Menuju Bahagia

46 2 1
                                    

Pagi ini aku kesiangan. Hampir saja pintu gerbang di tutup. Tapi aku beruntung karena guru yang mengajar di jam pertama juga ikutan telat. Mungkin beliau kepikiran setelah memberikan tugas sulit pada murid-muridnya. He he he. Habis baru kali ini aku kesulitan sekali mengerjakan tugas. Membuatku harus bergadang.

"Dinta, kamu telat lagi. Makanya jangan suka bergadang jadi cewek." Raka menghampiriku ngomel-ngomel.

Sudah kayak nenek-nenek rumpi saja. Berisik dan tidak jelas. Emang aku sering telat? Ya paling dari 6 hari sekolah ada tu 3 sampai 4 kali aku telat. He.he.

Plok.

Aduh kepalaku ditepuk.

"sakit raka. Kau kira kepalaku ini bola basket punyamu itu." Kesalku

"Bola basket punyaku masih nurut, tapi kepalamu itu harus sering-sering ditepuk biar lunak dan tidak keras kepala lagi." Raka duduk di depan bangkuku.

"Kau kira kepalaku adonan roti. Sana kembali ke kursimu." Usirku.

"Asyik yang pagi-pagi uda pacaran." Caca teman sebangkuku datang menghampiri kami.

Mendengar gurauan Caca, Raka malah berjalan menuju bangkunya. Dilihat dari ekspresinya malu. Apa benar itu anak suka sama aku? Oh tidak, aku berharap apa yang di bilang kak Nadia itu salah.

"Ca, berapa kali di bilangin aku dan Raka itu tidak pacaran."

"Ya ampun Del, semua pada tahu kali." Katanya dengan cuek. Buat aku malas untuk berargumen.

"Emang pria sama wanita itu dilarang ya berteman?" Gerutuku. Aku jadi ingat Kiran. Sedang apa ya dia? Apa dia punya banyak teman seperti aku?. Loh, kenapa harus sepertiku? Kan bisa saja dia memiliki banyak teman yang lebih baik dariku. Ah bikin sedih saja.

*****

Bruk

Ini kebiasaan buruku.

"Maaf aku buru-buru." Kataku sambil memungut buku-buku yang berserakan dilantai. Biasanya kalau di film-film ada pandang-pandangan. "Ni." Kataku sambil memberi tumpukan buku. Wouw. Di depanku ada pria jangkung berkaca mata. Tapi jangan salah dia bukan pria kutu buku seperti yang di komik-komik jepang itu. Dia keren. Di lihat dari usia kayaknya dia lebih tua dariku "kakak murid baru di sini?" Tanyaku.

"Makasih Dinta." Katanya dan berdiri sambil tersenyum.

What dia tahu diriku. Apa aku begitu terkenal. Atau diam-diam dia mengaggumiku. Yang pasti dia bukan murid baru.

"Aku Bayu, kakak kelasmu di kelas 3 IPA I." Katanya sambil menyodorkan tangan kanannya yang lagi ribet itu. Aku membalas tanpa memperkenalkan nama sebab aku yakin dia mengenalku dengan baik.

"Kamu jangan mikir macam-macam dulu. Aku kenal dirimu dari ocehan teman-teman kelas, ya diakui tampangmu memang sedikit oke." Jelasnya membuat aku malah menatapnya heran, apa coba yang dia bicarakan. "Tapi karena tahu siapa bapakmu mereka jadi mikir berulang kali. Bapakmu kalau beri hukuman tak nanggug-nanggung."

Kali ini aku hanya nyengir. Apa bapak segalak itu. Waduh anaknya bisa tidak dapat jodoh nanti.

"Hei malah bengong, cepat masuk kelasmu nanti malah dihukum lagi."

"Lagi?"

Dia benar-benar mengenal diriku. Apa teman-temannya juga obrolin aku suka telat. Kurang kerjaan bangat.

"Aku baru dari ruang guru Adelinta. Dan kamu pemica rekor pertama dengan jumlah telat terbanyak. Kasian bapakmu yang disiplin malah dihancurkan dengan reputasi anaknya yang sering telat."

"Wah separah itu ya? Makasih atas infonya ya kak." Aku segera berlari ke kelas. Namun aku akhirnya telat. Kelamaan ngobrol dengan kak Bayu si. Tapi dipikir-pikir jam istirahat memang kurang. Kurang banyak.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 04, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Rainbow In My LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang