"Hai, penyanyi." Raka menghampiriku.
Kehadirannya membuatku begitu kesal. "Berhentilah mengejekku." Kesalku. Aku masih ingat bangat saat di minta oleh senior untuk menyanyi. Saat aku bilang tidak tahu menyanyi mereka tidak percaya. Terpaksa aku berikan suara cempreng terindahku ke mereka.
"Jangan marah dong, aku hanya bercanda." Raka mengambil tempat duduk disampingku. "Kamu pasti lagi mikirin Kiran kan? Biasanya dia ada untuk menghiburmu." Sambungnya.
"Tidak. Kamu tuh yang menyebut namanya tiap hari." Aku masih sedikit kesal "atau jangan-jangan?" Aku memperhatikan Raka penuh curiga.
"Enak saja, kamu pikir aku cowok apaan." Kini Raka yang balik kesal "emang kamu benaran sudah tidak ada kontak dengannya?" Raka tampaknya penasaran.
"I.... kepo." Kataku dengan tersenyum jail "mau tau aja, apa mau tau bangat?" Tanyaku.
Raka memilih diam dan meminum minuman kalengnya.
"Kau cemburu sama aku ya? Tenang kok kalau Kiran menghubungiku aku akan sampaikan rindumu padanya." Gurauku.
Bruuuut.
Raka malah mengeluarkan isi mulutnya membuat meja panjang di depan kita jadi basa.
"I... jorok." Aku bergerak menjauh dari Raka.
"Ini ulahmu. Stop dengan imijinasi jorokmu itu." Kini Raka tampak kesal. Membuatku hanya tersenyum jail. "Dinta." Raka malah melotot.
"Iya, iya, tapi janji jangan tanya-tanya Kiran lagi." Aku memberi tawaran.
"Iya." Jawabnya memelas
"A del" seorang siswa cowok duduk di depanku. Siapa dia? sok akrab bangat. Udah gitu namaku di jeda. Aku mencium maksud tidak sedap dari cowok ini.
"Ada apa ya?" Tanyaku
"Entar malam, mau tidak kakak ajak dinner?" Tanya cowok di depanku.
Kontan. Tanpa basa-basi. Bahkan tidak curiga sama cowok jorok di sampingku yang sedari tadi belum pergi-pergi. Atau mungkin Raka belum menemukan teman baru.
"Kakak, lagi ngigau ya?" Tanyaku memastikan ini orang tidak lagi tidur sambil jalan.
"Kakak kenal pak Irsad?" Kini Raka angkat bicara.
Mengapa juga Raka nyebut-nyebut nama Bapak. Tidak haruskan aku diberitahu anak siapa. Buat kesal saja.
"Iya, seluruh sekolah juga tahu." Pria di depanku tampak kesal "Beliau guru sains berkumis yang jahatnya minta ampun." Sambung pria didepanku dengan gerakan tangannya yang mulai gerak kesana kemari bahkan dia hampir mengepel setengah cipratan air mulut punya Raka. "Aku dengar kabar, anaknya juga sekolah di sini. Anaknya pasti jelek dan garang seperti dirinya." Lanjutnya membuatku kaget. Sedangkan Raka hanya tersenyum-senyum menahan tawa. "Emangnya kenapa? Kamu ganggu saja obrolanku dengan Adel. Jadi tidak romantis." Kesalnya.
"Adel itu anaknya." Raka akhirnya memberitahu. Aku seperti melihat banyak petir menuju cowok didepanku. "Adel memang jelek dan garang si kak." Tamba Raka
Cowok itu menunduk malu. "A a aku a a aku kebelet." Cowok itu bergerak pergi dan lari.
"Wah kamu merusak acara makan malamku." Aku memperlihatkan wajah cemberut. Walau sebenarnya aku berterimakasih pada Raka. Ternyata yang perlu kita tau, kadang kita bisa dijauhin cowok hanya karena watak bapak kita.
"Tu cowok tidak benar, biasanya kalau seperti itu hanya karena taruhan." Jelas Raka
"Berarti aku cantik dong?" Tanyaku, membuat Raka menatapku.
"Sebentar malam kamu tidak punya acara kan?" Tanya Raka. Membuatku sedikit curiga. Jangan-jangan. "Aku mengundangmu di acara ulang tahunku, teman-teman SMP kita juga bakal hadir."
Owh. Aku menarik napas legah.
"Makanya jadi cewek jangan GR." Ejeknya, membuatku hanya bisa nyengir atas pikiran anehku.
******
Acara ulang tahun Raka sangat meriah dan berkesan mewah. Tidak heran dia pantas untuk itu. Begitu banyak gaun-gaun indah dan berkelas, membuatku sedikit agak minder. Sempat berpikir kembali saat berada di depan gerbang.
"Dinta, aku pikir kamu tidak mau datang." Itu suara Raka "kamu cantik sekali." Dia kini di depanku
"Dinta, bagaimana kabar?" Ada suara dari sampingku juga, aku menoleh ke samping. Dia Sindi teman SMP aku. Dia tidak sendiri, dia bersama teman-teman yang lain. Akupun mulai menyapa mereka dan kami mulai bercerita banyak. Tentang sekolah yang di pilih masih-masih. Tidak luput juga, sama seperti Raka mereka mempertanyakan Kiran. Wajar sebab selama 3 tahun di bangku SMP aku hampir selalu bersama Kiran di setiap waktu.
"Dinta." Lagi- lagi ada yg menegurku. Kali ini aku samar-samar mengenal suaranya.
"Kakak?" Aku sedikit kaget melihat dua pasangan di depanku. Mereka kak Desta bersama Istrinya. Dan yang menegurku adalah istrinya. Dia tampak ramah dengan senyum yang menghiasi wajahnya, berbeda dengan saat pertama kali kita bertemu.
"Ternyata Dinta yang sering diceritakan Raka itu dirimu?" Tanya wanita itu. Dia tampak cantik dan anggun.
"Kak Nadia." Raka ikutan mengampiri kami "Kakak di panggil ayah."
Kak Nadia malah tersenyum-senyum melihat Raka "kakak tinggalin dulu ya. Yuk Desta!" Kak Nadia mengajak kak Desta pergi.
"Kamu mengenal kak Nadia?" Tanya Raka. Dia tampaknya penasaran.
"Ya." Jawabku singkat
"O. Terus apa kadomu itu mau kau bawa pulang lagi?" Raka menunjuk pada kado yang sedari tadi aku pegang.
Aku sedikit malu "ni." Aku memberi kadoku padanya "Tadinya mau kubawa pulang. Soalnya kadomu terlalu banyak dan besar-besar pula."
"Tapi punyamu yang paling berarti." Ucapnya. Ku tangkap nada serius dari kata-katanya.
Aku hanya bisa tersenyum datar. Mataku tiba-tiba tertarik dengan pandangan di depan. Dimana ada kak Desta dan Kak Nadia yang lagi menyambut para tamu. Mereka tampak sangat bahagia. Apa mereka benar-benar saling mencintai?. Setidaknya mereka lebih beruntung dari kak Dhika dan mayat hidup itu.
"Kau iri dengan mereka?" Lagi-lagi Raka mengusikku dengan pertanyaan konyolnya. "Itu hanya kamuflase, kamu hanya sebagian kecil dari beberapa wanita yang diterima kakak dengan senyum."
"Karena kakakmu cemburuan kan? Wajar saja karena dia mencintai kak Desta." Aku bingung kenapa Raka harus mengatakan seperti itu terhadap keluarganya sendiri.
"Kakakku terlalu takut jika suatu hari kak Desta jatuh cinta dan pergi." Raka melanjutkan cerita tanpa ku minta. Pingin rasanya pergi, ketimbang harus mendengar cerita yang sama "Kak Desta menikahi kakakku hanya karena rasa bersalah. Sebab kak Desta yang telah merubah polosnya kak Nadia. Sekarang kak Desta seperti dikekang. Setiap kali dia bertemu dengan wanita lain dirumah kita pasti akan kedatangan dokter. Itu karena kak Nadia mencoba bunuh diri. Makanya Ayah akhirnya memerintahkan kak Desta untuk bekerja di perusahaan ayah, biar gerak-geriknya kak Desta bisa di pantau."
Ya ampun "Raka STOP!" Kataku keras tapi tidak mengundang perhatian yang lain.
Raka tampak kaget dengan sikapku "maaf Dinta." Raka tampak bersalah "tak tau kenapa aku mudah sekali menceritakan masalah keluargaku padamu."
Aku mencoba tetap tenang dan tersenyum kembali "ini hari bahagiamu tak harus kau ceritakan hal seperti itu."
"Iya, mungkin karena aku merasa kamu begitu dekat." Raka menatapku, dengan tatapan sendu. Cukup membuatku merinding, karena tidak nyaman dengan situasi ini.
"Yaiyalah jarak kita kan kurang dari semeter pantaslah kamu merasa dekat." Gurauku. Mencoba mencairkan suasana. "Yuk! Kita bergabung dengan yang lain." Aku pun berjalan cepat meninggalkannya.
******
![](https://img.wattpad.com/cover/138861675-288-k675568.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Rainbow In My Life
Chick-LitHi, aku adelinta gadis cerdas yg baru saja mengenakan seragam putih abu-abu. Aku bukan gadis populer bukan pula gadis pendiam ataupun kutu buku. aku hanya gadis biasa yg memiliki sedikit teman. soal tampang aku tidak cantik, hmmm... dan tidak pula d...