Bab 11

77 4 3
                                    

Suasana hening tersebut, membuat diriku bingung, benar-benar bingung. Pernah kalian merasakan, ketika kalian mengungkapkan suatu kebenaran dimana kalian stand up untuk seseorang yang tertindas oleh rumor-rumor yang tidak benar, tapi ternyata teman kalian tersebut telah mengetahui kebenaran tersebut. Kalian merasa sia-sia bukan ?

Aku menoleh ke arah Pat yang menatapku dengan sendu daritadi. Aku tidak tahu bagaimana lagi aku harus membantunya, toh, ia juga sudah menceritakan hal tersebut kepada teman-temannya, dan mereka tidak percaya.

Aku berjalan ke arah Jean yang menatapku dengan kebingungan, dahinya mengernyit.

Ia menatapku dalam-dalam dan berbisik
"Apa yang baru saja kau lakukan ? Kenapa kau tak percaya padaku ?"

Aku memandangnya sejenak.
"Aku percaya padamu, sungguh. Aku hanya ingin mengetahui apa yang ada dalam dirinya, sebelum ia mengecewakanku bahwa ia ternyata sudah menceritakan hal tersebut kepada teman-teman lainnya".

Jean berbisik lagi.
"Hei, kuberitahu. Aku juga merasakan kasihan padanya, pada saat Deb menceritakannya padaku. Ceritanya memang berkesinambungan dengan kondisinya sekarang, dengan tindakannya sekarang, tapi apa boleh buat, ia tidak berusaha sama sekali untuk bergaul dengan kita semua. Ia selalu mengunci mulutnya rapat-rapat. Pertanyaan yang kami lontarkan tidak pernah ia hiraukan, memandang kami saja tidak. Bukankah itu aneh ? Apakah itu membuat kami takut ? Jelas".

Ia menekankan kalimat terakhir dengan keras, sehingga semua teman menoleh ke arahnya, terkejut.

Pat kelihatannya juga mendengar ucapan tersebut, dan ia berlari ke luar kelas, dengan menutupi wajahnya.

Aku berusaha untuk mengejarnya, karna aku merasa kasihan. Namun, Jean segera menarik lenganku dan menghardikku dengan tatapannya yang tajam.

"Jangan". ucapnya.

Aku menurut, tidak berani melawan tatapan tersebut.

"Lupakan anak itu, Lis. Dia aneh, kita tak pantas berteman dengan anak seperti itu".

Aku terkejut dengan ucapannya yang terakhir, tak menyangka ia bakal berkata setajam itu. Aku melepaskan tangannya.

"Lepaskan. Ia pantas jadi teman kita, hanya butuh waktu". aku mengatakannya dengan keras.

"Ia tidak akan berubah Lis ! Kita tunggu dia berubah selama primary school ! Berusaha untuk berbicara dengan kita saja tidak, tapi selalu mengeluh. Kita bosan makin lama dengannya !" Jean meluapkan amarahnya, matanya menyiratkan emosi yang berapi-api. Tak kusangka dibalik wajah manisnya ia dapat marah juga, sangat menakutkan.

Aku sangat terkejut, aku ketakutan melihat amarahnya. Dengan cepat ia sadar bahwa ia telah berlebihan, membuat orang-orang ketakutan di sekitarnya.

Matanya mengarah ke segala arah, ia tidak mau menatap depan dan ia mengusap-usap
kepalanya sembari berkata "Oh maaf atas amarahku tadi, aku tidak dapat menahannya".

Seisi kelas tetap hening, menunggu suatu ucapan yang menyeletuk.

"Kelas mau dimulai, ayo kita kembali ke tempat duduk".

Jean menghampiriku, mengajakku untuk duduk disampingnya. Tak sadar, aku mengangguk di balik ketakutanku.

Ia berbisik "Maafkan aku. Tolong percayalah padaku". Aku mengangguk lagi sembari mengatakan "Iya".

Beruntung sekali pada hari itu, guru yang seharusnya masuk pada pelajaran tersebut tidak masuk, dikarenakan suatu halangan. Sehingga, permasalahan tadi tentu saja tidak akan diketahui oleh guru-guru, kecuali ada yang melaporkannya.

...

Pulang sekolah pun tiba, seperti biasa, aku mengikuti bus sekolah karna auntie tak dapat menjemputku saat pulang sekolah, berhubung ia harus bekerja. Di sepanjang perjalanan, pikiran mengenai hal yang tadi terjadi tetap mengiang, meskipun pada satu sisi, aku merasa kecewa dengan Pat, yang kukira ia memercayaiku, eh ternyata ia menceritakan hal tersebut juga ke banyak orang, seolah itu sudah menjadi suatu rahasia umum, dan jujur saja, aku tidak menghargainya lagi.

Aku mengesampingkan pikiran itu, dan fokus terhadap beberapa ekstrakurikuler pilihan yang harus kupilih. Jujur saja, aku tidak bisa melukis, tidak bisa bermain musik, tidak bisa olahraga ( setidaknya aku bisa gymnastic ) dan hanya satu hobiku, yaitu memasak.

Selama ini, kegiatan memasak di sekolah adalah kegiatan yang paling disukai oleh teman-teman, termasuk aku. Alasannya cuma satu, karna setelah kita memasak, kita bisa makan apa yang telah kita masak, hirup aroma plus makan, 2 in 1 kenyangnya hehehe.

Begitu aku sampai di rumah auntie, Leslie menyambutku, dan untungnya, aku tidak digigit ! Kalau ia menggigitku, maka hariku yang penat ini akan semakin penat ! Aku merasa capai sekali hari ini, ingin kulalui hari ini dibawah alam sadarku.

...

Esoknya, hari berjalan seperti biasa, hanya saja aku tidak melihat Pat seharian itu, mungkin ia sedang menenangkan diri. Jujur, aku merasa agak bersalah atas tindakanku kemarin, meninggalkannya begitu saja.

Di tengah lamunanku itu, Jean menghampiriku.
"Hei Lis ! Mau ke cafetaria ?"

Lamunanku terbuyar "Oh ya, kenapa Jean ?"

Ia mendengus, mengercap-ercap mulutnya.
"Kau mau ke cafetaria tidak ? Uh pasti kau memikirkan tentang anak aneh itu lagi".

Aku terdiam, memang benar sih aku memikirkan si Pat, aku khawatir akan keadaannya sekarang, namun aku berkilah.

"Ah tidak, ayo ke cafetaria". jawabku cepat sambil melontarkan sebuah senyuman.

Ia menyipitkan matanya, menyelidikku.
"Kau jangan dekat-dekat dengan anak itu".

Aku hanya diam dan tetap memasang senyumku sembari mengambil beberapa pounds, lalu berlalu bersamanya.

Di tengah perjalanan, Jean menanyakanku.
"Lis, kau mau berkunjung ke rumahku ?"

Aku menoleh "Tentu saja ! Tapi aku tinggal di Edinburgh, apa kita dalam satu kota yang sama ?"

Iya mengangguk cepat. "Yup ! Nanti kuberi kau alamatku. Kita bisa menghabiskan waktu di rumah pohon, aku sering melakukan segala aktivitasku disana".

Mendengar itu, ingin sekali aku berteriak kegirangan. Senyumku melebar, gigiku terlihat rapi dan mataku cerah. Siapa yang tidak suka pada rumah pohon, coba ?

"Tentu saja ! Aku juga ada rumah pohon sekarang, tapi sayang, belum digunakan".

Ia bahagia menatapku. "Mungkin setelah melihat rumah pohonku, kau ada ide untuk mendesainnya ?"

Aku menanggapi segera "Tentu saja, akan kuubah rumah pohon itu menjadi tempat paling nyaman di dunia".

Kita berdua tertawa, namun ada yang tidak kusadari, Pat mengintipku dan Jean terus dari ujung lorong koridor, apa yang dia lakukan ?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 24, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KepergianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang