taman, seseorang merampas tas kresek berisi ice cream dari gengamanku.
"Kak Desta?" Aku heran, ni orang ada di mana-mana. Hantukah dia. Ku cari sosok cewek yang bersamanya tadi.
"Dia ada janji dengan sahabat-sahabatnya. Terima kasih untuk yang tadi" Dia menjawab isi kepalaku.
"Pacar kakak cemburuan ya?" Tanyaku
"Dia istriku." Katanya sambil duduk, ku ikuti dia duduk di samping "kami baru saja menikah 3 bulan lalu. Dulu aku adalah pria yang suka berhura-hura. Aku bertemu dengan Nadia di tempat dugem. Dia diajak teman-temannya. Di saat itu aku tertarik dengan diamnya dia. Dia sangat lugu. Aku mulai mengajaknya ngobrol dan pelahan-lahan dia mulai tersenyum. Di hari-hari berikutnya dia mulai tertawa ngakak. Dan pelahan-lahan tawanya begitu menggoda. Hingga dia begitu liar dimata para cowok. Terutama Roy, yang mampu merengut virgin-nya. Namun, dia berakhir menangis dipundakku karena Roy hilang entah kemana. Roy pergi dengan meninggalkan benih."
"Cukup. Kanapa kakak harus ceritakan itu semua padaku?" Aku berlari pergi meninggalkan kak Desta tanpa menunggu jawabannya.
Mengapa kak Dhika dan Kak Desta begitu bodoh, mempertanggung jawabkan apa yang tidak harus mereka pertanggungjawabkan.
![](https://img.wattpad.com/cover/138861675-288-k675568.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Rainbow In My Life
ЧиклитHi, aku adelinta gadis cerdas yg baru saja mengenakan seragam putih abu-abu. Aku bukan gadis populer bukan pula gadis pendiam ataupun kutu buku. aku hanya gadis biasa yg memiliki sedikit teman. soal tampang aku tidak cantik, hmmm... dan tidak pula d...