Part 3

16 9 2
                                    

* Jangan membuatku semakin terbiasa dengan segalanya, aku takut *

..............

Gawat, hujan justru turun saat kami akan bergegas pulang sekolah. Terlebih Vino, dia harus mengambil gitar di ruang music dan menyanyikan satu lagu untuk Venya. Dia hafal, kalau ketika bel jam pelajaran terakhir berbunyi, Venya selalu ke kantin untuk mengambil uang dagangan dan langsung pulang ke rumah.

Itulah sebabnya Vino harus lebih cepat melanglah dibandingkan Venya, dia harus memberi kejutan sebelum wanita itu sampai di parkiran motor.

"Lagu apa ya yang dia suka?" Gugup sekali, Vino tak menyangka jika akan segugup ini pada teman sekelasnya.

.................

Aku melangkah menyusuri koridor menuju kantin sekolah, dengan langkah santai aku mengayunkan kaki untuk sampai kesana.

Ditemani rintik hujan ini, rasa damai pun mengaliri setiap degup hatiku , hujan seperti sebuah tetesan yang melindungi hatiku dari rasa sedih apapun.

Hujan terkadang membuatku lupa akan betapa pedihnya hari hari yang kulewati, hujan adalah satu kata yang punya beribu makna untukku.

Dan kuharap hujan tidak mengkhianati janjinya.
Dengan tetap turun dikala kekacauan hidupku, menemaniku menutup malam dan menemaniku membuka pagi.

***

"Mbak, gorengannya kok nggak laku?" Tanya seorang lelaki dengan jam tangan hitam. Dia siswa di SMA ku.

" iya , katanya sih gak ada rasanya. Hambarr.."

"Owch, kurang garam atau penyedap mungkin yaa..." sambil mengganti menu dengan membeli sate telur.

" iya , ini yang jualan.." Mbok menyetop pembicaraan, karena aku datang.

" apa mbok?" Tanya lelaki itu yang masih penasaran.

"Permisi.." aku masuk dan langsung menoleh ke arah keranjang dagangku. ( masih terlihat utuh ) . Lelaki itu melihatiku tanpa berkedip, aku tau apa yang mungkin terbesit dalam hatinya.

"Eh non.." sambil tersenyum, dan menghentikan mengelap meja.

"Masihh ba...banyakk?"

"Emm.." Mbok kesulitan untuk melanjutkan berbicara.

Dan lelaki yang sudah kubaca namanya melalui seragam sekolahnya itu tengah mengambil gorenganku.
Eza namanya.

"Lohh,kamu ambil gorengannya? Katanya hamb..."

Belum sempat berlanjut, Eza sudah berburu berbicara.

"Ham? Apa sih Mbok? Warna nya sih kurang menarik, tapii.. emmmm.. enak kok mbok?"

Mbok pun hanya garuk garuk kepala.
" kamu membelinya?"  sambil mengangkat daganganku.

Air mata hampir saja menetes, sedih melihat gorengan yang tak laku, sedih mengandai andai kehidupanku kelak, sangat sedihh hidup sepertiku (batin Venya).

"Kenapa? Kamu mau membelinya?" Eza pura pura tidak mengerti.

Seperti biasanya, Venya jutek dan langsung menghampiri Mbok.

"Ehh eh mau kemana?"

"Berapa mbok?" Tanyaku, dan aku mengacuhkan apa yang lelaki itu tanyakan.

"Tungguu.. " dia menyerbu keranjangku. Dan kali ini sudah digenggam di tangannya. Namun aku tetap tak menoleh ke wajahnya.

"Tunggu dong,aku mau beli semuanya.."

"Semm??muanya?"

"Nggak usah terkejut gitu kali.. nih ku kasih satu, gratis buat kamu" sambil memberikan tahu isi kepadaku.

Mbok sudah mengulurkan uang 5ribu hasil jajananku hari ini. Selepas itu aku pergi, meninggalkan keranjang yang ada digenggamannya.
Aku hanya tak sanggup membendung air mata, sehingga air mata ini menetes sebelum aku menghindar dari Eza.

"Tungguu.." dia menggenggam tanganku.

"Apa sih apa??" Aku pun emosi, dan wajahnya masih saja datar,dia mungkin masih mencerna sikapku. Maklum saja, aku jarang untuk mengenal semua siswa disekolah ini.

Angin sumilir ini, sebenarnya bukan moment yang pas jika aku berdebat dengan seorang pria.

"Aku tau, kamu membeli semuanya karena kamu kasian melihatku,aku tau ini rasanya hambar kan? Tapi tadi aku kehabisan garam, dan aku membiarkannya hambar , please.. jangan kasihani aku" aku membiarkan air mata ini menetes begitu saja.

Eza melepas genggamannya. Dia tidak tau kalau niatnya untuk mengisi perut di kantin justru melukai perasaan wanita ini.

"Nama kamu siapa?"

"Kenapa? Kenapa menanyai namaku? Kamu mau nyebarin fakta tentangku?iyaa? mau ngomong kalau ada murid yang disambi jualan ? "

"Kamu kok negatif terus sih sama aku?"

...............

Diwaktu yang sama, Vino sedang mempersiapkan sebuah lagu untuk Venya di parkiran, namun perempuan yang ditunggunya itu belum juga sampai.

"Apa aku kelewatan ya? Apa Venya udah pulang?"

Vino pun menjongkok, dan menelantarkan gitarnya disamping motor. Siapapun yang bersliweran dihadapannya, bukanlah Venya.

Gila deh😧
Segitu besar nya harapan Vino buat deketin Venya.
Jangan lewatkan sikap Eza yaa :)
Btw, Eza itu ceritanya lebih tampan dari Vino.
Besok aku kasih picture dari para tokoh.
Picture khayalan aja sih 😀
Kalau aku kasih picture orangnya beneran yaa berabee urusannya 😆

Seberang HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang