SAKIT ITU PERIH

42 3 0
                                    

"Kenapa kamu begitu ceroboh Dinta, tadi jika kamu kenapa-napa bagaimana aku jelasinnya pada Dhika dan orang tuamu." Kak Desta masih dengan omelannya dan aku masih saja dengan pikiranku sendiri.

Omelan kak Desta serasa sepih, entah mengapa aku seperti di nina bobok oleh kata-katanya. Mungkin karena aku benar-benar lelah. Pingin rasanya terlelap di mobil kak Desta.

"Hei kamu benar-benar suka melamun ya?" Kak Desta mengacak rambutku, membuatku menyadari kehadirannya nyata.

"Maaf."

"Kamu ada masalah?" Tanya kak Desta

"Kakak mencintai kak Nadia?" Entah mengapa itu yang aku tanyakan.

"Menurutmu?"

"Akh.. sudalah." Kesalku

"Aku seperti kakakmu, cinta kami bertepuk sebelah tangan."

Pernyataan kak Desta membuatku merasakan perih di dadaku. Tapi aku yakinkan ini bukan karena cemburu, tidak mungkin aku mencintai suami orang.

"Nadia dan keluarganya berpikir aku menikahinya karena rasa bersalah. Tapi apa aku sebodoh itu hingga mengorbankan impianku dan statusku. Aku bisa saja meninggalkannya sebab tidak semua itu salahku." Kak Desta menarik nafas panjang "Nadia tidak pernah mau percaya itu. Aku lelah menjelaskannya. Aku mencintainya saat pertama kali dia tertawa di depanku. Tapi tidak aku sangka tawanya untuk pria lain." Kak Desta tampak kecewa "Saat dia menangis di pundakku. Ingin sekali ku bunuh si Roy itu. Namun, aku berpikir inilah saatnya aku membuktikan cintaku. Menerima dirinya apa adanya. Menerima bersama luka dan sakitnya." Jelas kak Desta.

Aku merasakan cinta yang begitu dalam. Hati ini semakin perih. Mungkinkah aku terbawa suasana atau aku mampu merasakan sakitnya kak Desta. Mata ini entah mengapa menjadi sembab.

"Begitu juga dengan kakakmu, Dhika. Cinta selalu tahu kepada siapa dia harus datang. Kakakmu tidak tau mengapa dia begitu mencintai Alysa. Dia merasakan debaran-debaran itu saat bersama Alysa. Namun sayang dia sama sepertiku. Kalau Nadia menafsirkan cintaku sebagai rasa bersalah. Berbeda dengan Dhika, adiknya menganggapnya terlalu terobsesi oleh mimpi."

Kadang jujur itu sakit. Air di pelupuk mataku mulai perlahan-lahan mengalir.

"Dhika beruntung Alysa bisa mendengar kata hatinya tiap hari. Sedangkan aku, Nadia belum bisa membuka hatinya untukku. Dia masih berharap Roy."

Lagi-lagi air mataku mengalir deras, hingga aku terisak. Suara isakan mulai terdengar keras.

"Dinta." Kak Desta menghentikan mobilnya. "Maaf, aku tidak bermaksud membuatmu sedih. Aku hanya ingin kau mengerti keadaan kakakmu."

Aku tidak mampu mengeluarkan kata apapun. Melihatku tidak bisa tenang. Kak Desta malah membiarkan aku menangis.

"Kamu belum terlambat apapun Dinta, kamu masih bisa memperbaiki hubunganmu dengan kakakmu." Kak Desta melanjutkan perjalanannya.

Lagi-lagi aku hanya bisa menangis. Sakit ini bukan hanya rasa bersalah. Sakit ini berbeda. Sepertinya ini karena cinta.

******

Tok tok tok

Aku terbangun. Ku lirik jam dinding ini sudah jam 9 malam. Aku tidur begitu pulas setelah apa yang aku alami seharian.

"Iya sebentar." Aku beranjak malas untuk membuka pintu. "Kakak?" Sedikit kaget, sebab kakak sudah lama tidak mengganggu tidurku. Teringat kembali kejadian tadi siang.

"Kenapa kamu melihat kakakmu seperti itu adek?" Senyumnya "kakakmu ini bukan hantu." Kakak mengacak rambutku. Aku jadi teringat pada kak Desta. "Hei malah melamun." Kini hidungku yang di cubit.

The Rainbow In My LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang