CHAPTER 4 KEARIFAN (PART 4)

1.5K 122 2
                                    

"Haah ... Haah ... Haah ..."

Sudah cukup lama aku berlari, hingga nafasku rasanya terhenti. Aku bersender pada sebuah pohon dan sesekali mataku menatap ke arah belakangku. Beruntung tampaknya mereka menyerah untuk mengejarku. Seharusnya mereka merasa takut menyaksikan rekan-rekan mereka telah lenyap ditelan oleh ombak itu, aku berharap mereka akan jera dan berhenti untuk mengejarku kali ini.

Nafasku terasa sesak, aku mencoba untuk duduk sambil meluruskan kedua kakiku. Inikah pengorbanan yang harus aku lakukan demi memperoleh kebebasan yang aku idamkan? Betapa sulitnya perjuangan ini, aku tahu ini baru permulaan. Entah kesulitan apa lagi yang akan aku hadapi selanjutnya. Seorang diri? Sanggupkah aku menghadapinya seorang diri? Pertanyaan ini tiba-tiba terlintas di benakku. Aku tidak tahu sampai kapan aku mampu bertahan melewati semua rintangan ini.

Jika aku menyerah, maka kehidupanku akan kembali seperti dulu. Kehidupan yang bergelimang harta namun bagaikan hidup di dalam jeruji besi dengan berbagai aturannya yang ketat. Sudah cukup aku menjalani kehidupanku dengan selalu dibatasi, sudah tiba saatnya untuk hidup sesuai dengan yang ku inginkan.

Aku sudah membulatkan tekadku, karena itu seberat apa pun rintangan yang harus aku hadapi, aku akan tetap bertahan.

"Bukankah saat ini bukan waktu yang tepat untuk bersantai tuan putri?"

Kepanikan itu kembali menyerangku. Kenapa? Kenapa suara itu selalu berhasil aku dengar? Kenapa mereka selalu berhasil menemukanku?

Aku bergegas bangun dari posisi dudukku dan kini aku tengah menatap ke arah depanku. Ke arah di mana Ivan dan pasukannya tengah berderet di depanku. Aku merasa lega karena kekakuan akibat efek dari pengucapan ayat hina itu telah hilang, meskipun aku masih bisa merasakan darah masih menetes dari hidungku. Kini aku sudah mampu untuk berbicara kembali.

"Ivan ... Kenapa kau terus mengejarku? Banyak prajuritmu yang telah menjadi korban, kenapa kau tidak menyerah saja?"

"Menyerah? Hahaha ... Itu tidak mungkin putri. Saat aku menyerah, itulah saat di mana kami berhasil membawamu kembali ke istana. Tangkap dia!!"

Prajurit-prajurit itu langsung mematuhi perintah Ivan. Mereka mengacungkan pedang mereka ke arahku bersiap untuk menyerang.

"Apa kalian ingin membunuhku?"

"Sebenarnya kami tidak memiliki niat sedikit pun untuk membunuh anda."

"Lalu kenapa kalian mengarahkan pedang kalian padaku?"

"Kami bersikap sesuai bagaimana anda bersikap tuan putri. Jadi jika anda tidak ingin kami mengarahkan pedang ini pada anda, ikutlah dengan kami, jangan melawan lagi."

"Pergiiii! ... Aku perintahkan kalian untuk kembali ke istana!!"

"Hahahahahahaha ..."

Suara tawa mereka sangat membuatku kesal, sebelumnya mereka selalu menuruti perintahku tapi bagaimana mungkin sekarang tidak ada satu pun dari mereka yang mematuhiku. Mereka menertawakanku, mereka mengejekku dan mereka merendahkanku.

"Kenapa kalian tertawa? Aku adalah putri raja, kalian berdosa karena telah melawan perintahku!!"

"Anda seorang putri jika anda berada di istana, tapi di sini ... Anda bukanlah seorang putri melainkan seorang pengkhianat yang mengecewakan raja. Tangkap dia, kita bawa dia ke hadapan raja!!"

Mereka semua berlari dengan mengarahkan pedang mereka padaku. Haruskah aku menggunakan kembali ayat hina untuk menghentikan mereka? Tapi sungguh ... Aku sungguh tidak ingin menyakiti mereka lagi. Namun jika aku hanya berdiri mematung seperti ini, hanya dalam hitungan detik saja, mereka akan berhasil membawaku kembali ke istana. Jadi haruskah aku menggunakan ayat hina itu lagi?

"Uwaaaaa ... Uwaaaaa ..."

Sebelum mereka berhasil mendekatiku, satu persatu dari mereka tumbang. Tubuh mereka tersayat-sayat bagaikan terkena sebuah benda tajam. Apa yang sebenarnya terjadi? Sungguh membuatku sangat heran.

"Woi bangun ... Apa yang terjadi pada kalian?"

Ivan tampaknya sama terkejutnya denganku. Namun tidak ada yang menghiraukan pertanyaan Ivan. Mereka tampak sedang merintih kesakitan sambil memegangi bagian tubuh mereka yang mengeluarkan darah.

"Ternyata kalian itu memang pengecut. Kalian hanya berani mengeroyok seorang wanita lemah."

Suara itu ... Meskipun tidak sering aku dengar, tapi aku yakin pernah mendengarnya sebelumnya. Aku menengadahkan kepalaku ke atas pohon di mana ku jadikan tempatku untuk bersandar.

Pria itu ... Terlihat duduk dengan santainya pada batang pohon. Tangannya sedang memain-mainkan selembar daun, raut wajahnya terlihat begitu tenang dan penuh dengan kepercayaan diri yang tinggi. Pria itu ... Mungkinkah kali ini dia akan menyelamatkanku lagi?


Mohon dukungan dengan memberikan vommentnya ya supaya author tambah semangat nulisnya. terima kasih...

Eternal Kindness (Princess Giania And The Witch From The Past) [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang