Tiga.

11.4K 565 22
                                    

Tiga hari sudah ia sibuk bergelut dengan berbagai pekerjaan yang mengharuskanya meninggalkan petakan rumah kecilnya dan bundanya yang di rumah sakit sendirian.

Bukan ia sudah tak peduli lagi. Namun karna ia sangat peduli dan sangat menyayangi bundanya maka ia terus saja bekerja dari pagi hingga pagi lagi.

Masih baik banyak orang baik diIndonesia ini. Kalau tidak ia dapat uang dari mana untuk pengobatan sang bunda.
Kalau tidak mana mungkin ada orang mau memperkerjakan gadis tanpa pendidikan.

Tak besar memang gajinya, karna itu dia tak bergantung pada satu tempat penghasil lembaran uang untuknya.

Ia terus mencari orang-orang baik di Indonesia agar mau memeperkerjakanya.

"Bunda" Lirihnya dengan terus menggenggam tangan hangat bundanya.
Tangan yang dulu selalu melemparkan berbagai benda yang mampu membuat tulang punggung dan tubuhnya sakit.

"Bunda, Billa boleh cerita sesuatu?? Bunda masih inget gak? Pak gendut yang Billa ceritain waktu itu.? Sekarang pak gendut itu makin gendut loh bun. Sampe-sampe kemarin waktu jatuh dia gak bisa bangun lagi" Air matanya mulai mengalir membasahi pipinya dengan kepala menunduk merasakan sesak didadanya. Tangan yang terus menggenggam tangan lemah yang dulu selalu berenergi untuk memukul punggungnya, menampar pipinya, menjambak rambut hitamnya.

Flashback.

"Ampunn bundaa" teriaknya ketika malam itu.

"Ampun kamu bilang ? Kenapa kamu gak pernah nurut kata-kata bunda ha?" Tanganya terulur menarik rambut panjang nan hitamnya itu.

"Ampun bun" Tangisnya makin keras dengan dibarengi tarikan yang juga makin keras dikepalanya.

Kemarahan yang tak pernah Billa ketahui penyebabnya. Kemarahan bundanya selalu tanpa alasan untuknya. Siksaan yang selalu ia terima selalu mengakibatkan ia harus tidur dalam rasa sakit.

Hingga malam itu pun tiba. Malam dimana ia tidak akan lagi merasakan tamparan, pukulan juga berbagai macam siksaan dari bundanya.

Namun ia juga merasa sedih karna ia merasa hampah dan harus menjalani semuanya sendiri. Tanpa ada yang menjadi sandaranya ketika peluh.

Usianya saat ini sudah semakin dewasa ketika ia berada ditahap remaja. 16 tahun usianya. Pada saat itu pula ia harus menyaksikan bundanya bagaikan tanpa nyawah.

"Lihat papamu tadi kan? Dia bahagia! Sedangkan kita? Kita harus hidup susah! Bunda harus bertahan mengandung kamu selama itu, bunda kira papa mu akan datang menjemput kita. Tapi apa? Dia bahkan punya kehidupan lain. Dia menikah dengan orang lain. Dan ini salah bunda. Ini kesalahan bunda. Maafin bunda" Seketika dengan sekali tarikan nafas ia mengucapkan kata maaf itu. Disinilah awal dari segalanya. Awal bagi Billa melalui semuanya sendiri. Menyaksikan bundanya harus terjatuh dan tak akan pernah lagi menyiksanya.

Disinilah ia tau kenapa bunda selalu memukulnya ketika ia menanyakan tentang papanya. Saat itulah ia tak lagi menganggap bundanya tak mengharapkanya. Bundanya hanya tak tau apa yang harus ia lakukan untuk melampiaskan rasa kecewanya terhadap lelaki laknat itu.

Flashback Off.

"Bunda janji sama Billa kalau bunda harus bangun dan Billa rela bunda pukul Billa. Asal Billa bisa lihat bunda sehat lagi" Sendiri tanpa teman, tanpa saudara tanpa ada siapapun yang menemaninya. Hanya bundanya yang ia punya. Ia sangat menyayangi bundanya. Ia selalu menanti keajaiban dimana tuhan masih nerbaik hati membiarkan bundanya tetap dapat bernafas dengan bantuan alat di rumah sakit itu.

Setidaknya itu yang bisa ia harapkan.

Billa (On Proses Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang