BAB IIITOLONG

62 4 0
                                    

12 Februari 2018

"Sejak kapan kita menghabiskan liburan dengan belajar?"ucap Minho yang sampai saat ini mencoba menyakinkan dirinya bahwa aku sedang mengajaknya belajar bersama.

Aku melihat di handphone pesan masuk dari Jae Suk bahwa aku di terima dia SMA **** Ini benar-benar menyenangkan, bahwa aku mengatakan hal yang benar kepada ibuku, karena aku sebenarnya tidak yakin dapat di terima walaupun sudah menyalin jawaban Jae Suk. Mungkin saja ada ingatan ku yang salah saat menyalin kembali.

Karena sudah masuk, aku harus menyiapkan diriku kan? Menjadi murid terbodoh di kelas rasanya pasti sangat tidak mengenakan, paling tidak 5 atau 10 dari terbawah seperti itu. Aku menghubungi Jae Suk untuk belajar dirumahnya. Belajar sendiri akan membuatku setres dan malah mengubah haluan ke androin yang terlihat menyenangkan.

Minho lulus, dia hampir sama bodohnya sepertiku. Dia sepertinya benar-benar telah belajar keras kemarin. Aku juga bisa, apabila aku belajar keras kan? Untuk itulah aku memutuskan untuk lebih menata hidup sekarang.

Aku akan dapat nilai tinggi dengan kemampuan bertukar tubuh. Tapi aku harus sedikit hati-hati sekarang, walaupun aku sangat yakin tubuhku di masuki seseorang. Tapi masih ada kemungkinan itu adalah efek samping dari kekuatan ini yang membuat kepalaku jadi agak linglung.

"Sejak kita masuk ke SMA ***, aku tidak menyangka kau dapat lulus Minho."

"Aku lebih tidak menyangka lagi kamu yang lulus, otak basket sepertimu sepertinya juga dapat digunakan untuk belajar, hahaha. Lagipula sejak kapan kamu berteman dengan Jae Suk. Bukannya dia kutu buku yang sangat tertutup, jangan bilang kamu mengancamnya untuk mengajarimu?"

"Bukannya kau juga otak basket?" Minho adalah teman satu teamku, kami berdua telah berhasil membawa tim sekolah menjadi juara 3 lomba nasional. "Ceritanya cukup panjang, aku menyelamatkan Jae Suk dari gerombolan pengganggu dan dia bilang akan membalas budi nanti. Jadi aku memintanya untuk mengajariku."

"Weh.. weh.. weh.. sejak kapan kau peduli sama orang lain kecuali teman dekatmu. Kau, kenapa?"Minho memegang kepalaku dengan kedua telapak tangannya. "Kepalamu baik-baik saja kah?"

"Apa aku sejahat itu?"ucapku dengan suara aneh karena bentuk bibirku yang berubah akibat tekanan telapak Minho.

"Bukannya jahat, kau cuman lebih sering mementingkan dirimu sendiri daripada orang lain. Bagaimana nanti apabila muka ku lecet ketika orang yang ku bantu membuatku harus berkelahi. Seperti itukan kamu biasanya?"

"Kau menekan mukaku terlalu kelas, nanti bisa lecet!"

"Baru saja aku pikir kamu telah berubah, ternyata.." Minho melepaskan tangannya dari wajahku.

"Hahahaha, mau bagaimana lagi. Cuman muka ini kelebihanku kan?"

Langkah kami terhenti ketika nomor rumah yang kami tuju berada tepat di depan kami.

"Coba, cek lagi nomornya," saran Minho heran.

"Benar, ini benar rumahnya."jawabku melongo.

"Apa dia anak presiden?"

"Yang ku tau ayahnya seorang Ceo sebuah perusahaan elektronik."

"Ini istana!"

"Dia dapat membuat 20 lapangan basket dengan rumah sebesar ini!" ucapku.

"Dasar otak basket. Cepat tekan tombol belnya."

Aku menekan tombol bel dengan hati-hati, "Teman-temannya tuan Jae Suk?"ucap seseorang dari speaker.

"Iya, ini Bo Gum dan Minho. Kami sudah memiliki janji dengan Jae Suk."jawabku.

"Silahkan masuk tuan Bo gum dan tuan Minho."

HELPWhere stories live. Discover now